
Ledakan Impor Tekstil Mengapa Terjadi Kala Pandemi Covid-19?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha tekstil di hulu merasakan ada lonjakan impor tekstil bahkan garmen kala pandemi covid-19. Ada faktor China yang ingin mencari pasar dan celah dari penerapan penambahan tarif impor atau safeguard tekstil dan produk tekstil.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan ada perbedaan modus impor tekstil dari sebelum dan setelah memasuki masa pandemi Covid-19 ke Indonesia.
Proses impor dilakukan oleh trader dalam memasukkan barang tekstil ke pasar dalam negeri, sebagian besar barang yang masuk berasal dari China.
"Sistem dulu kan masif. Per hari pasti ada, sekarang dengan kondisi ini, dia lihat market, karena market kita belum pulih jadi menurun," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Senin (20/7/2020).
Pilihan Redaksi |
Namun, mengingat dalam beberapa bulan terakhir ini penyerapan barang dari China juga sangat minim akibat Covid-19, maka masih banyak stok yang tersisa. Produsen harus berpikir keras untuk tetap bisa mendistribusikan barangnya. Indonesia dilirik karena memiliki pasar yang sangat besar.
Meski daya beli masyarakat cenderung menurun, namun Indonesia dinilai sebagai pasar penting. Redma menjelaskan eksportir tetap mencari cara agar barang tetap bisa masuk ke Indonesia.
"Jika di sini kelihatannya barang hampir kosong, dia nunggu di Malaysia, (atau) Pelabuhan Singapura, kalau kosong (misal) masuk 100 ton. Borongan juga sama, modusnya sama," jelasnya.
Sebagian besar yang masuk ke dalam negeri merupakan jenis kain. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2020, nilai impor kain tenunan khusus mencapai angka US$ 12.797.291 dengan jumlah 922.029 Kg. Jenis ini mencakupi yakni kain tekstil berjumbai, renda, permadani dinding, hiasan, sulaman.
Kemudian impor untuk jenis barang tekstil yang cocok untuk keperluan industri mencapai angka US$ 38.798.172 dengan kapasitas 4.900.044 Kg. Jenis ini mencakupi kain tekstil diresapi, dilapisi, ditutupi atau dilaminasi.
Namun, bukan berarti segmen lain tidak dipantau oleh produsen China. Ada juga potensi yang mulai dilihat, yakni barang tekstil sudah jadi. Data BPS menunjukkan pada Mei 2020 lalu nilai dari komoditas ini mencapai US$ 37.256.567 dengan jumlah 1.907.540 Kg.
"(Awalnya) kebanyakan kain. Tapi sekarang mulai masuk yang garmen atau pakaian jadi. Karena dia liat di sini ada pangsa pasar kain. Orang China kan gitu, oh ternyata kain dibikin garmen, ternyata garmen pangsa pasar besar, dia masukkan garmen sekalian," jelas Redma.
Kementerian Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag), impor garmen naik 8%, karpet dan penutup lantai tekstil melonjak 25% selama periode Januari-Mei 2020.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Operasi Senyap, Tekstil Impor China Serbu RI Saat Corona