
Waduh, Perfect Storm Disebut Lagi Serang Global

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia sedang dihadapkan pada badai sempurna atau perfect storm dikarenakan menghadapi banyak sekali tantangan pada saat yang bersamaan. Tantangan itu mulai dari mewabahnya virus corona (COVID-19) asal Wuhan, China, hingga perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, kata Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam press briefing, Jumat (17/7/2020).
"Saat ini bisa dikatakan dunia menghadapi destructive factors (faktor menghancurkan) yang begitu banyak dan begitu berat terjadi pada saat yang bersamaan. Bahkan ada yang menyebutnya ini sebagai the perfect storm, yaitu semua variabel negatif yang mungkin terjadi, terjadi pada saat bersamaan dan dalam intensitas yang tinggi," kata Mahendra.
Menurut Mahendra, faktor utama yang sangat mengganggu ekonomi dunia saat ini adalah wabah corona yang sudah menginfeksi hampir 14 juta orang secara global. Wabah itu telah memaksa banyak negara di dunia melakukan penguncian (lockdown) sehingga kegiatan ekonomi tidak bisa berjalan normal, yang akhirnya mengarah pada perlambatan di berbagai negara.
"Kedua adalah resesi ekonomi global. Banyak yang membandingkannya dengan resesi yang disebabkan Global Financial Crisis 12 tahun lalu, ada yang membandingkannya dengan krisis moneter Asia, ada yang membandingkannya dengan Depresi Global tahun 1929-1930. Tapi saya pikir yang digunakan istilahnya oleh IMF ini yang tepat, a crisis like no other."
"Artinya, dari segi kompleksitas dan intensitas tidak ada presedennya krisis yang kita hadapi saat ini karena terjadi kondisi Resesi Global pada saat pandemi."
"Ekonomi global di perkirakan akan menyusut antara minus 4,9% sampai minus 7,5% tahun ini. Memang diharapkan rebound agak tinggi di tahun depan, tetapi itu pun tergantung dari seberapa cepat kita bisa mengatasi pandemi termasuk keberadaan pasokan vaksin."
Lebih lanjut, menurut Mahendra hal yang memberatkan perekonomian saat ini adalah perang dagang antara Amerika dengan China. Ia mengatakan bahwa perang dagang yang semula lebih berupa persaingan ataupun keinginan Amerika untuk mengatasi defisit perdagangan barangnya yang mencapai US$ 500 miliar dengan China, kini sudah merembet ke berbagai hal lainnya.
"Tetapi sekarang sudah meluas sudah masuk ke perang dagang yang juga meliputi telekomunikasi antara lain kita lihat Huawei baik dari segi operasionalisasi perusahaan itu di negara-negara yang dianggap erat dengan konteks Amerika tapi juga dalam pelarangan bagi perusahaan-perusahaan barat untuk melakukan bisnis dengan perusahaan China, maupun sekarang sudah melebar lagi juga untuk perusahaan-perusahaan teknologi secara umum bahkan sudah juga mulai melebar pada apps companies," terangnya.
"Belum lagi proses investasi, akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan China di mancanegara terutama di Amerika, sekarang diawasi dan disoroti tajam untuk boleh diberikan dan juga melebar sampai kepada perusahaan-perusahaan China yang masuk dalam pencatatan di bursa saham New York. Jadi kelihatan betul meluas dari segi cakupan trade war itu dan juga malah melebar ke beberapa negara lain. Kita lihat ada di kawasan kita ataupun di tempat lain."
"Kemudian, masalah lain yang juga menghalangi pertumbuhan ekonomi dunia adalah masalah geopolitik," katanya lagi.
"Bedanya dengan trade war yang luas itu masih berkutat pada isu ekonomi semata-mata. Tapi kalau sudah geopolitik berarti non-ekonomi, faktor security, faktor pertahanan, faktor keamanan dan sebagainya. Ini pun prakiraan dari banyak analis akan semakin berat di tahun-tahun ke depan. Ini yang menjadikan kondisi politik dan ekonomi global menjadi krisis yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Beda dengan di waktu-waktu yang lalu."
(res/res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Melulu Musibah, Ada Berkah di Balik Pandemi Covid-19
