Internasional

Kontroversi Cara Swedia Lawan Corona

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
17 July 2020 12:42
Swedia Tanpa Lockdown, Warga Hidup Normal di Tengah Pandemi. AP/Adam Ihse
Foto: Swedia Tanpa Lockdown, Warga Hidup Normal di Tengah Pandemi. AP/Adam Ihse

Jakarta, CNBC Indonesia - Swedia adalah salah satu negara terkaya di dunia. Saat semua negara bergulat dengan Covid-19, dan mengambil langkah penguncian (lockdown), Swedia mengambil langkah yang sama sekali berbeda.



Swedia tidak melakukan penguncian. Orang-orang tetap hidup seperti biasa. Toko dan restoran tetap buka. Begitu pula sekolah.



Negara ini hanya melakukan pembatasan tertentu saja, seperti melarang pertemuan yang melibatkan 50 orang. Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven mengatakan memang strategi negaranya sangat kontroversial untuk memerangi kasus Covid-19.

Sebagian melihat Swedia menggunakan konsep kekebalan komunal (herd immunity). Konsep yang dipakai, tidak disarankan WHO sekalipun.

Memang, awalnya kasus di Swedia melambat ketika musim panas terjadi pada Maret di Eropa. Namun kini di antara negara Nordik, kasus di Swedia makin tinggi, bahkan ada lonjakan kasus dalam angka kematian.





Dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Kementerian Kesehatan Masyarakat setempat mengatakan pada Juni, sekitar 10% dari warga Stockholm telah mengembangkan antibodi mereka terhadap Covid-19. 
Stochlom sendiri adalah wilayah dengan dampak terparah di negeri itu, di mana sekitar 17.6% dari 140.000 warga yang di tes antibodi ternyata positif Covid-19.



"Kita tahu bahwa sebagian besar populasi tidak terlindungi, karena mereka belum terinfeksi. Itu berarti masih ada kerentanan besar dalam populasi," kata Karin Tegmark Wisell, Direktur Kesehatan Masyarakat Nasional. 



Konsep herd-immunity adalah konsep yang mengundang pro dan kontra. Pekan lalu, 23 akademisi mengkritik strategi Covid-19 Swedia, seraya menulis sebuah opini yang mengecam pendekatan negara itu.



Mereka mempertanyakan gagasan pemerintah tentang penerapan herd-immunity. Meski tak pernah mengakui tujuan ini secara tegas, pemerintah diklaim telah berupaya mengekspos sejumlah besar populasi terhadap virus.



Para kritikus telah menganjurkan untuk membuat lockdown lebih ketat. Termasuk karantina untuk orang tanpa gejala yang telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi dan rekomendasi yang menggunakan masker di tempat umum.


"Jika ada satu negara di Eropa di mana akan ada puncak kedua, kemungkinan besar Swedia, karena mereka masih tidak melakukan banyak hal untuk benar-benar menghentikannya," kata Nele Brusselaers, seorang ahli epidemiologi di Universitas Karolinska Institutet di Stockholm dikutip dari CBS News.

Entah berpengaruh jelas atau tidak, kenaikan kasus membuat kepercayaan publik ke pemerintah sepertinya menurun. Ini terlihat saat jajak pendapat dilakukan baru-baru ini.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Remaja 17 Tahun Bakal Sumbangkan Rp 16 M, Mau?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular