Internasional

IMF: Ekonomi Global Belum Selamat, Masih Diintai Bahaya

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
16 July 2020 13:05
FILE PHOTO: The International Monetary Fund (IMF) headquarters building is seen ahead of the IMF/World Bank spring meetings in Washington, U.S., April 8, 2019. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo
Foto: Kantor pusat Dana Moneter Internasional (IMF) (REUTERS/Yuri Gripas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva mengatakan bahwa aktivitas ekonomi global meningkat setelah mengalami penurunan terparah dalam sejarah di tahun ini akibat mewabahnya pandemi virus corona (Covid-19).

Namun, Georgieva memperingatkan bahwa pemulihan itu bisa terganggu dan menghadapi tantangan yang lebih banyak jika gelombang kedua dari Covid-19 melanda.

FILE - In this Feb. 14, 2020 file photo, Kristalina Georgieva, Managing Director of the International Monetary Fund, attends a session on the first day of the Munich Security Conference in Munich, Germany.   Georgieva said Friday, March 27,  it is clear that the global economy has now entered a recession that could be as bad or worse than the 2009 downturn.  She said the 189-nation lending agency was forecasting a recovery in 2021, saying it could be a “sizable rebound.” But she said this would only occur if nations succeed in containing the coronavirus and limiting the economic damage(AP Photo/Jens Meyer, File)Foto: Kristalina Georgieva, IMF (AP/Jens Meyer)
FILE - In this Feb. 14, 2020 file photo, Kristalina Georgieva, Managing Director of the International Monetary Fund, attends a session on the first day of the Munich Security Conference in Munich, Germany. Georgieva said Friday, March 27, it is clear that the global economy has now entered a recession that could be as bad or worse than the 2009 downturn. She said the 189-nation lending agency was forecasting a recovery in 2021, saying it could be a “sizable rebound.” But she said this would only occur if nations succeed in containing the coronavirus and limiting the economic damage(AP Photo/Jens Meyer, File)

Pernyataan itu disampaikannya menjelang digelarnya pertemuan virtual para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara ekonomi utama Kelompok 20 (G20) pada Sabtu mendatang.

"Kita belum keluar dari bahaya," katanya dalam sebuah postingan blog, dikutip dari Reuters, Kamis (16/7/2020).

Untuk menekan dampak buruk wabah pada ekonomi, negara di dunia telah mengucurkan banyak stimulus fiskal. Namun, kata perempuan ini, langkah itu telah menaikkan tingkat utang yang sudah tinggi.

Ia juga menyebut bahwa dana sebesar US$ 11 triliun yang dihabiskan dalam berbagai langkah fiskal oleh anggota G20 dan negara-negara lain, serta suntikan likuiditas bank sentral besar-besaran, telah mampu memberi pijakan pada kekuatan ekonomi global.

Sayangnya, pijakan itu tidak akan cukup kuat jika gelombang infeksi baru yang besar terjadi. Apalagi, dibarengi oleh volatilitas harga aset, harga komoditas yang fluktuatif, meningkatnya proteksionisme dan ketidakstabilan politik.

"Beberapa negara kehilangan lebih banyak pekerjaan pada bulan Maret dan April daripada yang diciptakan sejak akhir krisis keuangan global 2008, dan banyak dari pekerjaan itu tidak akan pernah kembali," kata Georgieva.

"Kehilangan pekerjaan, kebangkrutan, dan restrukturisasi industri dapat menimbulkan tantangan signifikan bagi sektor keuangan, termasuk kerugian kredit bagi lembaga keuangan dan investor,"

Untuk memastikan stabilitas, Georgieva mengatakan bahwa akan dibutuhkan koordinasi yang berkelanjutan antar bank sentral dan dukungan dari lembaga keuangan internasional. Regulasi juga harus mendukung penggunaan modal yang fleksibel untuk menjaga jalur kredit tetap terbuka untuk bisnis, tambahnya.

"Kebijakan moneter harus tetap akomodatif di mana kesenjangan output signifikan dan inflasi di bawah target, seperti halnya di banyak negara selama krisis ini," katanya.

Dalam sebuah laporan kepada G20, IMF memperingatkan bahwa meningkatnya proteksionisme dan ketegangan perdagangan yang baru membahayakan pemulihan.

Pemulihan yang lemah itu sendiri meningkatkan peluang disinflasi dan periode rendahnya suku bunga rendah, yang dapat merusak keberlanjutan hutang dan stabilitas keuangan, katanya.

IMF bulan lalu memangkas perkiraan output global 2020-nya, memperkirakan kontraksi 4,9% dan pemulihan yang lebih lemah dari perkiraan sebelumnya pada 2021.


(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IMF Beri Warning Baru soal Omicron, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular