
Pak Jokowi, Saat Corona Belum Ganas Saja Kemiskinan Naik Lho!

Saat PSBB dimulai pertama di DKI Jakarta pada 10 April 2020, mobilitas publik mengalami penurunan yang tajam. PSBB kemudian diikuti oleh wilayah lain di berbagai penjuru Tanah Air.
Saat PSBB diterapkan pabrik banyak yang tutup atau beroperasi dengan kapasitas lebih rendah. Alhasil kebutuhan akan tenaga kerja menurun. Banyak karyawan yang harus rela dirumahkan dan bahkan kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) melaporkan hingga 12 Mei sudah ada 1.722.958 orang tenaga kerja yang dirumahkan dan terkena PHK. Sementara menurut laporan dari Kadin, jumlah karyawan yang terdampak pandemi dan harus dirumahkan maupun PHK jumlahnya ada 6 juta orang.
Boro-boro dapat gaji dan tunjangan hari raya (THR) saat lebaran, yang ada justru kenaikan angka pengangguran. Kenaikan pengangguran inilah yang menjadi pemicu naiknya penduduk miskin di Tanah Air.
Apalagi saat jelang lebaran beberapa harga-harga sembako penyumbang garis kemiskinan terpantau naik. Misalnya harga gula pasir sempat menyentuh Rp 18.000/Kg jauh dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah di Rp 12.500/Kg.
Kemudian ada harga daging ayam ras segar yang naik hampir mencapai Rp 40.000/Kg di pasar tradisional menjelang hari raya Idul Fitri. Kenaikan cukai juga membuat harga rokok melambung tinggi. Padahal kontribusi rokok terhadap garis kemiskinan mencapai lebih dari 10%.
Jadi ketika pendapatan masyarakat menurun, harga-harga kebutuhan pokok terutama pangan justru naik. Kenaikan penduduk miskin di dalam negeri adalah sebuah keniscayaan.
Sudah tiga bulan berlangsung, pandemi Covid-19 yang merebak di dalam negeri tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan usai. Boro-boro usai jumlah kasus masih berfluktuasi cenderung naik. Kurva epidemiologi RI masih melengkung ke atas.
Pandemi memang menjadi salah satu pemicu naiknya angka kemiskinan di Tanah Air. Namun bukan jadi pemicu utama. Poin terpentingnya di sini adalah bagaimana respon kebijakan pemerintah dalam menanggulangi wabah.
Sejujurnya sudah tiga bulan berlangsung, berbagai upaya penanggulangan wabah yang dilakukan pemerintah masih belum menunjukkan hasil yang efektif. Kasus masih terus bertambah dan belum bisa ditekan.
Meski mobilitas tampak membaik, tetapi aktivitas ekonomi masih jauh dari kata pulih. Serapan anggaran untuk penanganan wabah serta alokasinya juga perlu menjadi fokus utama.
Mengingat ekonomi RI ditopang oleh konsumsi masyarakat, maka menjaga daya beli haruslah diprioritaskan selain upaya untuk menekan penyebaran wabah lebih masif lagi. Di sisi lain upaya menjaga stabilitas harga terutama bahan pangan pokok harus dievaluasi.
Tata niaga pangan yang masih amburadul harus dibenahi, apalagi di kala genting seperti pandemi saat ini.
Kemiskinan memang konsekuensi dari pandemi kali ini. Namun bukan berarti sepenuhnya menyalahkan takdir. Toh masih ada opsi mau konsekuensi yang berat atau yang relatif lebih ringan, itu semua jelas tergantung dari ikhtiar yang dilakukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]