Pak Jokowi, Saat Corona Belum Ganas Saja Kemiskinan Naik Lho!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 July 2020 13:35
Senyum dan Harapan Para Bocah di Kampung Pemulung. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Senyum dan Harapan Para Bocah di Kampung Pemulung. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pertama kali merebak di dalam negeri pada Maret, tingkat kemiskinan di Tanah Air meningkat. Semakin merebaknya pandemi di dalam negeri yang memicu penurunan kinerja ekonomi jelas membuat penduduk miskin akan semakin bertambah. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2020 sebanyak 26,42 juta orang. Jumlahnya meningkat 1,63 juta orang dari periode September tahun lalu dan naik 1,28 juta orang dari Maret tahun lalu.

Tingkat kemiskinan di dalam negeri naik menjadi 9,78%. Bertambah 0,56 poin persentase dari September 2019 dan meningkat 0,37 poin persentase dari periode Maret tahun lalu.

Meningkatnya penduduk miskin di dalam negeri ini dipicu oleh beberapa faktor. Merebaknya pandemi Covid-19 di dalam negeri membuat mobilitas lumpuh. Pendapatan masyarakat menjadi menurun. 

Menurut survei sosial demografi BPS, pendapatan 4 dari 10 orang Indonesia turun saat pandemi merebak. Pendapatan yang turun jelas menggerus daya beli masyarakat, sehingga masyarakat cenderung mengerem atau bahkan memangkas konsumsinya.

Hal tersebut tercermin dari perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang sangat signifikan. Pada Maret 2019 konsumsi domestik masih mampu tumbuh di angka 5% (yoy). Namun Maret tahun ini pertumbuhannya melambat menjadi 2,8% (yoy).

BPS juga menyoroti beberapa hal seperti penurunan kunjungan wisatawan asing dan peningkatan harga eceran komoditas pangan menjadi faktor yang erat kaitannya dengan angka kemiskinan di dalam negeri.

Pada periode September 2019 - Maret 2020, beberapa komoditas pokok untuk pangan di Tanah Air mengalami kenaikan. Beras naik 1,78% ; daging ayam ras segar naik 5,53% ; minyak goreng naik 7,06% ; telur ayam ras naik 11,1% dan gula pasir naik 13,35%. 

Kenaikan harga bahan pokok pangan memang rentan membuat penduduk miskin di Indonesia bertambah. Maklum peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dari komoditas non-pangan dengan sumbangsih sebesar 73,86%.

Beberapa komoditi makanan utama yang memberi pengaruh besar terhadap garis kemiskinan antara lain beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan dan gula pasir. Jika ditotal, enam komoditas pangan di atas sudah memberikan sumbangan terhadap garis kemiskinan sebesar 45,2%.

Ini baru angka kemiskinan bulan Maret. Seperti yang diketahui bersama, Maret menjadi bulan awal ketika wabah Covid-19 mulai masuk ke Indonesia. Bahkan selama Maret pun pembatasan mobilitas publik pun diterapkan. 

Sehingga seharusnya saat program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di awal April, angka kemiskinan akan naik lebih tinggi lagi. Bagaimana bisa?

HALAMAN SELANJUTNYA >>

Saat PSBB dimulai pertama di DKI Jakarta pada 10 April 2020, mobilitas publik mengalami penurunan yang tajam. PSBB kemudian diikuti oleh wilayah lain di berbagai penjuru Tanah Air. 

Saat PSBB diterapkan pabrik banyak yang tutup atau beroperasi dengan kapasitas lebih rendah. Alhasil kebutuhan akan tenaga kerja menurun. Banyak karyawan yang harus rela dirumahkan dan bahkan kena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) melaporkan hingga 12 Mei sudah ada 1.722.958 orang tenaga kerja yang dirumahkan dan terkena PHK. Sementara menurut laporan dari Kadin, jumlah karyawan yang terdampak pandemi dan harus dirumahkan maupun PHK jumlahnya ada 6 juta orang.

Boro-boro dapat gaji dan tunjangan hari raya (THR) saat lebaran, yang ada justru kenaikan angka pengangguran. Kenaikan pengangguran inilah yang menjadi pemicu naiknya penduduk miskin di Tanah Air. 

Apalagi saat jelang lebaran beberapa harga-harga sembako penyumbang garis kemiskinan terpantau naik. Misalnya harga gula pasir sempat menyentuh Rp 18.000/Kg jauh dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah di Rp 12.500/Kg. 

Kemudian ada harga daging ayam ras segar yang naik hampir mencapai Rp 40.000/Kg di pasar tradisional menjelang hari raya Idul Fitri. Kenaikan cukai juga membuat harga rokok melambung tinggi. Padahal kontribusi rokok terhadap garis kemiskinan mencapai lebih dari 10%. 

Jadi ketika pendapatan masyarakat menurun, harga-harga kebutuhan pokok terutama pangan justru naik. Kenaikan penduduk miskin di dalam negeri adalah sebuah keniscayaan. 

Sudah tiga bulan berlangsung, pandemi Covid-19 yang merebak di dalam negeri tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan usai. Boro-boro usai jumlah kasus masih berfluktuasi cenderung naik. Kurva epidemiologi RI masih melengkung ke atas. 

Pandemi memang menjadi salah satu pemicu naiknya angka kemiskinan di Tanah Air. Namun bukan jadi pemicu utama. Poin terpentingnya di sini adalah bagaimana respon kebijakan pemerintah dalam menanggulangi wabah. 

Sejujurnya sudah tiga bulan berlangsung, berbagai upaya penanggulangan wabah yang dilakukan pemerintah masih belum menunjukkan hasil yang efektif. Kasus masih terus bertambah dan belum bisa ditekan. 

Meski mobilitas tampak membaik, tetapi aktivitas ekonomi masih jauh dari kata pulih. Serapan anggaran untuk penanganan wabah serta alokasinya juga perlu menjadi fokus utama.

Mengingat ekonomi RI ditopang oleh konsumsi masyarakat, maka menjaga daya beli haruslah diprioritaskan selain upaya untuk menekan penyebaran wabah lebih masif lagi. Di sisi lain upaya menjaga stabilitas harga terutama bahan pangan pokok harus dievaluasi.

Tata niaga pangan yang masih amburadul harus dibenahi, apalagi di kala genting seperti pandemi saat ini.

Kemiskinan memang konsekuensi dari pandemi kali ini. Namun bukan berarti sepenuhnya menyalahkan takdir. Toh masih ada opsi mau konsekuensi yang berat atau yang relatif lebih ringan, itu semua jelas tergantung dari ikhtiar yang dilakukan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular