
Apa Saja Langkah Jokowi Selamatkan RI dari Jurang Krisis?

Jakarta, CNBC indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berulang kali menyinggung soal sense of crisis di depan para menteri. Pasalnya, Indonesia saat ini tidak hanya menderita karena krisis kesehatan yang diakibatkan Covid-19, melainkan juga krisis ekonomi.
Risiko Indonesia masuk ke jurang resesi sepertinya semakin meninggi. Salah satu indikatornya adalah semakin banyak saja institusi yang meramal Indonesia akan mengalami kontraksi ekonomi secara dua kuartal beruntun pada 2020.
Teranyar adalah Japan Center for Economic Research (JCER) yang memperkirakan Indonesia bakal resesi. Pada kuartal II-2020, JCER memperkirakan kontraksi ekonomi Indonesia berada di -3,2%.
Kemudian pada kuartal berikutnya terjadi kontraksi -1,2% dan pada kuartal terakhir 2020 ada kontraksi -0,1%. Berdasarkan prediksi tersebut, maka ekonomi Indonesia sepanjang 2020 diperkirkaan mengkerut -0,3%.
DBS, bank terbesar di ASEAN, juga memperkirakan ekonomi Indonesia bakal minus tahun ini tepatnya di -1%. Kuartal II sepertinya akan menjadi titik nadir, dan kemudian tren pembalikan terjadi mulai paruh kedua 2020.
"Indikator ekonomi seperti ekspor, penjualan ritel, keyakinan konsumen, PMI, impor barang modal, dan sebagainya masih turun pada April dan Mei. Jadi penurunan pada kuartal II sepertinya bakal lumayan dalam, sebelum membaik pada semester II," sebut riset DBS.
Jokowi beberapa waktu lalu bahkan mencemaskan prospek ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020. Dengan kondisi kuartal II-2020 yang hampir pasti terjadi kontraksi, maka pada kuartal berikutnya Indonesia resmi masuk jurang resesi.
"Ini kita kejar-kejaran dengan yang namanya waktu. Jadi sekali lagi, ganti channel dari channel normal ke channel krisis. Kalau ndak, ngeri saya. Terus terang saya ngeri," tutur Jokowi.
Lantas, apa saja yang sudah dilakukan Jokowi?
Pemerintah memahami bahwa kunci untuk mengembalikan geliat ekonomi bersumber dari konsumsi rumah tangga. Maklum, konsumsi memberikan sumbangsih jumbo terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Beberapa waktu lalu, Jokowi lantas meluncurkan paket stimulus ekonomi yang diharapkan dapat memompa kembali aktivitas ekonomi di tengah pandemi. Sederet diskon diberikan, agar masyarakat tidak terbebani dengan situasi sulit akibat Covid-19.
Salah satu yang krusial, adalah Jokowi menggartiskan pembayaran listrik kepada 20 juta pengguna selama 6 bulan. Hal itu sempat dikemukakan Ketua MPR Bambang Soesatyo pada pekan lalu.
"Beliau sampaikan pemerintah sepakat berikan subsidi kepada 20 juta pemakai listrik 450 watt, gratis 6 bulan dan diskon 50% bagi pengguna 900 watt," kata Bamsoet, sapaan akrabnya.
Pemerintah pun akan menggelontorkan dana setidaknya Rp 695,2 triliun untuk penanganan dampak dari pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, dengan konsekuensi defisit anggaran yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya.
Adapun perinciannya, pembiayaan korporasi dari Rp 44,57 triliun menjadi Rp 53,57 triliun. Anggaran ini akan difokuskan untuk penempatan dana restrukturisasi padat karya, belanja padat karya, penjaminan modal kerja, PMN serta talangan untuk modal kerja.
Untuk membantu K/L dan pemda dari Rp 97,11 triliun menjadi Rp 106,11 triliun. Akan diberikan untuk program padat karya di pemda dan KL, insentif perumahan, pariwisata hingga fasilitas pinjaman daerah.
"Kita juga fokuskan ke pemerintah daerah dan K/L untuk bisa melakukan kegiatan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Itu dengan berikan alokasi anggaran Rp 106,11 triliun termasuk pemda yang PAD turun sekarang kita berikan fasilitas dalam bentuk DID, DAK maupun pinjaman," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Anggaran Kesehatan tetap Rp 87,55 triliun. Ini diberikan untuk belanja penganan Covid-19 termasuk insentif tenaga medis hingga insentif perpajakan di bidang Kesehatan.
Anggaran Perlindungan Sosial menjadi Rp 203,90 triliun. Ini diperuntukkan untuk program PKH, bantuan sembako, bansos Jabodetabek dan non Jabodetabek, kartu prakerja, diskon listrik hingga Bantuan Langsung Tunai Dana Desa.
Insentif usaha tetap Rp 120,61 triliun. Ini untuk insentif PPh 21, pembebasan PPh 22 impor, hingga penurunan tarif PPh Badan.
Selanjutnya, untuk UMKM anggaran Rp 123,46 triliun. Anggaran ini digunakan untuk subsidi bunga, penempatan dana melalui bank jangkar untuk restrukturisasi, pinjaman modal kerja hingga pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM.
"Sehingga masyarakat dan dunia usaha daerah bisa mulai melakukan pemulihan kegiatan ekonominya. Dan mengurangi tekanan akibat penurunan kesejahteraan akibat Covid-19," ujar Sri Mulyani.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Soal Covid-19 di 2020: WHO Bingung, Kita Juga Bingung!