Rusun Makin Mahal, Milenial Jakarta Sulit Punya Rumah

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
10 July 2020 20:02
The Wallich Residence bangunan tertinggi di Singapura yang terletak di dalam Tanjong Pagar Centre. (CNBC/Everett Rosenfeld)
Foto: The Wallich Residence bangunan tertinggi di Singapura yang terletak di dalam Tanjong Pagar Centre. (CNBC/Everett Rosenfeld)

Jakarta, CNBC Indonesia - Keinginan banyak dari generasi milenial untuk memiliki rumah di tengah kota kian hari makin sulit terwujud. Harga hunian yang terus melonjak tinggi menjadi penyebab. Mereka dinilai enggan untuk berpindah lokasi ke kawasan 'pinggiran' kota.

"Hunian yang banyak, memang mau nggak mau di pinggiran. Milenial pun harus menyadari fakta itu. Kecuali dia mau bekerja keras banget sampai dapat, beli rumah di tengah kota. Jangankan milenial, orang mapan aja beli rumah di kota susah," kata Anton kepada CNBC Indonesia, Jumat (10/7).

Ia menilai, keinginan sebagian besar generasi milenial untuk memiliki hunian di tengah kota bisa dijawab dengan apartemen. Hunian jenis itu dinilai lebih murah dibanding rumah tapak. Namun tetap saja, bagi sebagian generasi milenial itu tetap tergolong ke dalam harga yang tinggi, karena harganya juga terus naik.

Untuk itu, pemerintah diminta berperan lebih untuk bisa menyelesaikan masalah itu. Jika tidak, ini bisa berujung pada masalah sosial yang tidak kunjung usai.

Peran yang bisa diambil yakni menyediakan apartemen murah di pusat kota. Misalnya dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong milik pemerintah. Sejumlah perusahaan pelat merah bisa diikutsertakan, misalnya Perumnas yang kembali harus dihidupkan taringnya.

"Stasiun kereta mulai dibangun apartemen sistem TOD (Transit Oriented Development). KAI perusahaan kereta api dengan Perumnas dan lain-lain. Kalau kita liat progres sangat lambat. Contoh Tanah Abang kan luas udah ada rencana bangun TOD beribu-ribu unit. Di Senen juga gitu. Udah ada rencana-rencana tapi sampai sekarang nggak jelas sampai mana progresnya," sebut Anton.

Jika kondisi demikian, maka solusi paling realistis adalah mencari rumah di pinggiran ibukota. Harga yang cenderung masih terjangkau bisa menjadi alasan. Jika alasannya sulit mobilisasi, maka itu akan diselesaikan dengan sistem transportasi yang baik dari hari ke hari.

"Sekarang lagi gencar LRT. Semoga itu bisa bantu pengadaan rumah-rumah yang lebih murah. Karena di tengah kota nggak mungkin. Ya susah bangun hunian murah di tengah kota," papar Anton.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat mengeluarkan aturan tentang Batasan Harga Jual Rumah Susun Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 606 tahun 2020.

Satuan standar biaya yang ditetapkan sebagai:

a. pedoman dalam perhitungan harga jual rumah susun paling tinggi;

b. pedoman bagi pelaku pembangunan yang menyediakan unit hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah

Rata-rata dari harga jual hunian per meter persegi di 2020 sebesar Rp 11,2 juta. Rumah susun di Jakarta Pusat yang paling mahal yakni mencapai Rp 11.422.789.

Bandingkan dengan, harga 2014, misalnya harga per meter di Jakarta Barat masih Rp 8,9 juta/meter, Jakarta Selatan Rp 9,2 juta/meter, Jakarta Timur Rp 8,8 juta/meter, Jakarta Utara Rp 9,6 juta/meter, dan Jakarta Pusat Rp 9,3 juta/meter.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Infrastruktur Jokowi Jalan Terus, 34 Rusun Baru Dibangun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular