LCS Panas Lagi, India-Filipina Merapat ke AS Buat Pepet China

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
09 July 2020 17:20
In this photo provided by U.S. Navy, the USS Ronald Reagan (CVN 76) and USS Nimitz (CVN 68) Carrier Strike Groups steam in formation, in the South China Sea, Monday, July 6, 2020. China on Monday, July 6, accused the U.S. of flexing its military muscles in the South China Sea by conducting joint exercises with two U.S. aircraft carrier groups in the strategic waterway.(Mass Communication Specialist 3rd Class Jason Tarleton/U.S. Navy via AP)
Foto: USS Ronald Reagan (CVN 76) dan USS Nimitz (CVN 68) Carrier Strike Groups di Laut Cina Selatan, Senin, (6/7/2020). (Mass Communication Specialist 3rd Class Jason Tarleton/U.S. Navy via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tensi di wilayah perairan Laut China Selatan (LCS) meningkat akhir-akhir ini. Kabar terbaru menyebutkan India dan Filipina merapat ke AS di LCS dengan dalih untuk menjaga 'keseimbangan' di teritori tersebut. China terus disorot dan dipepet, eskalasi konflik anti-China berpotensi terjadi.

Awal Mula...

Tahun ini China menjadi pusat sorotan global. Mulai dari wabah Covid-19 yang merebak di Wuhan, aksi kekerasan terhadap penduduk muslim Uyghur dan demonstran Hong Kong, konflik yang menewaskan puluhan personel militer India di Lembah Galwan hingga latihan militer di LCS 1-5 Juli jadi pemicunya.

Terkait LCS, China dianggap bersikap semaunya sendiri. Apalagi soal nine dash line yang mengklaim bahwa sebagian besar LCS merupakan wilayah milik Negeri Tirai Bambu.

Jelas klaim ini menimbulkan protes keras dari negara-negara di Asia Tenggara seperti Filipina dan Vietnam yang juga mengklaim sebagian wilayah tersebut. Paman Sam yang mendukung kebebasan jalur transportasi laut juga ikut kontra terhadap klaim sepihak China.

Saat China sedang melakukan latihan militer di perairan tersebut, AS mengirimkan dua kapal induk (aircraft carrier) ke wilayah sengketa tersebut pada 4 Juli. Langkah yang diambil AS dinilai sebagai bentuk dukungan Negeri Paman Sam terhadap kebebasan jalur LCS.

"Amerika Serikat ingin mengirimkan pesan bahwa mereka belum mundur dan masih melakukan hal tersebut" kata Gregory Poling dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) kepada CNBC International.

India yang juga sedang berkonflik dengan China di perbatasan Himalaya dikabarkan ingin melakukan kegiatan navigasi di wilayah perairan LCS. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenza.

Saat China melakukan latihan militer di LCS, Filipina menjadi waspada dan siap memberikan teguran keras kepada China jika sampai mengganggu teritorinya. Filipina mengaku India untuk datang ke wilayah tersebut.

"Kami tidak mencegah negara lain melewati atau melakukan hal-hal di sana di Laut China Selatan. Inggris memang melewati Laut China Selatan. Prancis, semua negara lain. Kami tidak mengundang mereka untuk datang," kata Lorenzana.

Untuk itu, ia mengatakan bahwa Filipina dan India bisa bergandengan tangan untuk melawan sikap tegas China di Laut Cina Selatan, katanya, sebagaimana dilaporkan Eurasian Times, Selasa (7/7/2020).

Meski belum ada pernyataan resmi dari India. Ungkapan Lorenzana tersebut diutarakan setelah Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan diskusi dan memutuskan untuk memperluas kemitraan strategis dengan Filipina di LCS.

Bentuk Konsolidasi Militer Untuk Jatuhkan China?

Dilandasi dengan ketidaksukaan terhadap sikap China, merapatnya India-Filipina ke AS di LCS seolah menunjukkan adanya konsolidasi militer untuk menjegal China.

Saat konflik antara India dan China terjadi di perbatasan, Washington dikabarkan ingin memberikan bantuan kepada India. Kabar ini pun mendapat sorotan dari para ahli China.

Para ahli Cina menyatakan bahwa Washington telah lama bermimpi untuk memainkan India sebagai kartu dalam strateginya untuk melawan dan mengendalikan China. Sekarang AS telah mendapat kesempatan untuk menggunakan India sebagai umpan ketika ketegangan perbatasan China-India meningkat.

Namun, para ahli mengklaim bahwa AS akan datang memberi bantuan kepada India dan melawan pasukan Cina di Laut Cina Selatan sehingga New Delhi dapat mengintensifkan pertempuran kecil dan menjebak Cina di perbatasan hanya sebatas angan-angan.

Ini hanyalah kesalahpahaman tentang Angkatan Darat India karena AS hanya akan mengambil keuntungan dari situasi untuk menahan Tiongkok dan tidak akan pernah menempatkan pasukan mereka sendiri di perbatasan.

'Strategi pengepungan' China ini dinilai sangat lemah menurut Wei Dongxu, seorang pakar militer yang berbasis di Beijing, saat menjadi narasumber untuk Global Times.

Wei mengatakan - pasukan militer China (PLA) memiliki kesiapan perang yang tinggi di semua lini. Namun, meski ada ketegangan dan konfrontasi perbatasan India-Cina dan ketegangan di Laut Cina Selatan, risiko perang skala penuh tetap sangat rendah berkat pencegahan strategis PLA.

Mengutip Eurasian Times, laporan Wei tersebut berkesimpulan bahwa AS tak akan terlibat dalam peperangan skala besar dengan China, sementara India hanya akan dijadikan sebagai pancingan di antara kedua raksasa tersebut yang juga secara halus menegaskan bahwa Beijing siap untuk pertempuran di semua lini.

Soal 'Otot' Militer Mana yang Lebih Kuat?

Meski gesekan yang saat ini terjadi dinilai tak akan sampai ke konflik secara besar, tetapi bukan berarti potensi eskalasi konflik tidak ada.

Amerika Serikat (AS), India dan China memiliki kekuatan militer yang sangat kuat. Bahkan Global Fire Power (GFP) menempatkan ketiga negara tersebut ke dalam lima besar negara dengan kekuatan militer paling perkasa di planet bumi.

Mengacu pada kajian GFP, Paman Sam berada di peringkat pertama sebagai kekuatan militer terbaik di dunia. Sementara itu China ada di peringkat tiga setelah Rusia dan peringkat empat ada India.

Masing-masing negara memiliki keunggulannya masing-masing, baik dari alutsista, jumlah dan kemampuan personel militer, hingga anggaran pertahanannya.

Namun ada banyak faktor lain juga yang mempengaruhi siapa yang akan menang jika memang 'adu otot' tak dapat dihindarkan. Aspek seperti strategi, penguasaan medan hingga konsolidasi militer juga turut berpengaruh.

Namun selayaknya perang, baik bagi pemenang maupun pihak yang kalah harus sama-sama menderita kerugian yang besar. Baik itu secara ekonomi hingga moral dan psikologis.


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kapal Militer AS-China Hampir Tabrakan di Laut China Selatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular