
Terawan Gerak Cepat Pangkas Birokrasi Anggaran Covid-19

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan mengatakan telah merevisi aturan terkait belanja kesehatan penanganan covid-19 atau virus corona.
Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kementerian Kesehatan, Trisa Wahjuni Puri mengatakan, aturan yang direvisi adalah Kepmenkes Hk. 01.07/Menkes/278/2020 menjadi Kepmenkes Nomor Hk.01.07/Menkes/392/2020.
Trisa mengakui, pengubahan prosedur aturan penyerapan anggaran itu sebagai respon dari keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah mengetahui penyerapan anggaran belanja kesehatan begitu lambat. Yang kemudian video tersebut diunggah ke berbagai akun sosial media Jokowi pada 18 Juni 2020.
"Ini sesuai dengan perintah presiden untuk melakukan terobosan," kata Trisa melalui video conference, Rabu (8/7/2020)
Proses verifikasi pencairan berdasarkan KMK 392/2020 tersebut, kini biaya klaim rumah sakit yang menangani covid-19 hingga pencairan insentif bagi tenaga kesehatan bisa dilonggarkan.
Misalnya saja, pembayaran klaim rumah sakit dan insentif bagi tenaga kesehatan di daerah, maka verifikasi itu sekarang dilakukan langsung oleh pemerintah daerah setempat, melalui dinas kesehatan dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
"Sekarang kami melakukan verifikasi itu terpusat untuk yang pusat. Kami melakukannya di ruangan besar sekaligus, pokoknya kalau malam ada usulan besoknya harus diselesaikan," ucapnya.
Kendati demikian, Kemenkes menjamin bahwa insentif kepada tenaga medis kesehatan bisa tepat sasaran. Pasalnya pemerintah menambah kelompok verifikator di dalam proses verifikasi.
Penambahan kelompok verifikator itu juga sebagai cara agar penyerapan anggaran kesehatan dalam menangani covid-19 bisa berjalan dengan cepat.
Tambahan verifikator ini akan mengawal proses usulan dokumen hingga benar-benar dicairkan. Trisa mencontohkan, jika suatu dokumen kurang lengkap setelah diverifikasi maka tim verifikator langsung menginformasikan apa saja kekurangannya ke tingkat faskes yang mengusulkan.
"Karena dari pengalaman kami melihat proses ini yang paling lama adalah ketika verifikator mengatakan ini belum layak dibayarkan atau belum disetujui, kemudian dikembalikan dan pengembalian lama sekali akhirnya kita guidance apa saja yang bisa dilakukan termasuk format-format kita kirimkan," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Trisa mengatakan Kementerian Kesehatan juga membuat kategori rumah sakit yang bisa mendapat biaya klaim penanganan COVID-19 lebih luas lagi atau tidak hanya pada rumah sakit rujukan saja.
"Saya kira dari hasil evaluasi pertimbangan Kemenkes ubah itu dan saya yakin ini akan signifikan," ungkapnya.
Adapun besaran insentif yang diterima tenaga kesehatan untuk dokter spesialis Rp15 juta per orang per bulan, untuk dokter umum dan gigi Rp10 juta, untuk bidan dan perawat Rp5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp5 juta.
Untuk insentif tenaga kesehatan yang dikelola Kementerian Kesehatan, Trisa menjelaskan, anggaran total sejumlah Rp 101,9 triliun untuk 166.029 insentif tenaga kesehatan dan Rp 60 miliar untuk santunan kematian.
Realisasinya, sampai saat ini, insentif untuk nakes sudah terserap Rp 278 miliar dan Rp 9,6 miliar untuk santunan kematian, yang sudah diberikan kepada 32 keluarga tenaga medis yang gugur menangani covid-19.
Sementara itu, dengan adanya aturan baru, per 7 Juli 2020 Kementerian Keuangan sudah menyalurkan Rp 1,3 triliun ke 542 daerah yang disesuaikan dengan besaran perkiraan jumlah tenaga kesehatan per daerah.
(dru/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Semprot Lagi Kemenkes: Anggaran Sudah Ada, Tunggu Apa?