UU Bank Indonesia Dirombak, Adakah Kewenangan yang Dipangkas?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 July 2020 13:38
CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Program Legislasi Nasional Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 telah dirilis. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap melakukan pembahasan 19 Rancangan Undang-undang (RUU) salah satunya RUU tentang Redenominasi dan RUU Bank Indonesia.

Beberapa rencana strategi Kemenkeu 2020-2024 tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

Berikut RUU yang siap dibahas di 2020-2024 serta urgensinya :

1. RUU tentang Bea Meterai.

Urgensi pembentukan: Berpotensi meningkatkan penerimaan negara dengan memberikan landasan hukum atas mekanisme pemungutan bea meterai yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan bea meterai dan perluasan basis data yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan analisis dan komparasi data dengan jenis pajak yang lain. Secara tidak langsung data tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak lainnya.

2. RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan

Untuk Penguatan Perekonomian (Omnibus Law). Urgensi pembentukan:
a. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat WNA untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi peningkatan kualitas SDM Indonesia.
b. Mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negen.

3. RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (RUU HKPD);

Urgensi pembentukan:
a. Meningkatkan perekonomian, pemerataan keuangan daerah, dan kesejahteraan di daerah yang akan beragregasi positif pada level nasional melalui perbaikan sistem intergovernmental transfer.
b. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan APBD melalui reformasi pengelolaan keuangan daerah.

4. RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Omnibus Law)

Urgensi pembentukan:
a. Menyesuaikan pengaturan di sektor jasa keuangan untuk mendukung pembangunan nasional.
b. Menyesuaikan pengaturan di sektor jasa keuangan agar sejalan dengan perkembangan global dan domestik, khususnya perkembangan teknologi dan inovasi bisnis serta struktur konglomerasi pada industri jasa keuangan yang membutuhkan penguatan pengawasan terintegrasi.
c. Merevisi perundang-undangan sektor keuangan yang bersifat sektoral dan kelembagaan secara komprehensif pada waktu yang bersamaan agar tidak ada kebutuhan, isu strategis, dan kepentingan yang tertinggal.

5. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN) (Omnibus Law)

Urgensi pembentukan:
a. Memberikan kepastian hukum masyarakat dalam pemanfaatan kekayaan negara khususnya di bidang ekonomi, penguatan data fiskal kekayaan negara.
b. Penyempurnaan sistem memberikan manfaat yang kemakmuran rakyat. pengelolaan kekayaan Negara, guna sebesar-besarnya bagi perekonomian dan
c. Mengoptimalkan penerimaan pemerintah pusat dan penerimaan daerah serta mewujudkan pertumbuhan sektor riil melalui dukungan penilaian yang prof esional dan independen.
d. Memberikan dampak positif bagi penerimaan negara berupa PNBP, pokok lelang, mengamankan pajak, dan mengurangi potential lost.
e. Menyelamatkan keuangan negara yang tertunggak pada debitur dalam waktu yang relatif singkat, efektif, dan efisien sehingga hasilnya dapat segera dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan nasional.

6. RUU tentang Pelaporan Keuangan

Urgensi pembentukan :
a. Meningkatkan potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui sistem pelaporan keuangan yang baik.
b. Memberikan perlindungan dan jaminan hukum yang memadai atas jasa yang diberikan oleh para profesional di bidang pelaporan keuangan sehingga dapat meningkatkan kualitas jasa profesional dan memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang baik.

7. RUU tentang Pasar Modal.

Urgensi pembentukan:

Meningkatkan kontribusi sektor keuangan terhadap PDB Indonesia melalui peningkatan kegiatan dan volume penjualan atau pembelian di pasar modal, sehingga memengaruhi peningkatan pemasukan pajak yang berujung pada peningkatan pendapatan untuk negara.

8. RUU tentang Penjaminan Polis.

Urgensi pembentukan:
a. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi sehingga menciptakan industri asuransi yang kuat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengumpulan dan pemanfaatan sumber pembiayaan jangka panJang dan mendukung pertumbuhan perekonomian;
b. Program penjaminan polis juga diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memutus risiko sistemik di industri jasa keuangan dan dapat menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

9. RUU tentang Bank Indonesia (RUU BI).

Urgensi pembentukan:
a. Mendukung pertumbuhan perekonomian nasional sehingga meningkatkan penerimaan (APBN) dan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang ef ektif.
b. Mendorong pertumbuhan investasi melalui penambahan kewenangan BI, terkait pengaturan makroprudensial.

10. RUU tentang Perbankan.

Urgensi pembentukan:

a. Mengoptimalkan peran perbankan baik sebagai perantara keuangan, pengelola dana masyarakat, pelaku di pasar keuangan, maupun penyedia jasa remitansi, dalam mendukung percepatan pertumbuhan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional.
b. Mewujudkan kemandirian finansial masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan pemerataan pembangunan.

11. RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP)

Urgensi pembentukan: Menciptakan kepatuhan perpajakan sebagai kelanjutan dari kebijakan pasca tax amnesty guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui penerapan prinsip pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang mudah, murah, cepat, berbasis teknologi dan informasi.

12. RUU tentang Dana Pensiun.

Urgensi pembentukan:
a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendalaman pasar keuangan yang berpotensi mengurangi beban APBN dalam hal pemberian perlindungan kepada masyarakat, khususnya mereka yang berusia lanjut.
b. Berpotensi menambah pendapatan negara (pajak) seiring dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk. 1

13. RUU tentang Pajak Penghasilan (RUU PPh).

Urgensi pembentukan: Meningkatkan sumber penerimaan negara yang lebih sustainable melalui perluasan tax base dan peningkatan kepatuhan pajak, serta pemajakan atas transaksi di lintas yurisdiksi sehingga berpotensi pula pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan perbaikan iklim berusaha melalui peraturan perpajakan yang lebih sederhana, adil, dan berkepastian hukum.

14. RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa.

Urgensi pembentukan:
a. Meningkatkan tingkat kepatuhan PPN di Indonesia serta memperluas tax base sehingga dapat meningkatkan penerimaan dari PPN.
b. Dengan tax base PPN yang semakin luas, potensi penerimaan pajak akan semakin meningkat, sehingga kebutuhan belanja APBN dapat lebih dipenuhi dari penerimaan pajak.
c. Perluasan tax base pengenaan pajak konsumsi tersebut dilakukan melalui penataan ulang perlakuan pajak atas barang danjasa yang lebih membatasi pemberian fasilitas dan pengaturan ulang batasan pengusaha kena pajak.

15. RUU tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Urgensi pembentukan:

Meningkatkan penerimaan negara dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan melalui:
a. peningkatan basis pajak dan fleksibilitas tarif
b. transformasi sistem pemungutan pajak dari semula official-assessment system menjadi self-assessment system, untuk memperoleh penerimaan negara lebih awal tanpa menunggu ketetapan yang diterbitkan oleh fiskus.

16. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (RUU LPPI).

Urgensi pembentukan:
a. Meningkatkan kemampuan pembiayaan bidang-bidang tertentu khususnya sektor pembangunan dan industri melalui leveraging.
b. Menjadi katalis sehingga terdapat peningkatan appetite sektor privat pada pembiayaan-pembiayaan dengan karakteristik kebutuhan pendanaan yang besar, jangka panjang, imbal hasil yang rendah, dan risiko yang tinggi dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional.

17. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi).

Urgensi pembentukan:
a. Menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananyajumlah digit Rupiah.
b. Menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknyajumlah digit Rupiah.

18. RUU tentang Kepabeanan.

Urgensi pembentukan:
a. Meningkatkan devisa negara melalui peningkatan investasi serta ekspor dengan memberikan fasilitas kepabeanan yang semakin mendukung dunia bisnis.
b. Melindungi usaha mikro kecil menengah dan meningkatkan kesejahteraan umum.
c. Menciptakan revitalisasi, simplifikasi, dan modernisasi mekanisme di bidang ekspor untuk mendorong dan menunjang kelancaran arus barang ekspor, meningkatkan pelayanan berbasis IT dan pertukaran data. d. Melakukan penguatan pengawasan (pencegahan, penegasan fungsi intelijen, penguatan kewenangan audit dan penguatan kewenangan penyidikan).

19. RUU tentang Cukai.

Urgensi pembentukan:
a. Menegaskan paradigma cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi/ penggunaan objek-objek tertentu (control tax atau driving tax dan tidak sekedar sin tax), dan berkaitan pula dalam hal administrasi cukai seperti: sanksi administrasi lebih diutamakan daripada sanksi pidana dengan penerapan azas ultimum remedium, rekonstruksi konsep penerapan earmarking cukai.
b. Mengakomodir pentingnya pengaturan objek cukai yang lebih dinamis dengan mekanisme penetapan yang lebih efektif dan efisien (dalam rangka ekstensifikasi objek cukai), agar dapat memaksimalkan cukai sebagai sumber penerimaan negara selain perpajakan yang potensial, adaptif, dan rasional. Hal ini sejalan juga dengan wacana konversi PPnBM menjadi cukai.
c. Menyesuaikan beberapa materi administrasi cukai lainnya terhadap tun tu tan perkembangan hukum, ekonomi, industri, bisnis/perdagangan, lingkungan, sosial masyarakat, dan teknologi. Misalnya: pengaturan yang dapat mengakomodir berbagai jenis potensi objek cukai atau subjek cukai, penyesuaian terminologi dengan regulasi terkait lainnya, penerapan single document, dan pengawasan berbasis teknologi (contoh: IT inventory).


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedih, Perbaikan Ekonomi RI Tak Secepat yang Diperkirakan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular