Corona Belum Usai, Konsumen RI Masih Ragu Arungi Ekonomi

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 July 2020 13:48
Penjualan Busana (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Penjualan Busana (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa keyakinan konsumen Tanah Air pada bulan Juni mencatatkan perbaikan. Namun konsumen masih belum benar-benar 'pede' dalam memandang perekonomian. 

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Juni tercatat naik 6 poin pada bulan lalu menjadi 83,8 dari sebelumnya di angka 77,8 pada Mei. Angka di atas 100 mengindikasikan bahwa konsumen optimis dalam mengarungi perekonomian saat ini dan di masa mendatang. 

Kenaikan IKK bulan Juni lebih ditopang oleh membaiknya ekspektasi konsumen dalam memandang perekonomian enam bulan mendatang. Namun jika melihat kondisi ekonomi saat ini, konsumen masih sangat pesimis.

Penurunan optimisme konsumen dalam memandang perekonomian saat ini dibanding enam bulan lalu tercermin dari penurunan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang makin turun menjadi 45,8 di bulan Juni dari sebelumnya 50,7 di bulan Mei. 

Ketiga indikator penyusun utama IKE, semuanya kompak mencatatkan penurunan. Indeks Penghasilan Saat ini turun dari 50,8 menjadi 46,8 bulan lalu. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga mengalami penurunan dari 28,2 menjadi 24,5.

Begitu juga dengan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama yang juga turun menjadi 66 dari sebelumnya di 73,2. 

Kendati tak menerapkan lockdown ketat seperti kebanyakan negara Eropa, Indonesia juga membatasi mobilitas masyarakatnya melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pertama kali diterapkan di DKI Jakarta pada 10 April lalu, PSBB kemudian mulai dilakukan di hampir setiap wilayah Tanah Air. 

Ekonomi RI pun bisa dibilang mati suri. Pabrik yang tutup atau beroperasi dengan kapasitas di bawah normal membuat permintaan terhadap tenaga kerja melambat bahkan turun. Akibatnya banyak karyawan yang dirumahkan dan terkena PHK. 

Berdasarkan catatan Kamar Dagang Indonesia (KADIN), jumlah karyawan yang dirumahkan dan terkena PHK mencapai lebih dari 6,4 juta orang. Hal ini memicu terjadinya penurunan pendapatan masyarakat RI. 

Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 BPS menyebutkan, pendapatan 4 dari 10 responden yang disuvei mengalami penurunan. Daya beli yang bermasalah tercermin dari rendahnya inflasi dalam tiga bulan terakhir. BPS mencatat inflasi dan inflasi inti pada bulan April hingga Juni terus mengalami perlambatan.

Daya beli masyarakat yang bermasalah juga tercermin dari penjualan ritel yang mengalami kontraksi dalam di bulan April. Kontraksi pertumbuhan ritel secara tahunan sebenarnya sudah mulai tampak di bulan Februari. 

Penjualan barang tahan lama seperti mobil bahkan kontraksinya jauh lebih dalam. Pada Mei lalu, GAIKINDO mencatat penjualan mobil di Tanah Air mengalami kontraksi nyaris 96% dibanding tahun lalu (yoy). Ini merupakan kontraksi terbesar sepanjang sejarah tercatat, bahkan jauh lebih dalam dari krisis moneter 1998.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh perusahaan konsultan manajemen global McKinsey & Company menunjukkan bahwa 65% responden yang merupakan konsumen di Tanah Air mengatakan mereka memangkas belanja mereka. Sementara itu 82% responden mengaku lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. 

Konsumen yang menahan diri untuk berbelanja, bank dan perusahaan pembiayaan yang lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit terutama kredit konsumsi serta adanya restrukturisasi menjadi alasan kenapa penjualan mobil anjlok signifikan.

Kenaikan keyakinan konsumen di bulan Juni lebih diakibatkan oleh membaiknya ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Hal ini tercermin dari kenaikan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) bulan Juni yang meningkat menjadi 121,8 dari sebelumnya 104,9. 

Semua pos pembentuk sub-indeks ini mengalami kenaikan mulai dari ekspektasi pendapatan, ketersediaan lapangan kerja hingga sektor dunia usaha. 

Membaiknya optimisme konsumen terutama disebabkan oleh menguatnya ekspektasi konsumen terhadap perkiraan kondisi ekonomi pada 6 bulan mendatang, seiring dengan prakiraan meredanya pandemi COVID-19 di Indonesia.

Penguatan di sisi ekspektasi terutama ditopang oleh prakiraan ekspansi kegiatan usaha yang meningkat pada 6 bulan mendatang.

Relaksasi pajak, restrukturisasi kredit, penurunan suku bunga acuan hingga injeksi likuiditas perbankan melalui skema penurunan GWM hingga penempatan dana oleh pemerintah diharapkan mampu mendorong ekspansi dunia usaha. 

Ketika dunia usaha berekspansi, maka kebutuhan akan tenaga kerja bisa membaik. Namun juga harus melihat sektor dan dampak pandemi Covid-19 yang cenderung membawa disrupsi dan dorongan untuk melakukan transformasi digital. 

Sehingga jika kapabilitas tenaga kerja tidak sesuai dengan permintaan pasar pasca pandemi Covid-19, maka serapan tenaga kerja bisa kurang optimal. Hal ini perlu diwaspadai betul mengingat komposisi tenaga kerja RI didominasi oleh pekerja di sektor non-formal. 

Permasalahan struktural ini menjadi tantangan bagi pemerintah. Menggerakkan sektor yang labour intensive diharapkan mampu menyerap tenaga kerja sehingga dapat mendongkrak daya beli masyarakat serta optimisme konsumen. 

Namun di sisi lain, meski daya beli masyarakat sudah terdongkrak ada beberapa sektor yang sepertinya akan pulih lebih lama dari sektor lain. Masih mengacu pada survei McKinsey & Company, mayoritas responden mengatakan akan mengurangi kegiatan seperti pergi ke tempat hiburan hingga traveling ke luar negeri.

Tantangan lain yang juga dihadapi oleh Negara Indonesia adalah periode pandemi yang tak berkesudahan. Sampai saat ini kurva epidemiologi Indonesia masih belum menunjukkan adanya tanda puncak wabah yang terlihat. 

Kurva belum melengkung ke bawah. Puncak masih tak terlihat. Kasus cenderung berfluktuasi meningkat. Jika tak segera membaik dan roda ekonomi masih melaju dengan lambat, optimisme konsumen belum bisa terdongkrak tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular