
Bos Pertamina Ungkap Bahaya di Balik Deal Dengan Aramco

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) telah membatalkan kerja sama dengan perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco. Rencana kerja sama tersebut rencananya dilakukan untuk peningkatan kapasitas kilang Cilacap milik Pertamina.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan kerja sama dengan Aramco ini berbahaya jika dilanjutkan lantaran menurunkan nilai aset dari Pertamina karena kerja sama ini menggunakan nilai valuasi yang lebih rendah ketimbang dengan valuasi aset saat ini.
"Jadi permasalahannya dari perbedaan valuasi. Bagaimana valuasi menilai dari eksisting kilang Cilacap ini ada perbedaan harga US$ 1,1 miliar. Itu kalau dibandingkan dengan nilai buku, itu kan aset BUMN," kata Nicke.
"Jadi itu tidak mungkin kita bisa lepas karena di bawah nilai buku yang angkanya sebesar itu tentu akan bahaya. Oleh karena itu kita sepakat untuk tidak sepakat. Jadi kita putus pisah baik-baik di akhir April," lanjutnya.
Untuk menggantikan kerja sama tersebut, kata Nicke, saat ini Pertamina sedang dalam penjajaki dengan dua calon investor untuk menggarap kilang yang sama.
"Ada beberapa lagi yang sedang approach, ya kita akan lakukan proses pemilihan lagi. Tapi kemudian tetap kita lakukan juga untuk early work. Karena yang wajib atau mandatory kita lakukan adalah meningkatkan dari (kualitas BBM) dari euro 2 ke euro minimum euro 4 lah. Itu yang bisa diterima dari lingkungan," katanya.
Adapun kerja sama dengan Aramco ini telah direnakan sejak 2014 silam. Proyek ini ditujukan untuk peningkatan kapasitas Kilang Cilacap dari 348 ribu barel ke 400 ribu barel per hari. Saudi Aramco menjanjikan investasi hingga US$ 6 miliar atau setara Rp 87 triliun saat itu.
Janji investasi yang demikian besar itu juga diimbangi dengan berbagai insentif dari pemerintah, mulai dari tax holiday, lahan, hingga pasokan kilang dari minyak mereka.
Tak hanya kilang Cilacap ini, Pertamina juga tengah menggarap proyek kilang minyak lainnya, yakni kilang Balikpapan. Sedangkan pengembangan kilang Bontang dipastikan tak akan dilaksanakan.
Kilang Balikpapan ini didesain bisa mengolah minyak mentah dari sejumlah negara, tak hanya bergantung dari satu negara seperti Arab Saudi saja. Tujuannya, agar tidak ada negara yang bisa mengatur-atur harga minyak ke Indonesia, karena Indonesia hanya bisa mengolah minyak mentah dari negara tersebut.
Jadi selain membangun kilang, Pertamina juga akan membangun terminal stok minyak mentah (crude), yang nantinya bisa mencampur minyak mentah dari sejumlah negara untuk diolah di kilang.
"Dengan adanya crude terminal ini, kita bisa beli dari negara manapun kita campur nanti. Sesuai dengan kilang. Jadi tidak ada yang kemudian mengatur kita lagi. Karena spesifikasi dari kilang RDMP Balikpapan ini adalah spesifikasi fleksibilitasnya sangat luas, bisa mengolah crude dari negara mana pun," papar dia.
Sementara itu, kilang Bontang yang batal dikembangkan akibat merosotnya permintaan. Pembatalan tersebut juga merupakan konsekuensi dari tidak dilanjutkannya kerja sama dengan perusahaan migas asal Oman, yakni Oman Overseas Oil and Gas (OAG). Kendati demikian, Nicke menyebut Pertamina masih ada kerja sama lain dengan OAG.
"Dengan OOG kan juga mundur juga kan. Jadi ini sesuai demand yang ada. Kita membangun nggak cuma kilang, tapi integrasi juga sama sama petrochemical," pungkasnya.
Kilang Bontang sebelumnya adalah bagian dari enam mega proyek Pertamina yang terdiri dari empat pengembangan kilang eksisting yakni Refinery Development Master Plan (RDMP) serta dua kilang baru Grass Root Refinery (GRR) Tuban dan Bontang.
(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye Aramco, Pertamina Putuskan Bangun Kilang Cilacap Sendiri!
