Wacana Reshuffle Jokowi Bak Bertaruh untuk Leicester City

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 July 2020 07:15
Presiden RI Jokowi (Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo (Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menumpahkan kekesalannya. Dalam sebuah rapat kabinet, Kepala Negara terang-terangan menyebut bahwa ada pembantunya yang masih bekerja biasa-biasa saja di tengah situasi yang sangat tidak biasa akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

"Saya harus ngomong apa adanya. Nggak ada progress yang signifikan, nggak ada. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," tegas Jokowi dalam rapat kabinet pada 18 Juni 2020.


Satu hal yang sangat membuat Jokowi kecewa adalah lambannya realisasi program penanganan pandemi virus corona baik dari aspek kesehatan maupun ekonomi. Di bidang kesehatan, pemerintah menganggarkan stimulus Rp 87,55 triliun. Per akhir Mei, realisasinya baru 1,54%.

Selain aspek kesehatan, pemerintah juga memberi stimulus Rp 203,9 triliun untuk perlindungan sosial. Realisasi per akhir Mei lebih baik yaitu 28,63%.

Kemudian, pemerintah juga memberikan stimulus berupa insentif ke dunia usaha sebesar Rp 120,61 triliun. Penyerapannya juga masih rendah yaitu 6,8%.

stimulusKementerian Keuangan

"Saya lihat masih banyak kita ini yang biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ, ini apa nggak punya perasaan? Suasana ini krisis. Saya lihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beredar akan semakin banyak," tukas Jokowi dalam kesempatan yang sama.


Tidak hanya di sisi ekonomi, Jokowi juga menaruh perhatian terhadap perkembangan penyebaran kasus corona. Eks Gubernur DKI Jakarta itu menekankan bahwa membuka kembali keran aktivitas masyarakat memang penting untuk menggerakkan kembali roda perekonomian. Namun hal itu tidak boleh dilakukan tanpa pertimbangan aspek kesehatan.

"Jadi gas dan rem betul-betul diatur, jangan sampai melonggarkan tanpa kendali rem sehingga ekonomi bagus tapi Covid-19 naik. Bukan itu yang kita inginkan," kata Jokowi dalam kunjungan kerja di Jawa Tengah, akhir bulan lalu.

Sebagai informasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan jumlah pasien positif corona per 2 Juli 2020 adalah 59.394 orang. Bertambah 1.624 orang (2,81%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Penambahan pasien yang mencapai 1.624 orang dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus perdana pada awal Maret. Sementara dari sisi persentase, laju 2,81% adalah yang tercepat sejak 18 Juni.



Kalau melihat perkembangan penanganan pandemi virus corona di Tanah Air yang begitu rupa, baik dari aspek kesehatan maupun ekonomi, wajar Jokowi kecewa. Seperti pelatih sepakbola yang kecewa dengan permainan anak asuhnya, mungkin sudah saatnya memasukkan pemain pengganti untuk mengubah hasil pertandingan.

Akan tetapi, pergantian pemain, eh menteri, tidak menjamin ada perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan ada kemungkinan langkah penanganan pandemi dimulai dari nol lagi karena perubahan kebijakan di pucuk pimpinan kementerian/lembaga negara.

Ketika terjadi perubahan arah kebijakan, maka penanganan pandemi bukannya mengalami percepatan tetapi bisa menuju perlambatan. Tentu butuh adaptasi dan serangkaian regulasi untuk menampung perubahan tersebut. Proses ini saja sudah memakan waktu, belum menghitung implementasi di lapangan.

Seperti yang sering disebut para pemimpin dunia, pandemi virus corona adalah bencana yang unprecedented. Pandemi terakhir yang menyerang dunia adalah wabah flu Spanyol pada awal abad ke-20. Mungkin belum ada pemimpin dunia yang sudah lahir dan merasakan dahsyatnya wabah yang menghilangkan nyawa ratusan juta orang tersebut.

Sebenarnya kita semua meraba-raba. Tidak ada yang tahu pasti seperti apa kebijakan yang paling tepat dalam menangani pandemi virus corona, karena memang belum ada yang punya bekal pengalaman. Setiap kebijakan pasti akan melalui tahap trial and error. Coba satu kebijakan, kalau gagal ya cari yang lain.

Proses coba-coba itu akan semakin berat kalau terjadi pergantian pimpinan. Ketidakpastian akan semakin tinggi, dan bukan tidak mungkin menjadi penghalang dalam upaya percepatan penanganan.

Jadi, reshuffle kabinet mungkin punya peluang 50-50. Probabilitas berhasil dan gagal bisa jadi sama besarnya.

Ibarat sepakbola, reshuffle kabinet sama dengan bertaruh ke Leicester City. Tim asuhan Manajer Brendan Rodgers itu menang 16 kali dalam 32 laga di Liga Primer Inggris musim 2019/2020. Persentase kemenangannya 50%.

Kemudian persentase kemungkinan gol dari sebuah peluang (expected goals/xG) Si Rubah adalah 50,3%. Anda boleh berharap setengah dari peluang yang diciptakan Jamie Vardy dan kolega akan berbuah skor.

Ketika Anda bertaruh ke Leicester City, peluang cuan adalah 50%. Peluang 50% memang tidak buruk, tetapi juga tidak bisa dibilang bagus.

Adalah keputusan Bapak Presiden apakah bersedia atau tidak mengambil peluang tersebut...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular