
Duh! 1 Orang Tewas Saat Demo #BlackLivesMatter di Kentucky AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Satu orang terbunuh dan seorang lainnya terluka akibat penembakan saat demonstrasi Black Lives Matter di negara bagian Kentucky, Amerika Serikat (AS), Minggu (28/6/2020).
Dilansir dari AFP, insiden itu terjadi Jefferson Square Park, Louisville, tempat para demonstran berkumpul selama berminggu-minggu atas pembunuhan tenaga medis perempuan ras Afrika-Amerika Breonna Taylor. Laporan atas penembakan itu diterima polisi setempat pada Sabtu (27/6/2020) pukul 21.00 waktu AS.
"Panggilan kemudian datang, personel kepolisian yang berada di taman melakukan tindakan penyelamatan nyawa pada seorang pria yang akhirnya meninggal di tempat kejadian," kata pernyataan polisi setempat via akun Twitter resmi.
Hingga kini belum jelas apakah ada lebih dari satu penembak yang beraksi. Pihak berwenang belum merilis perincian terkait korban.
Wali Kota Louisville Greg Fischer mengaku sedih dengan peristiwa itu. Sebelum penembakan itu, Fischer telah mendesak para pengunjuk rasa untuk menjauh dari taman. Bahkan, surat kabar lokal, Louisville Courier Journal, melaporkan aparat bersenjata berencana menghadapi para demonstran.
Protes di kota tersebut yang menyerukan Black Lives Matter tidak lepas dari penembakan hingga delapan kali terhadap Breonna Taylor. Awalnya, Breonna dicurigai memiliki narkoba di apartemen. Namun, barang haram itu tidak pernah ditemukan.
Media lokal melaporkan polisi melakukan aksi penggeledahan tanpa mengetuk, melakukan penyergapan dengan masuk ke dalam rumah tanpa peringatan terlebih dulu. Namun polisi membantah tudingan tersebut, meski keluarga dan tetangganya menyatakan sebaliknya.
Kasus ini membantu memicu gelombang kemarahan baru di AS atas ketidakadilan rasial dan kebrutalan polisi. Sebelumnya, demonstrasi di AS terjadi secara masif lantaran kematian George Floyd.
Floyd adalah seorang pria kulit hitam berusia 46 tahun. Ia tewas karena tindakan oknum polisi Minneapolis yang menahannya, Mei lalu. Ia meninggal saat hendak ditangkap. Kematiannya justru membuat semangat anti rasisme di AS menyebar.
Tragedi ini, tulis AFP, bermula saat Floyd ditangkap karena diduga melakukan transaksi memakai uang palsu. Uang yang ia gunakan senilai US$ 20 (Rp 292 ribu). Laporan itu disampaikan pada 25 Mei siang, ketika Floyd membeli sebungkus rokok dari sebuah toko kelontong, Cup Foods. Pegawai toko melapor ke polisi karena meyakini uang tersebut palsu.
Dalam laporan ke 911 sekitar pukul 20.00 itu, sang pegawai mengaku gerak-gerik Floyd mencurigakan. Dalam transkrip percakapan yang dirilis otoritas setempat, ia meminta Floyd mengembalikan rokok yang dibeli namun ditolak.
Ia bahkan menilai Floyd tengah mabuk dan tidak menguasai diri. Tak lama setelahnya, sekitar pukul 20.08, polisi datang ke tempat kejadian dan menghampiri Floyd yang duduk di ujung luar toko.
Dalam sebuah video yang menjadi viral, saat penangkapan terjadi, sang polisi bernama Derek Chauvin menekan leher Floyd dengan lututnya. Padahal ia dalam keadaan sedang diborgol dan menelungkup di pinggir jalan, selama kurang lebih tujuh menit.
Dalam video itu terlihat floyd berkali-kali merintih kesakitan dan mengaku sulit bernafas. Floyd bahkan sempat menangis dan memanggil ibunya sesaat sebelum tewas.
"Lututmu di leherku. Aku tidak bisa bernapas... Mama. Mama," ujar George diiringi dengan rintihan sebelum tewas.
Beberapa masyarakat yang berada di lokasi kejadian meminta Chauvin untuk melepaskan lututnya dari leher Floyd. Sayangnya permintaan tersebut tidak diindahkan.
Saat Floyd tidak lagi bergerak dan merintih, ia langsung dibawa ke rumah sakit dengan mobil ambulan. Sesampainya di rumah sakit Hennepin County Medical Center, ia dinyatakan meninggal dunia.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eks Polisi Pembunuh George Flyod Dijatuhi Denda Rp 17,5M