Ramai-ramai Prediksi Resesi Dunia, Siapa yang Paling "Seram"?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 June 2020 10:45
[DALAM] Resesi
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) merubah arah perekonomian dunia di tahun ini. Pada bulan Januari lalu, optimisme akan pertumbuhan ekonomi yang membaik muncul setelah Amerika Serikat (AS) dan China mencapai kesepakatan dagang fase I, sekaligus mengakhiri perang dagang kedua negara.

Pada tahun lalu, perekonomian global tertekan akibat perang dagang kedua negara. Maklum saja, AS dan China merupakan 2 raksasa ekonomi dunia, ketika arus perdagangan antara kedua negara tersendat, jalur supply-demand dari negara-negara lainnya ke dan dari AS & China menjadi tersendat juga.

Dengan selesainya perang dagang AS-China, harapan akan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di tahun ini pun semakin membuncah.

Tetapi semua buyar setelah virus corona menyerang dunia. Harapan akan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari 2019 lalu pun sirna. Jangan kan tumbuh lebih tinggi, perekonomian global masih bisa tumbuh saja sudah sangat bagus.

Virus corona kini sudah menjangkiti lebih dari 10 juta orang diseluruh dunia, dengan Amerika Serikat menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak.
Berdasarkan data Worldometers, jumlah kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di dunia saat ini sebanyak 10.081.522 orang, sementara di AS jumlah kasus tercatat sebanyak 2.596.537 orang.

Akibat pandemi tersebut, banyak negara menerapkan kebijakan social distancing, dan karantina wilayah (lockdown), sehingga roda perekonomian melambat bahkan nyaris terhenti. Akibatnya pertumbuhan ekonomi global nyungsep.

Saat harapan akan perekonomian bisa bangkit setelah banyak negara melonggarkan lockdown dan memutar kembali perekonomian, kini dunia kembali dibuat cemas akan risiko penyebaran virus corona gelombang kedua. Negara-negara di Asia dan Eropa mengalami penambahan kasus Covid-19 setelah melonggarkan lockdown. Amerika Serikat yang paling menjadi sorotan, penambahan kasus per hari bahkan mencetak rekor tertinggi beberapa kali di pekan ini.

Semua institusi kini memproyeksikan perekonomian global akan terkontraksi atau tumbuh negatif di tahun ini.

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) di bulan ini kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.

Dalam rilis terbarunya yang berjudul A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery, IMF memprediksi perekonomian global di tahun ini akan berkontraksi atau minus 4,9% lebih dalam ketimbang proyeksi yang diberikan pada bulan April lalu minus 3%.

"Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang negatif pada paruh pertama 2020 daripada yang diperkirakan," tulis lembaga itu, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (25/6/2020).

Di negara dengan tingkat penularan Covid-19 dengan tren menurun, pemulihan ekonomi masih akan lambat karena aturan social distancing yang diberlakukan, dan akan berpengaruh hingga semester II-2020.

Sementara di negara yang masih berjuang menghadapi pandemi, lockdwon akan terjadi lebih lama, sehingga pemulihan ekonomi pun akan memerlukan waktu yang lebih lama.

Nyaris semua negara, dari negara maju hingga negara berkembang diramal akan mengalami kontraksi ekonomi. Secara umum, perekonomian negara maju akan minus 8%. Sementara itu, dari negara berkembang secara umum diramal minus 3%, tetapi perekonomian China diprediksi masih bisa tumbuh 1%.

Proyeksi dari IMF tersebut masih lebih baik dari Bank Dunia (World Bank). Dalam rilis Global Economic Prospects. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini -5,2%, yang akan menjadi resesi tercuram dalam delapan dekade terakhir.

Tidak sampai disana, Bank Dunia memprediksi kontraksi ekonomi bisa lebih buruk lagi, mengingat tingginya ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 dapat dihentikan.

Semakin lama virus corona "menyerang" maka membutuhkan waktu lama untuk memutar kembali roda perekonomian. Dengan kondisi seperti itu, Bank Dunia memprediksi perekonomian global akan -8% di 2020.

Kabar baiknya, di tahun depan perekonomian diprediksi akan tumbuh 4,2%, cukup tinggi karena low base effect di tahun ini. Bank Dunia juga memlihat perekonomian global tidak akan mencapai tingkat pertumbuhan seperti sebelum pandemi Covid-19 dalam waktu dekat.

Sama dengan Bank Dunia, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Co-operation dan Development/OECD) juga memberikan 2 skenario pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Skenario pertama jika pandemi Covid-19 gelombang kedua berhasil dihindari, maka perekonomian global diprediksi -6% di tahun ini. Prediksi OECD tersebut menjadi yang paling "seram" untuk tahun ini.

Sementara jika pandemi Covid-19 gelombang kedua sampai memicu lockdown lagi di beberapa negara, maka pertumbuhan ekonomi global tahun di ramal minus 7,6%.

Harapan perekonomian akan bisa bangkit masih belum pupus, masih ada peluang perekonomian akan bangkit lebih cepat dari prediksi. Maklum saja, pandemi seperti saat ini belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga bagaimana respon perekonomian saat lockdown mulai dilonggarkan juga masih dipenuhi ketidakpastian.

Tanda-tanda kebangkitan ekonomi terlihat dari Benua Biru pekan ini, khususnya di zona euro, yang terlihat dari data aktivitas bisnis (manufaktur dan jasa).
Markit hari ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) kedua sektor tersebut yang menunjukkan peningkatan lebih besar dari prediksi.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atas 50 berarti ekspansi.

Prancis menjadi negara yang paling mengejutkan, PMI manufaktur dan jasa kembali menunjukkan ekspansi. PMI manufaktur dirilis sebesar 52,1 di bulan ini, dari bulan Mei 40,6. Rilis tersebut lebih tinggi dari prediksi di Forex Factory sebesar 46,1, dan menjadi ekspansi pertama dalam 5 bulan terakhir.
PMI sektor jasa dilaporkan sebesar 50,3 lebih tinggi dari prediksi 44,9.

Jerman, negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa juga membukukan kenaikan PMI manufaktur dan jasa masing-masing menjadi 44,6 dan 45,8, meski masih berkontraksi tetapi lebih tinggi dari prediksi 41,5 dan 41,7.

Kemudian zona euro secara keseluruhan, PMI manufaktur dilaporkan sebesar 46,9 lebih tinggi dari prediksi 43,8, dan PMI jasa sebesar 47,3 jauh lebih tinggi dari prediksi 40,5.

Data PMI tersebut mengingatkan PMI manufaktur China yang juga langsung berekspansi ketika kebijakan lockdown dilonggarkan. Sehingga memunculkan harapan jika perekonomian zona euro akan segera bangkit setelah merosot tajam akibat pandemi Covid-19, atau membentuk kurva v-shape.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular