Kasus Corona RI Melesat 70%, Tapi Puncaknya Belum Kelihatan

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
23 June 2020 19:47
Perayaan Hari Raya Idul Fitri 1441 H, terasa berbeda dengan hari-hari biasanya.

Tahun kemarin, perayaan Idul Fitri sangatlah indah sekali.

Mulai dari salat id di masjid ataupun lapangan, kemudian berkumpul dengan saudara, mudik lebaran, bersilaturahmi keliling desa, dan berlibur di tempat-tempat wisata yang masih hits.

Namun, di tahun ini hal-hal semacam itu tidak bisa dirasakan karena pendemi virus corona atau Covid-19.  

Adanya virus corona, semua aktivitas masyarakat dibatasi.

Seperti, karantina mandiri lewat imbauan di rumah saja, penutupan rumah ibadah, adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), larangan mudik, hingga imbauan pelaksanaan salat id di rumah.

Bahkan lebaran kali ini hanya bisa bercengkrama melalui sambungan telepon.

Walaupun ada imbauan tersebut, beberapa masyarakat tetap menggelar salat id namun harus mematuhi protokol kesehatan.

Pantauan CNBC Indonesia, belasan warga Komplek DPR 3, Meruya Selatan, Jakarta Barat. tetap melaksanakan salat id di musala setempat, Minggu (24/5/2020) pagi.

Salat Id dilaksanakan pada pukul 06.30 WIB, namun warga telah berdatangan ke musala sejak pukul 06.00 WIB. 

Selesai Shalat Id tidak ada warga yang bersamalaman dan hanya mengucapkan selamat Idul Fitri. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Salat Idul Fitri 1441 H (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelonggaran kebijakan PSBB meningkatkan pergerakan masyarakat, imbasnya jumlah pasien COVID-19 di Indonesia melonjak hampir 70% dalam 19 hari terakhir.

Berdasarkan data dari BNP Selasa (23/06/2020) jumlah kasus positif di Indonesia sebanyak 47.896 kasus, sementara pada Kamis (4/06/2020) jumlah kasus masih 28.818.

Penambahan kasus pasien corona setiap harinya secara nasional bertambah 1.000 orang dan Jakarta mencatatkan total kasus tertinggi sebanyak 10.250 orang. Bahkan, data Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kasus positif di Jakarta bertambah 30% sejak masa PSBB Transisi dimulai, dari 7.690 kasus menjadi 10.250 kasus dalam 19 hari.

Juru Bicara Pemerintah, Achmad Yurianto mengatakan mengatakan protokol kesehatan tidak lagi dimaknai sebagai upaya pemerintah mengendalikan COVID-19, tetapi upaya orang per orang agar tidak tertular dan berpartisipasi mengendalikan Corona.

"Tidak harus diancam sanksi dan seharusnya bukan harus karena keterpaksaan," katanya saat video conference di Graha BNPB Jakarta, Selasa (23/6/2020).


Sebagai informasi, hingga saat ini Gugus Tugas Percepatan Penangan COVID-19 mencatat hanya dua provinsi dan tiga kabupaten kota yang masih menetapkan PSBB. Untuk DKI Jakarta pun PSBB yang dilakukan saat ini merupakan bentuk transisi untuk memasuki masa new normal yang di mulai pada 5 Juni sampai 2 Juli 2020.

Di masa transisi seperti Jakarta masyarakat hampir bisa berkegiatan normal, karena berbagai pusat perbelanjaan sudah dibuka dan transportasi umum pun mulai diperbanyak. Kondisi jalanan pun sudah mulai macet seperti masa sebelum PSBB dimulai

Selanjutnya Jawa Barat yang memutuskan memperpanjang PSBB di lima daerahnya hingga 26 Juni dan lima daerah Bodebek mengikuti Jakarta hingga 2 Juli 2020. PSBB Surabaya pun sudah dilonggarkan sejak 9 Juni 2020, dan selesai 22 Juni dan tidak dilanjutkan lagi.

Padahal Surabaya masih termasuk pada zona merah atau yang berisiko tinggi. Kemudian, Gresik, Mojokerto, Pasuran, Sidoarjo, dan Situbondo dan Jombang juga masih zona merah di Jawa Timur.

Selain itu, provinsi kedua dengan penambahan kasus tercepat yakni Jawa Timur yang dalam 19 hari kasusnya naik 80%. Pada 4 Juni 2020, total kasus di Jatim masih 5.408 orang, sementara pada 23 Juni 2020 total kasusnya hampir menembus 10.000 kasus atau sebanyak 10.115 orang, hampir menyalip Jakarta.

Jika dilihat dari masa PSBB Transisi Surabaya pada 9 Juni, lonjakan kasus positif di Jawa Timur mencapai lebih dari 50% hingga hari ini.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Sulap Lapangan Bola Jadi RS Covid-19 Super Lengkap

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular