
Sikat 2 Tambang Asing & Aksi Hebat Bin Mantap Jokowi Lainnnya

Stunting dan Pendidikan
Pemerintah berhasil menurunkan prevalensi stunting di Indonesia dari 37,2% di tahun 2013 menjadi 30,8% di tahun 2018. Artinya prevalensi stunting di Indonesia turun 6,4 persentase poin dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pencapaian ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memerangi stunting sebagai indikator gizi buruk untuk anak-anak Indonesia.
Sektor pendidikan pemerintah juga berhasil meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas 15 tahun. Pada tahun 2013, rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas 15 tahun adalah 8,1 tahun. Ketika target pemerintah tercapai maka naik menjadi 8,8 tahun.
Dwelling Time dan Rasio Elektrifikasi
Target dwelling time Indonesia kembali menurun. Perlu diketahui pada tahun 2013, dwelling time Indonesia mencapai 6-7 hari. Pada 2019 dwelling time di Indonesia di targetkan berada di kisaran 3-4 hari. Hingga Maret 2019, dwelling time di Indonesia sudah berada di 3,9 hari. Tentu perbaikan supaya dwelling time jadi 3 hari masih perlu dilakukan, karena pada dasarnya lamanya dwelling time membuat waktu mobilitas barang menjadi tidak efisien.
Rasio elektrifikasi di Indonesia terus membaik. Pada tahun 2014 rasio elektrifikasi di Indonesia hanya 81,5%. Target rasio elektrifikasi Indonesia di tahun 2019 mencapai 100%. Namun hingga kini rasio elektrifikasi berada di level 96,6%. Selain itu rasio konsumsi listrik juga sudah mencapai target di level 1.200 kwh/orang.
Gagas Ide Pindah Ibu Kota Baru
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta izin kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan dalam pidato kenegaraan di Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI pada Agustus 2019 lalu.
Wacana memindahkan ibu kota tercetus saat Bung Karno berada di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 17 Juli 1957. Saat itu Sukarno mengunjungi kota itu bersama Duta Besar Amerika Serikat Hugh Cumming Jr, Dubes Uni Soviet D. A. Zhukov, serta Sri Sunan Pakubuwono XVII.
Presiden berada di Palangkaraya untuk menancapkan tiang pancang bakal kota itu. Ia sempat berkata bahwa Palangkaraya yang artinya 'Tempat Suci, Mulia dan Agung' itu akan dijadikan Ibu Kota Negara.
Alasan Sukarno memilih Palangkaraya, karena kota tersebut berada di tengah-tengah Indonesia. Selain itu, tanah yang tersedia masih sangat luas. Sukarno juga ingin menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia mampu membangun sebuah kota baru. Bung Karno pun sudah menyiapkan grand design bagi Palangkaraya.
Hal itu bisa dilihat dari desain kota, yang berubah dari rencana semula. Saat dicanangkan pada tahun 1957, desain kota masih sangat sederhana. Namun, wacana ini tak kunjung terealisasi hingga akhir masa pemerintahan Bung Karno.
Gagasan pemindahan ibu kota kembali muncul era pemerintahan Orde Baru tahun 1990-an. Rencananya memindahkan ibu kota ke Jonggol, Bogor, Jawa Barat yang jaraknya 49-50 km dari Jakarta. Namun wacana itu juga tak jelas kelanjutannya. Belakangan wacana itu menjadi permainan para pengusaha dan mafia tanah untuk menaikkan harga tanah di kawasan Jonggol.
Wacana kembali muncul di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2012. Beberapa daerah muncul sebagai alternatif ibu kota negara, yaitu Palembang (Sumatera Selatan), Karawang (Jawa Barat), Sulawesi Selatan dan Palangka Raya (Kalimantan Tengah). Tapi SBY lebih mendorong pengembangan Jakarta sebagai pusat bisnis ekonomi dengan nama The Greater Jakarta.
Akhirnya, pada 29 April 2019, Jokowi dalam rapat terbatasnya memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Rencana ini bukan lagi sekadar wacana karena kajian dari berbagai aspek yang sudah dipertimbangkan dalam 1,5 tahun terakhir menyimpulkan bahwa Indonesia sangat dimungkinkan memindahkan ibu kotanya.