
Lumbung Pangan Dibangun di Kalteng, Jaga-Jaga Krisis Pangan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sedang fokus membangun lumbung pangan atau food estate baru di Kalimantan Tengah (Kalteng) untuk memperkuat ketahanan pangan Indoensia. Hal ini setelah Presiden Jokowi mengingatkan soal ancaman krisis pangan dunia, apalagi FAO juga sudah mewanti-wanti soal ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sudah membahas terkait langkah pemerintah dalam pengembangan lahan. Langkah ini diproyeksikan demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang belakangan sempat terancam akibat menipisnya sejumlah komoditas.
"Security pangan. Bapak Presiden ingin kembangkan food estate, pemerintah merivisi beberapa food estate yang pernah dibuat. Di kalimantan Tengah eks lahan gambut, di Mapi dan Merauke," kata Airlangga dalam diskusi virtual Hipmi, Kamis (18/6).
Airlangga juga menyebut sudah mendiskusikannya dengan tim yang sudah terbentuk. Termasuk Presiden Jokowi disebutnya sudah memberikan instruksi langsung.
"Berkonsentrasi pada satu lokasi yaitu di Kalimantan Tengah (Kalteng), ditargetkan kawasannya sekitar 160 ribu hektare dengan intensifikasi lahan yang udah ada," sebut Ketum Partai Golkar itu.
Proses pengerjaan akan dimulai bertahap, meski masih ada di masa pandemi dan belum jelas kapan bakal berakhir, tapi dijadwalkan tahun ini sudah mulai masuk tahap pengerjaan.
"Nanti akan ekstensifikasi, khusus 2020 disiapkan sebesar 30 ribu hektar, diharapkan dari 30 ribu hektare ini yang selama ini jadi wilayah aluvial dan sudah ditanami ekstra dan hasilnya cukup baik di tanaman hibrida, hasilnya ada yang capai 6 ton per hektar. Sehingga revitalisasi irigasi diharapkan bisa meningkat dan kita punya 1 hamparan yang cukup untuk produksi padi," katanya.
Sebelumnya, Wacana pemerintah untuk membuka ratusan ribu hektare lahan sawah dinilai terlalu ambisius. Apalagi jika melihat sejarah kegagalan proyek food estate di Indonesia seperti di Merauke.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyarankan sebaiknya pemerintah lebih fokus memanfaatkan lahan yang sudah ada dibanding membuka lahan baru. Sebab, lahan yang ada saat ini pun belum maksimal tergarap.
"Justru paling penting tanah-tanah pertanian yang sudah ada diintensifkan produktivitasnya. Rata-rata masih jauh di bawah produksi potensialnya. Jadi lebih baik konsentrasi ke sana," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/5/2020).
Menurut Dwi, jika tujuan pemerintah adalah menyediakan beras dan menghindari defisit pangan, maka memaksimalkan lahan yang sudah ada merupakan langkah paling realistis. Ia yakin angka produktivitas sawah saat ini masih bisa ditingkatkan.
"Bisa 20-25%, masih memungkinkan dari sekarang, sangat memungkinkan," ujar Dwi.
Karena itu, Dwi mengatakan ketimbang menghabiskan anggaran untuk membuka lahan baru, dengan resiko yang juga sangat besar untuk kembali gagal, maka lebih baik dananya dialihkan untuk subsidi petani.
Ia menerangkan, minimnya bantuan pemerintah saat ini membuat petani sulit meningkatkan produksinya meski hanya 1%. Karenanya, dalam empat tahun terakhir angkanya justru selalu menurun.
"Bahkan produksi padi selama 19 tahun terakhir praktis nggak bergerak. Antara 2001-2019, hampir sama aja tingkat produksinya," kata Dwi.
"Inisiatifnya bukan di pemerintah (cetak sawah), tapi inisiatif petani dengan libatkan jaringan petani. Bukan berarti pemerintah cetak (sawah) udah gitu ditinggalkan. Jadi lebih baik kerja sama dengan jaringan petani yang ada. Jaringan petani progresif," lanjutnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Terancam Krisis Pangan, Produksi Padi Digenjot