
Korea Utara-Selatan: Perang, Baikan, Putus Hubungan

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Korea Utara dan Korea Selatan baru-baru ini memanas lagi setelah sempat membaik selama dua tahun terakhir. Bahkan baru-baru ini Korea Utara meledakkan kantor penghubung kedua negara yang ada di perbatasan.
Lalu, apa sebenarnya penyebab dari kekacauan tersebut dan bagaimana sebenarnya hubungan kedua negara selama ini?
Kedua Korea adalah Musuh
Korea Utara dan Selatan secara teknis adalah musuh dan masih berperang hingga saat ini. Kedua negara terlibat perang saudara sejak tahun 1950. Perang itu sejatinya tidak pernah diakhiri dengan perjanjian damai. Kedua negara hanya melakukan gencatan senjata pada 1953.
Menurut History Extra, perang dimulai pada 25 Juni 1950 dan berakhir dengan gencatan senjata pada 27 Juli 1953.
Selama kedua negara berperang, Korea Utara bersekutu dengan China sementara Korea Selatan bersekutu dengan Amerika Serikat (AS).
Deklarasi Panmunjom
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menggelar Pertemuan Puncak Inter-Korea di "Rumah Perdamaian" di Panmunjom pada tanggal 27 April, 2018.
Pada saat itu kedua pemimpin menandatangani Deklarasi Panmunjom. Kedua pemimpin saat itu dengan sungguh-sungguh menyatakan di hadapan 80 juta orang Korea dan seluruh dunia bahwa tidak akan ada lagi perang dan era baru perdamaian telah dimulai di semenanjung Korea.
Kedua Korea juga mengatakan akan mengupayakan "denuklirisasi lengkap" di semenanjung. "Korea Selatan dan Korea Utara menegaskan tujuan bersama untuk mewujudkan, melalui denuklirisasi lengkap, semenanjung Korea yang bebas nuklir," kata perjanjian itu, sebagaimana dilaporkan The Guardian. "Korea Selatan dan Korea Utara berbagi pandangan bahwa langkah-langkah yang diprakarsai oleh Korea Utara sangat berarti dan penting untuk denuklirisasi semenanjung Korea, dan setuju untuk menjalankan peran dan tanggung jawab masing-masing dalam hal ini."
Pada saat itu para pemimpin juga berjanji untuk mengupayakan perundingan dengan AS dan China, untuk secara resmi mengakhiri Perang Korea 1950-1953 dengan perjanjian damai untuk menggantikan gencatan senjata.
Pertemuan Kim dan Moon itu merupakan pertemuan pertama pemimpin kedua Korea dalam lebih dari satu dekade. Pasca pertemuan, Kim dan Moon sepakat untuk menjalin komunikasi secara teratur melalui telepon dan bertemu lebih sering.
Mereka juga berjanji untuk bekerja lebih dekat pada sejumlah masalah bilateral, termasuk menyatukan kembali keluarga-keluarga yang terpisah oleh Perang Korea dan meningkatkan jaringan transportasi lintas perbatasan.
Sejak disepakatinya Deklarasi Panmunjom, kedua negara juga setuju untuk menangguhkan semua siaran propaganda pengeras suara dan membongkar peralatan penyiaran. Mereka juga akan berhenti mengirim selebaran propaganda melintasi perbatasan.
"Kami berharap kami tidak akan mengulangi kesalahan masa lalu. Saya berharap ini akan menjadi kesempatan bagi rakyat Korea untuk bergerak bebas dari Utara ke Selatan. Kita perlu bertanggung jawab atas sejarah kita sendiri." kata Kim pada saat itu.
"Kami telah menunggu hari ini untuk waktu yang sangat lama. Kita terikat oleh darah dan tidak dapat dipisahkan - kita adalah negara yang sama, orang yang sama, dan tidak boleh dipisahkan oleh permusuhan.
"Kami berharap kami dapat membuka jalan baru menuju masa depan yang baru, dan itulah mengapa saya melewati garis demarkasi hari ini. Kami berharap untuk era baru perdamaian, dan kami telah menegaskan kembali komitmen kami untuk itu."
Alasan Kedua Korea Kembali Panas
Ketegangan antara Utara dan Selatan kembali memanas sejak awal Juni. Di mana pada 4 Juni lalu adik perempuan Kim Jong-Un, Kim Yo-Jong, melayangkan ancaman ke Korea Selatan. Ancaman itu adalah untuk memutus hubungan kedua Korea.
Ancaman tersebut dilontarkan setelah pihak Korea Utara menganggap Korea Selatan tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan gerakan pembelot anti- Korea Utara, sebagaimana ditulis The Korea Herald dari Yonhap.
Para pembelot dan aktivis telah mengirimkan selebaran yang berisi pesan-pesan kritis soal Kim Jong Un dan hal-hal terkait pelanggaran hak asasi manusia ke perbatasan kedua Korea. Mereka juga sering mengirimkan makanan, uang kertas US$ 1, radio mini dan stik USB yang berisi drama dan berita Korea Selatan.
Benda-benda itu biasanya dikirim dengan balon agar bisa melewati perbatasan yang dijaga ketat atau dimasukkan ke dalam botol dan dialirkan melalui sungai.
"Pihak berwenang di Korsel akan dipaksa membayar mahal jika mereka membiarkan situasi ini berlanjut sambil membuat banyak alasan," ujar Kim Yo-Jong yang juga adalah Wakil Direktur Departemen Pertama Komite Sentral Partai Buruh Korut, pada saat itu, sebagaimana dilaporkan KCNA.
Pada saat itu Kim Yo-Jong juga mengancam akan membatalkan perjanjian pengurangan ketegangan militer dan menutup proyek kawasan industri bersama.
Kemudian pada 9 Juni, Korea Utara secara resmi mengabarkan telah memutuskan hubungan dengan Korea Selatan. Menurut AFP mengutip media Korut Korean Central News Agency (KCNA), aturan ini berlaku Selasa (9/6/2020) pukul 12.00 waktu setempat.
Hubungan yang terputus mencakup militer, persidangan termasuk jaringan komunikasi antara pemerintah pusat Korut dengan kantor kepresidenan Korsel, Blue House (Rumah Biru).
"Pyongyang sepenuhnya memutuskan dan menutup jalur penghubung antara pihak berwenang dari Utara dan Selatan, yang telah dipertahankan melalui kantor penghubung bersama," tulis media itu.
Tak lama setelah itu, Kim Yo Jong mengeluarkan perintah pada militer negara untuk mengambil tindakan balasan selanjutnya untuk Korea Selatan soal perselisihan tersebut. Di mana setelahnya Staf Umum Tentara Rakyat Korea (KPA) mengatakan telah mempelajari "rencana aksi" untuk memasuki kembali zona demiliterisasi di bawah pakta antar-Korea dan mengubah garis depan menjadi benteng.
Terbaru, pada 16 Juni, Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar Korea di area perbatasan. Fasilitas yang dihancurkan itu dibangun kedua negara pada 2018 untuk memungkinkan kedua Korea menjalin komunikasi untuk pertama kalinya sejak dimulainya Perang Korea 1950-1953.
Sebagai tanggapan atas perselisihan tersebut, Korea Selatan telah mengajak Korut untuk melakukan perundingan. Namun, ajakan itu telah ditolak Korut, sebagaimana dikonfirmasi media negara itu, Rabu.
"Presiden Korea Selatan Moon Jae-in ... ingin menawarkan untuk mengirim penasihat keamanan nasionalnya Chung Eui-yong dan kepala mata-mata Suh Hoon sebagai utusan khusus. Namun Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un dan seorang pejabat senior partai yang berkuasa, dengan tegas menolak proposal yang tidak bijaksana dan menyeramkan itu," kata KCNA, sebagaimana dilaporkan Reuters.
"Moon sangat suka mengirim utusan khusus untuk 'mengatasi krisis' dan sering mengajukan proposal tidak masuk akal, tetapi dia harus memahami dengan jelas bahwa trik seperti itu tidak akan lagi bekerja pada kita.
"Solusi untuk krisis saat ini antara Utara dan Selatan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan sikap tidak bertanggung jawab pihak berwenang Korea Selatan adalah tidak mungkin dan itu dapat dihentikan hanya ketika harga yang pantas dibayarkan."
(res/res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ribut dengan Korsel, Korut Mobilisasi Tentara ke Perbatasan