
Rugi Rp 38 T, PLN Tunggu 'Janji' Pemerintah Bayar Kompensasi

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) sampai saat ini masih menunggu 'janji' pemerintah untuk membayar utang kompensasi sebesar Rp 48 triliun. Piutang pemerintah itu, rencananya akan dibayarkan pada tahun ini.
Hal tersebut dikemukakan oleh Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di gedung DPR, kompleks parlemen, Jakarta.
"Kata-katanya akan dibayar [pemerintah] tahun ini," kata Zulkifli, Rabu (17/6/2020).
Sebagai informasi, piutang pemerintah kepada perusahaan setrum itu merupakan akumulasi di 2018 dan 2019. Rinciannya, utang kompensasi pada 2018 sebesar Rp 23 triliun, sementara utang kompensasi pada 2019 sebesar Rp 25 triliun.
Meskipun pemerintah berencana membayarkan piutangnya pada tahun ini, namun Zulkifli mengatakan bahwa sampai saat ini masih menunggu perkembangan. Bahkan, belum diketahui kapan piutang tersebut dibayarkan.
"Sampai saat ini kami menunggu pembayaran dari pemerintah terkait dana kompensasi tersebut," katanya.
Beban yang dipikul PLN pun saat ini cukup berat lantaran harus membayar kewajiban utang dalam bentuk valuta asing di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Beban berat PLN pun sudah terlihat dari laporan keuangan perusahaan pada kuartal pertama tahun ini. Berdasarkan laporan keuangan PLN, perusahaan mengalami kerugian Rp 38,8 triliun karena adanya selisih kurs yang wajib dicatat.
Ia menjelaskan secara gamblang kenapa perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Salah satu faktor utamanya, yaitu karena kurs yang melemah.
"Perlu kami sampaikan akhir Maret 2020 terjadi pelemahan nilai tukar terhadap mata uang asing akibat sentimen negatif dan lain-lain," kata Zulkifli di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Zulkifli menjelaskan bahwa nilai tukar rupiah kala itu sempat menyentuh level Rp 16.367/US$. Maka berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 10, Zulkifli mengatakan perusahaan berkewajiban mencatat selisih kurs.
"Itu adalah rugi accounting akibat selisih kurs," katanya.
Kendati mengalami kerugian yang cukup besar, Zulkifli menegaskan bahwa kinerja keuangan perusahaan masih cukup baik karena mampu membukukan laba Rp 72,7 triliun dari sebelumnya Rp 68,91 triliun.
(gus)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Kucurkan Rp 3 T Untuk Insentif Biaya Listrik