Penjualan Mobil Anjlok 95%, Lebih Parah dari Krisis 1998

Saat pandemi merebak dan pendapatan masyarakat tergerus maka ada potensi peningkatan kredit macet (NPL & NPF). Masyarakat juga menjadi 'less creditworthy' sehingga bank dan perusahaan pembiayaan akan semakin selektif dalam menyalurkan kreditnya terutama untuk sektor konsumen.
Mobil merupakan salah satu jenis durable goods yang biayanya termasuk mahal. Banyak konsumen yang membeli mobil secara kredit. Saat wabah bank dan perusahaan leasing lebih fokus pada restrukturisasi kredit.
Dalam merespons kondisi genting seperti ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan paket kebijakan yang salah satunya untuk menjaga fundamental sektor riil dengan memberikan penundaan dan atau keringanan pembayaran angsuran melalui program restrukturisasi kredit/pembiayaan leasing dengan jangka waktu 1 tahun.
Imbauan lain yang diberikan OJK adalah tidak menggunakan debt collector untuk sementara waktu dan kebijakan ini berlaku untuk kurun waktu 1 tahun.
OJK mencatat jumlah restrukturisasi pembiayaan yang disetujui dilakukan perusahaan pembiayaan (multifinance/leasing) kepada nasabahnya sudah mencapai Rp 43,18 triliun yang terdiri dari 1,32 juta debitur leasing. Ini merupakan restrukturisasi pembiayaan yang berlaku selama pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan jumlah tersebut berdasarkan data yang disampaikan per 8 Mei 2020.
"Perusahaan pembiayaan sampai 8 Mei 2020, kontrak restrukturisasi yang disetujui 1,328 juta debitur atau lengkapnya 1.328.096 debitur senilai Rp 43,18 triliun. Kontrak dalam proses 743.785 debitur," kata Wimboh dalam konferensi pers virtual bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (11/5/2020).
Penjualan mobil akan rebound jika wabah sudah mulai mencapai puncak dan roda ekonomi kembali dipacu. Namun seberapa besar rebound jelas tergantung dari banyak hal terutama terkait seberapa besar dampak pandemi terhadap perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)