Penjualan Mobil Anjlok 95%, Lebih Parah dari Krisis 1998

Jakarta, CNBC Indonesia - Merebaknya pandemi corona di Indonesia telah menyebabkan sektor riil Tanah Air terpuruk. Penjualan mobil baik ritel maupun wholesale mengalami kontraksi yang sangat dalam bahkan terparah sejak krisis moneter (krismon) 1998.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mencatat volume penjualan mobil (wholesale) bulan Mei hanya sebanyak 3.551 unit. Volume penjualan anjlok dibandingkan dengan bulan April sebesar 7.868 unit dan 84.367 unit pada bulan Mei tahun lalu. Artinya penjualan mobil mengalami kontraksi -95,8% (yoy).
Penjualan mobil mengalami kontraksi terparah sepanjang sejarah bahkan melampaui rekor kontraksi sejak krisis moneter 1998. Pada Juni 1998 volume penjualan mobil terkontraksi sebesar -94,71% (yoy).
Penjualan ritel mobil juga mengalami kontraksi yang dalam. GAIKINDO mencatat penjualan ritel mobil pada Mei tahun lalu mencapai 94.111 unit sementara untuk Mei 2020 penjualan ritel mobil hanya sebanyak 17.083 unit. Kontraksi yang tercatat mencapai 81,8% (yoy).
Merebaknya wabah corona membuat berbagai wilayah di Tanah Air menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pembatasan mobilitas publik ini membuat roda perekonomian hampir berhenti berputar.
Pabrik banyak yang tutup atau beroperasi dengan kapasitas lebih rendah. Permintaan terhadap tenaga kerja melemah. Angka pengangguran naik akibat PHK. Daya beli masyarakat pun tergerus.
Keyakinan konsumen anjlok. Pelanggan menjadi pesimistis memandang kondisi ekonomi saat ini. Saat pandemi merebak, konsumen lebih memprioritaskan kebutuhan pokok seperti makanan dan kebutuhan penunjang kesehatan dan cenderung mengesampingkan kebutuhan non-esensial. Hal ini lah yang membuat penjualan mobil terpuruk.
Perusahaan Pembiayaan dan Bank Fokus Pada Restrukturisasi
![]() |
Saat pandemi merebak dan pendapatan masyarakat tergerus maka ada potensi peningkatan kredit macet (NPL & NPF). Masyarakat juga menjadi 'less creditworthy' sehingga bank dan perusahaan pembiayaan akan semakin selektif dalam menyalurkan kreditnya terutama untuk sektor konsumen.
Mobil merupakan salah satu jenis durable goods yang biayanya termasuk mahal. Banyak konsumen yang membeli mobil secara kredit. Saat wabah bank dan perusahaan leasing lebih fokus pada restrukturisasi kredit.
Dalam merespons kondisi genting seperti ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan paket kebijakan yang salah satunya untuk menjaga fundamental sektor riil dengan memberikan penundaan dan atau keringanan pembayaran angsuran melalui program restrukturisasi kredit/pembiayaan leasing dengan jangka waktu 1 tahun.
Imbauan lain yang diberikan OJK adalah tidak menggunakan debt collector untuk sementara waktu dan kebijakan ini berlaku untuk kurun waktu 1 tahun.
OJK mencatat jumlah restrukturisasi pembiayaan yang disetujui dilakukan perusahaan pembiayaan (multifinance/leasing) kepada nasabahnya sudah mencapai Rp 43,18 triliun yang terdiri dari 1,32 juta debitur leasing. Ini merupakan restrukturisasi pembiayaan yang berlaku selama pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan jumlah tersebut berdasarkan data yang disampaikan per 8 Mei 2020.
"Perusahaan pembiayaan sampai 8 Mei 2020, kontrak restrukturisasi yang disetujui 1,328 juta debitur atau lengkapnya 1.328.096 debitur senilai Rp 43,18 triliun. Kontrak dalam proses 743.785 debitur," kata Wimboh dalam konferensi pers virtual bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (11/5/2020).
Penjualan mobil akan rebound jika wabah sudah mulai mencapai puncak dan roda ekonomi kembali dipacu. Namun seberapa besar rebound jelas tergantung dari banyak hal terutama terkait seberapa besar dampak pandemi terhadap perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Live Now! Corona Menyebar, Penjualan Mobil Ambyar
(twg/twg)