
Sri Mulyani Ungkap Kondisi Ekonomi RI Hingga 31 Mei 2020

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tahun 2020 merupakan tahun yang extra ordinary, dengan tantangan dan perubahan. Melihat dinamika itu, pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 diperkirakan mengalami minus 3% hingga minus 6%.
Sri Mulyani mengatakan realisasi ekonomi makro sampai dengan 31 Mei 2020 cukup tertekan, karena adanya dinamika yang terjadi pada kuartal II-2020.
"Kuartal II terkontraksi karena PSBB diberlakukan memberikan kontribusi besar ke pertumbuhan ekonomi, seperti Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan sebagainya. Ini akan mempengaruhi kuartal II-2020 yang kita perkirakan minus 3 sampai 6%," kata Sri Mulyani dalam keterangan pers APBN KiTa, Selasa (16/5/2020).
Sri Mulyani memerinci, sampai dengan 31 Mei 2020, pertumbuhan ekonomi masih tercatat 2,97% seperti realisasi kuartal I-2020. Diketahui realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut lebih rendah dari asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2020. Realisasi itu juga lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 5,07%.
"Dengan munculnya dinamika kuartal II kita akan lihat terjadi yang cukup signifikan. Namun kita berharap terjadi di satu kuartal saja atau kuartal II saja, dan bisa diminimalkan pada kuartal III dan IV," kata eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan.
Sementara realisasi inflasi sampai dengan 31 Mei 2020, Kemenkeu mencatat mencapai 2,19%, yang diklaim Sri Mualyani masih in track dengan target APBN 2020 yang mencapai 3,1%.
Sementara suku bunga SPN 3 bulan tercatat sebesar 3,2% lebih rendah dibandingkan asumsi APBN 2020 yang sebesar 5,4%. Realisasi itu juga lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,8%.
Menurut Sri Mulyani, hal itu tidak membuat imbal hasil atau yield pada Surat Berharga Negara menjadi naik. Kendati demikian saat ini sudah turun mendekati 7%.
Adapun nilai tukar rupiah sampai dengan 31 Mei 2020 bergerka pada kisaran Rp 14.684/US$ atau lebih tinggi dari realisasi APBN 2020 yang mencapai Rp 14.400/US$.
"Atau end of periode Rp 14.733/US$, kemarin sempat mengalami apresiasi cukup bagus," jelas Sri Mulyani.
Harga minyak secara rata-rata sejak Januari sampai 31 Mei 2020, yakni sebesar US$ 41 per barel, lebih rendah dari target APBN 2020 yang sebesar US$ 63 per barel.
Sementara itu, realisasi lifting minyak terbilang masih rendah dibandingkan target APBN 2020, yakni mencapai 710.000 barel per hari. Lebih rendah dari target APBN 2020 yang mencapai 755.000 barel per hari.
Sama dengan realisasi lifting minyak, lifting gas juga masih terbilang rendah yakni 1,03, juta barel setara minyak per hari. Lebih rendah dibandingkan target APBN 2020 yang sebesar 1,2 juta barel setara minyak per hari.
"Lifting minyak dan gas kita masih dibawah asumsi 2020 dan realisasi 2019. Ini suatu kewaspadaan kita dari produksi minyak," jelas Sri Mulyani.
(Cantika Adinda Putri/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Para Sultan Minggir, Sri Mulyani Lebih Tajir