Survei BPS

Walau Indeks Membaik, Tapi Persepsi Anti-Korupsi di RI Turun

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
15 June 2020 11:58
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengumumkan perkembangan ekspor dan impor Mei 2020 (Dok. BPS)
Foto: Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengumumkan perkembangan ekspor dan impor Mei 2020 (Dok. BPS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) di 2020.

BPS melakukan survei terhadap 10.040 rumah tangga dan melakukan wawancara kepada kepala rumah tangga. Atau bisa diwakili oleh anggota rumah tangga berusia 18 tahun ke atas.

Survei ini juga mengukur persepsi atau penilaian masyarakat terhadap berbagai bentuk perilaku dan akar korupsi yang sudah lazim terjadi dan dianggap sebagian masyarakat sebagai hal yang lumrah.

"Korupsi mempunyai dampak luar biasa. Berdampak sistemik," kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin (15/6/2020).

Semakin mendekati 5, masyarakat cenderung semakin anti-korupsi. Sedangkan semakin mendekati nol maka masyarakat cenderung semakin pesimisif terhadap korupsi.

Nah di 2020 ini, Indeks Perilaku Anti-Korupsi tercatat 3,84.

"Masyarakat Indonesia sudah semakin anti-korupsi. Karena mengalami kenaikan dari Indeks pada 2019 yang sebesar 3,70," kata Suhariyanto.

Sebagai acuan, target indeks perilaku anti korupsi di 2020 ditetapkan sebesar 4.00 dan 2024 sebesar 4.14 dari skala 0-5.

Sayangnya ada anomali di 2020. Dimensi persepsi mengalami penurunan. Dari 3,80 menjadi 3,68.

"Dari dimensi persepsi, ada fenomena berbeda. Dimensi persepsi anti-korupsi ini menunjukkan penurunan. Masyarakat semakin pesimisif terhadap korupsi di 2020," kata Suhariyanto.

"Penurunan persepsi ini mencemaskan dari level keluarga, komunitas hingga publik."

Persentase masyarakat di lingkup keluarga ini harus jadi perhatian. Karena menurut Suhariyanto, persentase yang naik ini menunjukkan masyarakat menganggap wajar ada korupsi di keluarga.

Ada 4 komponen yang mengalami kenaikan. Pertama sikap istri.

"Sikap istri yang menerima uang tambahan dari suami di luar penghasilan yang biasa diterima, tanpa mempertanyakan asal uang tersebut. Ada kenaikan dari tahun lalu."

Semakin tinggi persentase ini semakin pesimisif terhadap korupsi.

Sedangkan yang naik atau komponen kedua yakni PNS yang pakai mobil dinas untuk keperluan keluarga. Sedangkan yang ketiga adalah mengambil uang milik anggota keluarga lain tanpa seizin pemiliknya.

"Komponen keempat yang terjadi kenaikan paling tinggi adalah menggunakan barang milik anggota keluarga lain tanpa seizin pemiliknya," kata Suhariyanto.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bayi Kelahiran 2021, Seberapa Besar Peluang Hidupnya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular