Mendag Ungkap Ada Lonjakan Impor, Bagaimana Faktanya?

Lidya Julita Sembiring & Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 June 2020 17:59
A general view of the Tanjung Priok Port in Jakarta, Indonesia April 16, 2018.   REUTERS/Darren Whiteside
Foto: REUTERS/Darren Whiteside

Jakarta,CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengakui adanya lonjakan barang impor belakangan ini. Kondisi ini mengkhawatirkan bagi pelaku usaha dalam negeri yang barangnya harus tersaingi oleh produk-produk jadi impor. Namun, ia berjanji mengatasi impor jika produk dalam negeri terganggu.

"Memang di sini ada beberapa terjadinya lonjakan impor. Aturan kita sudah cukup, tinggal nanti pengawasannya. Apabila ada barang-barang produk lokal terganggu, mungkin harus dilihat lagi, apa barang itu benar-benar sesuai dengan aturan impor barangnya, kalau nggak harus ada tindakan tegas," kata Agus dalam diskusi di Auditorium Utama Kemendag, Kamis (11/6).

Bagaimana data di atas kertas?

Catatan bea cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada April dan Mei, belum menunjukkan adanya lonjakan impor, aktivitas impor masih sangat terdampak pandemi covid-19.

Deni Surjantoro, Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Kantor Pusat DJBC mengatakan impor keseluruhan pada Mei dibandingkan tahun sebelumnya atau yoy turun 42,2%, sedangkan pada April yoy turun 18,58%. Catatan pada Januari-Mei 2020, itu impor tumbuh negatif 14,89%  yoy.

"Tidak pernah positif sejak awal tahun," kata Deni kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/6).

Catatan bea cukai ini memang belum menunjukkan kinerja impor dari bulan ke bulan.

Industri Pilih Barang Bahan Baku Impor

Pengusaha dalam negeri yang justru mengaku membutuhkan bahan baku impor demi mendukung produksinya. Pasalnya, selama ini bahan baku dalam negeri dinilai masih belum kompetitif, salah satunya adalah industri sepatu.

"Sebenarnya kan berlaku persaingan pasar. Kita kan untuk kompetitif harus bisa lebih bagus, lebih murah, dan sebagainya. Tantangannya ketersediaan bahan baku dalam negeri belum mempenuhi untuk daya saing produk kita, mau ngga mau kita harus tetep butuh barang-barang impor," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/6).

Ia mengaku sebenarnya pengusaha tekstil di Indonesia bisa memenuhi kebutuhan untuk industri sepatu, namun harga yang ditawarkan masih mahal. Sehingga sulit bagi produsen sepatu menjual produk akhirnya dengan harga yang lebih kompetitif.

"Karena kita nggak hanya bersaing dengan industri lokal tapi barang-barang impor," sebut Firman.

Selain itu, ada juga kesulitan dalam proses transaksi. Firman mengklaim besaran minimum order yang ditetapkan pelaku usaha dalam negeri sangat besar dan sulit disanggupi. Padahal, kebutuhannya pun tidak banyak dalam rentang waktu lama.

"Ini kan masuk industri fashion, dalam tiga bulan ganti model. Mau nggak mau kebutuhan bahan baku kita dengan model tertentu secara volume kecil, sementara beli bahan baku untuk industri lokal kita minimum order besar, kalo kain kebutuhan 200 yard misal untuk 1 model untuk 1 warna, sementara di industri kita rata-rata minimal order seribu. Jadi ngga pernah match di situ," sebut Firman.

"Mungkin kalau memang harus beli produk lokal, industri tekstil harus didorong lebih kompetitif lagi. Ketika didorong pengkhususan kemudahan bea masuk safeguard untuk kain mereka harus dipacu untuk kompetitif. Kalau nggak, ya mau nggak mau harus ditinggal. Kalau mereka nggak bisa kompetitif juga mungkin dalam dua hingga tiga tahun ya repot," katanya.


(hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Batam Jadi Pintu Masuk Jutaan Paket Barang Impor, Kok Bisa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular