
New Normal Penerbangan Tiba, Nasib Maskapai Seperti Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tetap mempertimbangkan keberlangsungan dari para operator penerbangan agar tetap bisa melayani dengan layak dan memenuhi syarat-syarat kesehatan maupun keselamatan. Saat ini merupakan fase new normal dunia penerbangan, dengan diberikan kelonggaran kabin pesawat bisa diisi 70-100% penumpang dari kapasitas maksimal.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengaku dapat banyak masukan untuk menaikkan tarif penerbangan. Kendati begitu, dia menegaskan, Kemenhub mempertimbangkan sejumlah aspek dalam menetapkan kebijakan.
Di satu sisi, dia memahami kondisi bisnis maskapai tengah terpukul dampak pandemi Covid-19. Karena itu, persoalan tarif ini turut jadi pertimbangan serius oleh Kemenhub.
"Kementerian Perhubungan sendiri kan regulator tidak hanya Kemudian meregulasi dari sisi penumpangnya tetapi juga dari sisi operator-operator dan stakeholder yang lain," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/6/20).
Dia menegaskan, penyelenggaraan angkutan udara tetap harus memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan. Di masa pandemi ini, faktor kesehatan bahkan menjadi syarat wajib yang harus diperhatikan melalui penerapan protokol yang sesuai.
"Kami juga tentu mempertimbangkan bagaimana keberlangsungan dari para operator agar mereka juga tetap bisa melayani dengan layak dan memenuhi syarat-syarat kesehatan maupun keselamatan. Nah ini kan diperlukan kekuatan juga dari pihak operator," katanya.
Karena itu, menurutnya maskapai harus mampu survive demi menjaga aspek kesehatan itu. Namun ada dilema, karena di lain pihak daya beli masyarakat juga ikut terdampak pandemi Covid-19. Lagi-lagi ini juga dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan terkait tarif.
"Namun apakah kemudian akan ada rencana kenaikan tarif, kami juga tentunya harus melihat bahwa saat ini kan masyarakat sendiri sebagai calon pengguna transportasi ini juga sedang dalam kondisi sama-sama juga terkena dampak kan secara ekonomi. Jadi memang belum ada rencana untuk itu," tegasnya.
Sederet fakta tersebut jadi salah satu pertimbangan dalam menambah kapasitas angkut penumpang pesawat dari 50% jadi 70-100%. Kendati begitu, Adita mengakui jika penambahan kapasitas tersebut belum tentu bisa menutup kerugian maskapai dalam beberapa waktu terakhir.
"Pesawat sebenarnya BEP (Break even point) itu ada di angka angka 65% kapasitas, artinya ini sedikit lah, sedikit di atas dari BEP-nya. Tapi kita harus sadari 3 bulan terakhir, mungkin 3-4 bulan terakhir ini kan memang transportasi penerbangan ini memang sudah sangat turun, baik volume maupun traffic-nya sangat turun. Jadi sekarang ini pun kalau pun bisa memenuhi 70% tentu belum bisa menutup secara ekonomi kerugian-kerugian yang sekarang ini dialami oleh airline," tuturnya.
"Jadi ini upaya kami dengan adanya ketetapan baru ini kapasitas bisa naik sehingga setidaknya daya tampung dari penumpang bisa naik. Dengan tarif yang belum bisa kita naikkan itu akhirnya ada satu solusi awal untuk operator transportasi ini," katanya.
(hoi/hoi) Next Article 'Kiamat' Kursi Pesawat Nyata, Maskapai Siapkan Skenario Ini