Internasional

Menggunung, Utang Jepang Tembus Rp 183.000 Triliun

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
10 June 2020 17:08
FILE PHOTO:  U.S. 100 dollar banknotes and Chinese 100 yuan banknotes are seen in this picture illustration in Beijing, China, January 21, 2016. REUTERS/Jason Lee/Illustration/File Photo
Foto: Ilustrasi Mata Uang Yuan dan Dolar AS (REUTERS/Jason Lee)

Jakarta, CNBC IndonesiaJepang telah dikenal sebagai pemimpin global dalam hal menumpuk utang. Bahkan, baru-baru ini negeri tersebut menambah lagi jumlah utangnya sebanyak hampir US$ 2 triliun.

Utang-utang itu digunakan untuk membiayai berbagai paket stimulus untuk meredam dampak yang dibawa wabah virus corona (COVID-19) pada perekonomiannya.

Menurut bank sentral negara itu, Bank of Japan (BoJ), pada akhir 2019 nilai utang Jepang mencapai 1,3 triliun yen atau setara sekitar US$ 12,2 triliun (RP 183.000 triliun/estimasi kurs RP 15.000 per dolar).

Total itu memang hanya lewat sedikit dari setengah jumlah total utang Amerika Serikat (AS) secara absolut. Tetapi angka itu sangat besar jika dibandingkan dengan ukuran ekonomi Jepang, yaitu sekitar 240% dari produk domestik brutonya (PDB). Jepang merupakan ekonomi terbesar ketiga di dunia setelah AS dan China.

Namun demikian, Jepang berhasil mempertahankan imbal hasil obligasi pemerintah di level yang sangat rendah dan memiliki kepercayaan investor yang tinggi sehingga dapat menghindari default atau gagal bayar meski tingkat utangnya sekitar dua setengah kali ukuran ekonominya.

Menurut AFP, utang Jepang mulai membengkak pada 1990-an ketika gelembung keuangan dan real estatnya meledak hingga menimbulkan dampak yang merusak.

Jepang juga perlu berutang untuk menyelesaikan masalah kenaikan biaya perawatan kesehatan dan jaminan sosial akibat populasi yang cepat menua dan juga akibat harus menyuntikkan berbagai paket stimulus untuk menopang perekonomiannya. Utang Jepang pertama kali melampaui 100% dari PDB pada akhir 1990-an.

Angka utangnya naik terus hingga mencapai 200% dari PDB pada 2010 dan sekarang sekitar 240% dari PDB, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).

Angka utang Negeri Sakura bahkan diperkirakan bakal lebih tinggi lagi, yaitu bisa menembus 250% dari PDB karena pada Rabu (10/6/2020) parlemen Jepang baru menyetujui langkah-langkah anti-coronavirus senilai 117 triliun yen.

Namun demikian, masalah utang itu tidak terlalu mengkhawatirkan mengingat Jepang telah menerbitkan obligasi yang dikenal sebagai JGB untuk membiayai utang ini. BoJ yang independen tetapi dalam praktiknya erat mengoordinasikan kebijakan ekonomi dengan pemerintah, menerbitkan obligasi itu dalam skala besar.

BoJ saat ini memiliki daya beli atas obligasi-obligasi itu secara tidak terbatas. Lembaga tersebut memegang lebih dari setengah dari total JGB yang ada. Pembelian tersebut telah menopang harga JGB di pasar utang dan menjaga agar imbal hasil obligasi tetap rendah (harga dan imbal hasil bergerak berlawanan arah).

Ini berarti bahwa pada dasarnya, pemerintah dibiayai oleh bank sentral pada tingkat bunga yang sangat rendah (atau bahkan negatif), membuatnya lebih berkelanjutan.

"Kondisi tingkat bunga sangat rendah yang diciptakan oleh kebijakan moneter yang sangat akomodatif oleh BoJ dapat menjadi salah satu alasan bahwa gunung utang Jepang kurang bermasalah dibandingkan dengan negara-negara dengan utang tinggi di seluruh dunia," kata Takashi Miwa, seorang ekonom di bank Nomura.

Terlebih lagi, JGB sangat menarik bagi investor swasta dan institusional yang tidak mau mengambil risiko. Ini dikarenakan JGB merupakan salah satu aset aman untuk menyimpan uang mereka.

"Sebagian besar kekayaan dipegang oleh para manula yang kurang melek finansial dan memprioritaskan stabilitas daripada imbal hasil," kata Shigeto Nagai, dari Oxford Economics.

"Karena investasi dan peluang pinjaman di dalam negeri terbatas, bank, perusahaan asuransi, dan dana pensiun masih membutuhkan JGB untuk menyimpan sejumlah besar kelebihan tabungan mereka," kata Nagai kepada AFP.

Obligasi tersebut dalam denominasi yen, masih dipandang sebagai tempat yang aman di masa ekonomi yang sulit dan proporsi yang dipegang oleh lembaga asing sangat rendah, sehingga membuat Jepang kurang rentan terhadap tekanan eksternal.

Faktanya, 90% utang dipegang oleh investor Jepang.

Selain alasan-alasan di atas, Jepang juga dikenal sebagai kreditor terbesar di dunia, memegang lebih dari US$ 3 triliun aset bersih dalam cadangan mata uang asing dan investasi langsung di luar negeri.

[Gambas:Video CNBC]


(res) Next Article RI Dapat Utangan Baru dari Jepang Rp 7 T & Hibah Rp 276 M

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular