Surabaya Zona Hitam & 1000 Jurus Agar Tak Jadi "Wuhan" di RI

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
07 June 2020 14:52
Kendaraan Menumpuk di Hari Pertama PSBB Surabaya. detikOto/Esti Widiyana
Foto: Kendaraan Menumpuk di Hari Pertama PSBB Surabaya. detikOto/Esti Widiyana
Jakarta, CNBC Indonesia - Sampai kemarin, Surabaya masih memegang rekor penambahan kasus corona tertinggi di negeri ini. Warna wilayah tersebut pun beda, merah tua hampir menghitam.

Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Surabaya mencatat penambahan kasus baru tertinggi sebanyak 296 kasus, kemarin. Diikuti provinsi DKI Jakarta dengan jumlah positif 104 kasus. 


Jumlah pasien positif virus Corona jenis baru secara nasional juga masih cukup tinggi, mencapai 993 kasus di tengah upaya pemerintah mulai menjalankan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi mulai Senin pekan depan, 8 Juni 2020. 

Sementara itu, data dari Pemprov Jawa Timur menunjukkan, untuk Jawa Timur saja ada sebanyak 5.132 kasus positif Covid-19, artinya lebih dari separuhnya ada di Surabaya. Apa gerangan yang menyebabkan peningkatan jumlah kasus ini begitu tinggi di Kota Pahlawan?


Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, pasien positif Covid-19 di Surabaya sudah mencapai lebih dari 2.000 kasus. Namun, menurutnya, tak serta masuk zona hitam seperti tertera dalam peta.


"Kemudian ada yang tanya, itu (di peta) kok ada yang hitam. Itu bukan hitam tapi merah tua. Seperti Sidoarjo yang angka kasusnya 500 (kasus) sekian merah sekali, kalau angkanya dua ribu sekian (Surabaya) merah tua," ujar Khofifah seperti dikutip CNN Indonesia, Kamis (3/6/2020).

Dengan kondisi ini, pakar mengkhawatirkan Surabaya bisa menjadi Wuhan di Indonesia.



Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Joni Wahyuhadi mengaku khawatir dengan penularan Covid-19 di wilayah Surabaya Raya. Surabaya bahkan disebut berpotensi menjadi Kota Wuhan, China, tempat pertama kali Covid-19 ditemukan dan mewabah.


"65 persen Covid-19 ada di Surabaya Raya. Ini tidak main-main kalau kita tidak hati-hati maka Surabaya bisa jadi Wuhan," kata Joni, di Surabaya, Rabu (27/5/2020) lalu.




Saat itu, Joni sempat mengatakan bahwa pihaknya memang tengah fokus menurunkan tingkat penularan Covid-19, terutama di Surabaya yang saat ini masih mencapai angka 1,6. Itu artinya, ketika 10 orang terinfeksi Covid-19 dalam satu minggu bertambah jadi 16 orang.

Pemerintah bukannya tinggal diam melihat kondisi Surabaya, ibaratnya sudah seribu jurus dikeluarkan agar tak ada Wuhan di Indonesia. 


Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sudah melakukan berbagai upaya untuk memutus rantai penularan virus, di antaranya dengan melakukan pelacakan dan pemetaan wilayah secara masif. 


"Jadi kami punya beberapa klaster yang ada di Surabaya. Kita tracing, siapa dia, ketemu di mana, kemudian siapa saja di situ," kata Risma seperti dilansir CNN Indonesia. 


Dari hasil tracing itu, lanjut dia, kemudian ditemukan orang dengan risiko (ODR). Dari dasar data tersebut, Pemkot Surabaya mendetailkan siapa saja atau keluarga yang ada di situ.


Ia mencontohkan dalam satu perusahaan setelah dilakukan test ditemukan satu orang positif, maka satu orang itu langsung dilakukan tracing untuk seluruh keluarganya. Dan orang itu dimasukkan sebagai ODR.


Setelah itu, ujar Risma, dokter mendatangi rumahnya dan melakukan pemeriksaan. Jika kondisinya berat, maka dimasukkan ke rumah sakit. Namun, jika kondisinya tidak berat orang tersebut dibawa ke Hotel Asrama Haji untuk isolasi.


Namun demikian, ia mengaku ada beberapa yang tidak mau karena mereka menyatakan tidak positif dan ingin melakukan isolasi mandiri di rumah.

"Nah ketika melakukan isolasi mandiri di rumah itu, kami memberikan makan supaya mereka tidak keluar (rumah). Setiap hari kelurahan mengirim makan tiga kali sehari. Siangnya kita berikan telur dan jamu. Itu mereka isolasi mandiri. Kadang-kadang ada vitamin," ujarnya.


Selain itu, Risma menyatakan saat ini Pemkot Surabaya terus gencar melakukan rapid test (tes cepat) massal dan swab di beberapa lokasi yang dinilai ada pandemi.


Disiplin Protokol Kesehatan 
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal TNI Doni Monardo, menilai Pemerintah Kota Surabaya sudah melakukan langkah-langkah yang tepat dalam penanganan Covid-19.

Menurut Doni, peningkatan kasus konfirmasi positif Covid-19 yang dialami Surabaya merupakan buah kerja keras dalam melakukan penelusuran dan pengambil sampel di berbagai lingkungan masyarakat.

"Tentunya tidak mudah untuk mendapatkan informasi daerah yang kawasannya banyak yang positif. Ini langkah yang strategis dan sangat cerdas," ujarnya di Surabaya, kemarin, seperti dikutip dari laman resmi Pemkot Surabaya, Rabu (3/6/2020).

Doni pun berharap, pasien yang saat ini dirawat kemudian sembuh agar agar mendonorkan plasma kepada pemerintah untuk pengobatan pasien yang sakit berat. Berdasarkan data Pemkot Surabaya sebanyak 226 kasus kematian akibat Covid-19 memiliki riwayat penyakit penyerta.

Oleh karena itu, Doni meminta agar jenis penyakit penyerta itu dipelajari, kemudian diinformasikan ke masyarakat agar berhati-hati. Tidak hanya itu. angkah mitigasi atau pencegahan juga harus dilakukan agar sedikit yang terpapar Covid-19. Kemudian, langkah sosialisasi yang masif ke masyarakat juga perlu disampaikan.

Menurut Doni, kalau tidak diikuti dengan penjelasan yang maksimal, maka warga akan merasa aman-aman saja. Apalagi, di beberapa daerah di luar Jawa sudah ada pembukaan menuju masyarakat yang produktif dan konstruktif.

[Gambas:Video CNBC]




(gus) Next Article Zona Hitam Covid-19, Ada Apa dengan Kota Surabaya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular