Gaji Pekerja Dipotong 3% untuk Tapera, Pengembang Girang

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
03 June 2020 12:55
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Ada kewajiban bagi pekerja dipotong gajinya 3%, yang mencakup 2,5% pekerja dan 0,5% dari pengusaha.

Asosiasi Pengembang dan Pemukiman Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Apersi) menyambut baik keputusan ini karena dianggap dapat mempermudah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki hunian.

"Bisa memperluas skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) bagi masyarakat berpenghasilan rendah, terutama pembiayaan kepemilikan rumah bagi calon PNS, prajurit dan siswa TNI, anggota Polri, pekerja BUMN, BUMD, swasta dan masyarakat di atas yang tidak dapat memiliki gaji dan upah. Melalui skema FLPP bagi MBR," kata Sekjen Apersi, Daniel Djumali dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Rabu (3/6).



Pemerintah memang memiliki beberapa skema dalam memenuhi backlog perumahan bagi MBR, diantaranya melalui FLPP. Namun, skema tersebut nyatanya tidak bisa menjawab secara penuh kebutuhan yang ada pada masyarakat. Pasalnya, kuota kerap habis kala permintaan masih sangat tinggi.

Daniel menceritakan bagaimana kerap terjadi, masyarakat yang sudah memenuhi persyaratan, pada akhirnya gagal memiliki rumah akibat terbatasnya kuota. Salah satunya terjadi pada Juli hingga Agustus 2019 lalu, dimana kelangkaan kuota sudah masuk tahap parah.

"Rumah sudah jadi 100%, sudah ada konsumen dan SP3K (Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan Kredit) dari bank pelaksana. Tapi mendadak kuota subsidi habis, sehingga mendadak MBR nggak punya rumah," katanya.

Namun, jika kuota FLPP pun habis, maka Daniel menyebut banyak masyarakat dan pengembang yang beralih kepada skema lainnya. Yakni dengan memanfaatkan skema Subsidi Selisih Bunga (SSB). Namun, banyak masyarakat yang lebih memilih FLPP sebagai opsi utama.

"Karena FLPP ini habis kuotanya, terpaksa konsumen MBR dan pengembang mengambil akad KPR SSB. Sangat membantu konsumen bisa peroleh rumah, karena prinsipnya hampir sama dengan FLPP, sama saja, bedanya sampai 10 tahun bunga ditanggung pemerintah. Lebih 10 tahun bunga pasar," katanya.


[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Gaji Anda Bakal Dipotong Tabungan Rumah, Simak Tahapannya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular