Begini Kisah Ekonomi Asia Usai Pandemi Covid-19 Versi Fitch

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 May 2020 15:48
fitch ratings
Foto: Reuters/Bahrain Mirror
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga riset global Fitch Solution dalam riset terbarunya membahas gambaran perekonomian Asia pasca pandemi Covid-19. Dalam kajiannya tersebut Fitch melihat ada tantangan sekaligus peluang yang dihadapi oleh ekonomi Benua Kuning.

Virus corona jenis baru yang menyebabkan wabah pneumonia pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei, China pada akhir Desember tahun lalu. Berbeda dengan wabah virus corona terdahulu (SARS & MERS) virus baru ini tidak terlalu mematikan jika dibandingkan dengan 'pendahulunya' tetapi sangat menular. 

Jumlah kasus yang terus bertambah membuat China kewalahan dan akhirnya memutuskan untuk menetapkan karantina wilayah (lockdown) di episentrum wabah. Hubei merupakan salah satu pusat perindustrian di China. Dengan penerapan lockdown jelas kinerja ekonomi China anjlok karena lockdown memicu terjadinya disrupsi pada rantai pasok dan pelemahan demand.

Ketika kasus di China mulai melandai, wabah terus merebak ke luar China hingga akhirnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan wabah akibat virus corona ini sebagai pandemi global. Mulai banyak negara yang mengikuti langkah China dengan menerapkan lockdown untuk menekan pertumbuhan jumlah kasus.

Alhasil ekonomi global pun terkoyak, tak terkecuali ekonomi Asia. Namun setelah pandemi berakhir dan ekonomi berada pada fase pemulihan, tantangan dan peluang hadir. 

Fitch dalam laporannya yang dirilis pada bulan ini menyorot ada enam poin yang bisa menggambarkan outlook ekonomi Asia pasca pandemi. Pertama, integrasi perdagangan barang akan tetap terbina di kawasan Asia.

Saat pandemi berlangsung negara-negara Asia cenderung mengambil sikap proteksionisme. Padahal hampir 60% perdagangan Asia terjadi di kawasan itu sendiri. Mengingat ekspor kawasan Asia mencapai lebih dari seperempat dari output perekonomian, maka penurunan ekspor adalah hal yang tidak terelakkan. Namun Fitch optimis ini hanya akan terjadi dalam periode yang singkat.

Ekspor Asia

Kebutuhan untuk mendapatkan barang-barang yang esensial seperti bahan makanan dan peralatan medis memungkinkan negara-negara di kawasan Asia untuk menjalin kerja sama antar sesama Asia maupun di luar Asia. 

Kedua, negara-negara yang memiliki basis industri manufaktur dengan iklim bisnis yang kondusif akan diuntungkan pasca pandemi. Maklum dengan adanya lockdown yang diterapkan di China rantai pasok menjadi terdisrupsi. Apalagi produk-produk China masih dikenakan bea masuk oleh AS. Sehingga negara dengan basis manufaktur yang baik dan iklim yang mendukung diperkirakan akan menggaet investor asing untuk menanamkan modalnya di negara tersebut.

Manufaktur

Ketiga, Fitch menyoroti bahwa negara-negara yang masih memiliki kompleksitas ekonomi yang rendah dan bergantung pada satu sektor saja seperti pariwisata memiliki tantangan besar untuk mendiversifikasi perekonomian ke depan. Hal ini merupakan langkah yang sangat penting sehingga dapat mengurangi kerentanan ketika terjadi shock di masa mendatang.

Economic Complexity
Tantangan keempat datang dari tingginya angka pengangguran. Lockdown dan segala bentuk kebijakan yang bersifat membatasi aktivitas sosial telah mengakibatkan ledakan jumlah pengangguran di berbagai negara. Akibatnya akan ada banyak negara yang menjadi proteksionis. Hal tersebut akhirnya berimbas pada low skilled worker yang berasal dari Asia Timur maupun Asia Tenggara. 

Pengangguran

Fitch menilai dengan tingginya angka pengangguran disertai dengan selisih pendapatan yang besar sangat berpotensi mengganggu stabilitas politik suatu negara. Berbagai langkah untuk menyelamatkan ekonomi dari pandemi ditempuh melalui koordinasi kebijakan fiskal muapun moneter. Namun efektivitas kebijakan ini berbeda-beda di setiap negara.

Politics

Ketika ekonomi bangkit dari goncangan pandemi Covid-19 dan pertumbuhan global berangsur pulih, langkah-langkah kebijakan luar biasa yang diambil untuk mendukung pertumbuhan kemungkinan akan dikurangi. Sejauh mana pembuat kebijakan harus memperketat kebijakan, atau mampu mempertahankan dukungan bagi ekonomi, akan berbeda secara signifikan dan sangat bergantung pada fundamental ekonomi suatu negara.

Fitch memberi tanda bahwa mereka yang memiliki surplus transaksi berjalan, kredibilitas kebijakan dengan investor, utang publik rendah, dan tekanan inflasi yang juga terbilang jinak umumnya akan dapat menjalankan kebijakan longgar longgar lebih lama. Ini jadi tantangan kelima yang harus dihadapi oleh berbagai negara di kawasan Asia termasuk Indonesia.

Kebijakan

Poin keenam yang disorot Fitch adalah peran China sebagai investor di kawasan Asia seiring dengan penurunan aliran modal dari Dunia Barat yang masuk ke Benua Kuning. Presiden Tiongkok Xi Jinping tidak mungkin meninggalkan begitu saja megaproyek China yaitu Belt and Road Initiative (BRI) dalam jangka menengah. Selanjutnya setelah Covid-19, akan ada kemungkinan penurunan investasi yang datang ke Asia dari Barat.

Ini menjadi peluang emas bagi China untuk memperluas investasi ke negara-negara berkembang di Asia dengan kesenjangan investasi yang parah. Wabah Covid-19 mungkin memberikan dorongan jangka panjang ke Digital Silk Road. Covid-19 telah menggarisbawahi pentingnya teknologi dan konektivitas digital dalam membantu beradaptasi dengan krisis yang saat ini terjadi.

Ini jadi peluang besar bagi China untuk mengambil pengaruh di wilayah Asia. Ketegangan geopolitik akan meningkat antara negara-negara yang jatuh ke dalam apa yang disebut kubu pro-Cina dan yang lebih pro dengan kekuatan Barat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular