
Jokowi Ternyata Tak Asal Pilih Mal untuk Persiapan New Normal
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 May 2020 12:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau persiapan Indonesia menyongsong kenormalan baru alias new normal dengan menyambangi pusat perbelanjaan di Kota Bekasi. Sebuah simbol bahwa Indonesia tengah bersiap me-restart aktivitas ekonomi.
"Kita ingin tetap produktif, tapi aman Covid-19. Produktif tapi aman Covid-19, ini yang kita inginkan," tegas Jokowi, kemarin.
Gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ekonomi Indonesia boleh dibilang berantakan. Pada kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sampai 3%, terendah sejak 2001.
Bahkan sepertinya kondisi bakal lebih parah pada kuartal II-2020. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi April-Juni 2020 adalah 0,4%, tetapi tidak sedikit yang memperkirakan bakal ada kontraksi (pertumbuhan negatif).
Moody's Analytics memperkirakan ekonomi terkontraksi -3,9% pada kuartal II-2020. Mirae Asset juga memperkirakan terjadi kontraksi pada kuartal II-2020, tepatnya di -1,5%.
Perlambatan ekonomi, apalagi kontraksi, berarti terjadi penyusutan lapangan kerja. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah pekerja yang dirumahkan atau mendapat 'vonis' Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) per 12 Mei adalah 1.722.958 orang.
Semakin tinggi jumlah pengangguran, maka kemiskinan akan mengikuti. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per September 2019 adalah 24,79 juta jiwa. Turun dibandingkan Maret 2019 yang sebanyak 25,14 juta jiwa dan September 2018 yakni 25,67 juta jiwa.
Namun, pemerintah memperkirakan jumlah penduduk miskin bakal bertambah seiring perlambatan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini hanya 2,3%, maka jumlah penduduk miskin akan bertambah 1,89 juta orang. Kalau ekonomi Indonesia sampai terkontraksi -0,4%, maka penduduk miskin diperkirakan bertambah 4,86 juta orang.
Oleh karena itu, kebutuhan untuk menggulirkan kembali aktivitas ekonomi sudah penting bin mendesak. Kalau menunggu lebih lama lagi, bisa saja korban jiwa semakin bertambah. Bukan karena infeksi virus, tetapi kelaparan karena kehilangan mata pencarian.
Namun mengapa Jokowi memilih mal? Ini bisa diinterprestasikan bahwa untuk men-starter ekonomi, kuncinya adalah membangkitkan kembali konsumsi rumah tangga.
Dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar. Tahun lalu, konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 57% dari PDB nasional.
Ini masih berlanjut pada kuartal I-2020. Konsumsi rumah tangga bahkan menyumbang lebih dari 58% dari PDB.
Di sisi lain, sektor perdagangan adalah penyumbang terbesar kedua dalam pembentukan PDB menurut lapangan usaha. Sektor ini hanya kalah dari industri pengolahan.
Pada kuartal I-2020, performa keduanya jeblok. Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84%, padahal biasanya bisa naik di kisaran 5%. Sedangkan perdagangan cuma bisa tumbuh 1,6%.
Oleh karena itu, kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional bisa dilakukan dengan mendongkrak konsumsi rumah tangga dan sektor perdagangan. Jadi sangat wajar Jokowi memberi perhatian kepada pusat perbelanjaan, yang bisa mengerek dua komponen itu sekaligus.
Meski aspek ekonomi sepertinya tidak bisa menunggu terlalu lama, tetapi jangan lupa bahwa Indonesia masih lumayan berisiko dari sisi kesehatan. Pasalnya, penyebaran virus corona di Tanah Air masih relatif tinggi.
Dalam 14 hari terakhir, pertumbuhan kasus corona di Indonesia adalah 3,28% per hari. Masih jauh di atas laju pertumbuhan kasus global yaitu 2,01% per hari.
Oleh karena itu, mau tidak mau suka tidak suka aktivitas publik harus tetap mematuhi protokol kesehatan. Menjaga jarak dan menjaga kebersihan jangan sampai dilupakan.
Sebab kalau bebas tetapi kebablasan dan tidak bertanggung jawab, maka jumlah pasien positif corona akan terus bertambah. Jangan sampai virus corona terus-terusan menjadi beban buat perekonomian Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
"Kita ingin tetap produktif, tapi aman Covid-19. Produktif tapi aman Covid-19, ini yang kita inginkan," tegas Jokowi, kemarin.
Gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ekonomi Indonesia boleh dibilang berantakan. Pada kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sampai 3%, terendah sejak 2001.
Moody's Analytics memperkirakan ekonomi terkontraksi -3,9% pada kuartal II-2020. Mirae Asset juga memperkirakan terjadi kontraksi pada kuartal II-2020, tepatnya di -1,5%.
Perlambatan ekonomi, apalagi kontraksi, berarti terjadi penyusutan lapangan kerja. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah pekerja yang dirumahkan atau mendapat 'vonis' Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) per 12 Mei adalah 1.722.958 orang.
Semakin tinggi jumlah pengangguran, maka kemiskinan akan mengikuti. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per September 2019 adalah 24,79 juta jiwa. Turun dibandingkan Maret 2019 yang sebanyak 25,14 juta jiwa dan September 2018 yakni 25,67 juta jiwa.
Namun, pemerintah memperkirakan jumlah penduduk miskin bakal bertambah seiring perlambatan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini hanya 2,3%, maka jumlah penduduk miskin akan bertambah 1,89 juta orang. Kalau ekonomi Indonesia sampai terkontraksi -0,4%, maka penduduk miskin diperkirakan bertambah 4,86 juta orang.
Oleh karena itu, kebutuhan untuk menggulirkan kembali aktivitas ekonomi sudah penting bin mendesak. Kalau menunggu lebih lama lagi, bisa saja korban jiwa semakin bertambah. Bukan karena infeksi virus, tetapi kelaparan karena kehilangan mata pencarian.
Namun mengapa Jokowi memilih mal? Ini bisa diinterprestasikan bahwa untuk men-starter ekonomi, kuncinya adalah membangkitkan kembali konsumsi rumah tangga.
Dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar. Tahun lalu, konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 57% dari PDB nasional.
Ini masih berlanjut pada kuartal I-2020. Konsumsi rumah tangga bahkan menyumbang lebih dari 58% dari PDB.
Di sisi lain, sektor perdagangan adalah penyumbang terbesar kedua dalam pembentukan PDB menurut lapangan usaha. Sektor ini hanya kalah dari industri pengolahan.
Pada kuartal I-2020, performa keduanya jeblok. Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84%, padahal biasanya bisa naik di kisaran 5%. Sedangkan perdagangan cuma bisa tumbuh 1,6%.
Oleh karena itu, kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional bisa dilakukan dengan mendongkrak konsumsi rumah tangga dan sektor perdagangan. Jadi sangat wajar Jokowi memberi perhatian kepada pusat perbelanjaan, yang bisa mengerek dua komponen itu sekaligus.
Meski aspek ekonomi sepertinya tidak bisa menunggu terlalu lama, tetapi jangan lupa bahwa Indonesia masih lumayan berisiko dari sisi kesehatan. Pasalnya, penyebaran virus corona di Tanah Air masih relatif tinggi.
Dalam 14 hari terakhir, pertumbuhan kasus corona di Indonesia adalah 3,28% per hari. Masih jauh di atas laju pertumbuhan kasus global yaitu 2,01% per hari.
Oleh karena itu, mau tidak mau suka tidak suka aktivitas publik harus tetap mematuhi protokol kesehatan. Menjaga jarak dan menjaga kebersihan jangan sampai dilupakan.
Sebab kalau bebas tetapi kebablasan dan tidak bertanggung jawab, maka jumlah pasien positif corona akan terus bertambah. Jangan sampai virus corona terus-terusan menjadi beban buat perekonomian Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular