
Internasional
Ini Lho Isi UU China yang Bisa Bikin Hong Kong Membara Lagi
Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
22 May 2020 16:21

Jakarta, CNBC Indonesia - China akan memberlakukan UU keamanan nasional baru di Hong Kong. Juru Bicara Kongres Rakyat Nasional China (NPC) mengatakan perincian undang-undang diberikan pada Jumat (22/5/2020) ini, saat parlemen melakukan agenda rapat tahunan.
Lalu apa sebenarnya isi UU ini? Mengapa Hong Kong dianggap China membutuhkannya? Berikut rangkumannya yang dilansir dari South China Morning Post dan BBC.
Dijelaskan di NPC, UU ini berisi tujuh pasal. Intinya Hong Kong harus meningkatkan keamanan nasional dan bila diperlukan.
Organ keamanan nasional pemerintah pusat, yakni Beijing bisa masuk dan mengambil alih. Caranya adalah dengan membentuk lembaga di Hong Kong untuk memenuhi tugas yang relevan guna menjaga keamanan nasional sesuai hukum.
Undang-undang ini akan melarang semua upaya pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan dan subversi terhadap pemerintah pusat. Termasuk pencurian rahasia negara dan melarang organisasi atau badan politik Hong Kong menjalin hubungan dengan organisasi atau badan politik asing.
Sebenarnya UU ini sudah digodok sejak 2003. Namun saat itu, UU yang dikenal dengan Pasal 23 ini mendapat penolakan masyarakat.
Warga menilai UU itu mengekang hak dan kebebasan Hong Kong. Sehingga akhirnya dibatalkan pemerintah di tahun yang sama.
Namun, UU ini kembali digaungkan Beijing setelah penolakan panjang pada UU ekstradisi, yang membawa Hong Kong pada situasi tak stabil selama tujuh bulan di 2019. Protes bahkan mengarah pada pemisahan Hong Kong dari China.
Sementara itu, para kritikus mengatakan UU ini adalah bukti bahwa China ingkar janji pada kebebasan Hong Kong, saat wilayah itu berpindah dari Inggris. Sebelumnya Hong Kong berada di bawah koloni Inggris selama 150 tahun hingga 1997.
China dan Inggris menyetujui diserahkannya kembali teritori ini ke China dengan syarat otonomi yang tinggi. Kecuali urusan luar negeri dan pertahanan selama 50 tahun.
Ini ditulis dalam UUD dan akan berakhir 2047. Namun, Beijing memiliki kemampuan memveto setiap perubahan sistem politik termasuk mengesampingkan hasil pemilihan langsung kepala eksekutif.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) mendesak China untuk menghormati otonomi Hong Kong.
"Setiap upaya untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional yang tidak mencerminkan kehendak rakyat Hong Kong akan sangat mengganggu stabilitas, dan akan mendapat kecaman keras dari AS dan masyarakat internasional," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus.
Sebelumnya AS sudah menyetujui UU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi tahun lalu. Ditulis Reuters, UU ini mengharuskan Departemen Luar Negeri AS untuk menilai apakah bekas koloni Inggris itu, cukup otonom untuk melakukan hubungan perdagangan yang menguntungkan dengan AS.
Bila tidak status khusus Hong Kong akan diakhiri. Keputusan sanksi seharusnya diambil Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pekan ini. Namun ia menunda hal ini untuk menunggu hasil pertemuan NPC.
(sef/miq) Next Article China Akan Ubah Pemilu Legislatif Hong Kong
Lalu apa sebenarnya isi UU ini? Mengapa Hong Kong dianggap China membutuhkannya? Berikut rangkumannya yang dilansir dari South China Morning Post dan BBC.
Organ keamanan nasional pemerintah pusat, yakni Beijing bisa masuk dan mengambil alih. Caranya adalah dengan membentuk lembaga di Hong Kong untuk memenuhi tugas yang relevan guna menjaga keamanan nasional sesuai hukum.
Undang-undang ini akan melarang semua upaya pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan dan subversi terhadap pemerintah pusat. Termasuk pencurian rahasia negara dan melarang organisasi atau badan politik Hong Kong menjalin hubungan dengan organisasi atau badan politik asing.
Sebenarnya UU ini sudah digodok sejak 2003. Namun saat itu, UU yang dikenal dengan Pasal 23 ini mendapat penolakan masyarakat.
Warga menilai UU itu mengekang hak dan kebebasan Hong Kong. Sehingga akhirnya dibatalkan pemerintah di tahun yang sama.
Namun, UU ini kembali digaungkan Beijing setelah penolakan panjang pada UU ekstradisi, yang membawa Hong Kong pada situasi tak stabil selama tujuh bulan di 2019. Protes bahkan mengarah pada pemisahan Hong Kong dari China.
Sementara itu, para kritikus mengatakan UU ini adalah bukti bahwa China ingkar janji pada kebebasan Hong Kong, saat wilayah itu berpindah dari Inggris. Sebelumnya Hong Kong berada di bawah koloni Inggris selama 150 tahun hingga 1997.
China dan Inggris menyetujui diserahkannya kembali teritori ini ke China dengan syarat otonomi yang tinggi. Kecuali urusan luar negeri dan pertahanan selama 50 tahun.
Ini ditulis dalam UUD dan akan berakhir 2047. Namun, Beijing memiliki kemampuan memveto setiap perubahan sistem politik termasuk mengesampingkan hasil pemilihan langsung kepala eksekutif.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) mendesak China untuk menghormati otonomi Hong Kong.
"Setiap upaya untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional yang tidak mencerminkan kehendak rakyat Hong Kong akan sangat mengganggu stabilitas, dan akan mendapat kecaman keras dari AS dan masyarakat internasional," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus.
Sebelumnya AS sudah menyetujui UU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi tahun lalu. Ditulis Reuters, UU ini mengharuskan Departemen Luar Negeri AS untuk menilai apakah bekas koloni Inggris itu, cukup otonom untuk melakukan hubungan perdagangan yang menguntungkan dengan AS.
Bila tidak status khusus Hong Kong akan diakhiri. Keputusan sanksi seharusnya diambil Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pekan ini. Namun ia menunda hal ini untuk menunggu hasil pertemuan NPC.
(sef/miq) Next Article China Akan Ubah Pemilu Legislatif Hong Kong
Most Popular