Jokowi Mau RI Bikin Vaksin Corona Sendiri? Bisa!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
22 May 2020 13:33
Uji Lab Tanaman Herbal untuk Covid-19 di Lab Cara Pembuatan Obat Tradisonal Baik (cpotb) Pusat Penelitian Kimia LIPI (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Uji Lab Kandidat Obat Herbal untuk Covid-19 di Lab Cara Pembuatan Obat Tradisonal Baik (CPOTB) Pusat Penelitian Kimia LIPI (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Memiliki impian untuk memproduksi vaksin virus corona (Covid-19) bukanlah hal yang mustahil untuk Indonesia. Namun untuk mewujudkannya, tantangan yang dihadapi sangatlah besar.

Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk mengembangkan vaksin Covid-19 di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan menunjuk Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan beserta konsorsium yang terdiri dari perusahaan farmasi pelat merah PT Biofarma dan beberapa universitas untuk mulai program pengembangan vaksin dalam kurun waktu yang singkat yakni 12 bulan. 

Sebenarnya bisa saja Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa memproduksi vaksin Covid-19. Namun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Pertama jelas adalah akses terhadap pendanaan. 

Untuk mengembangkan vaksin sudah pasti dana yang dikeluarkan termasuk besar mengingat di setiap tahapannya mulai dari riset hingga distribusi semuanya membutuhkan ongkos.

Akses pendanaan yang mencukupi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia karena investasi untuk pengembangan vaksin adalah investasi untuk kepentingan publik, sehingga kehadiran pemerintah jelas sangat dibutuhkan. 

Namun kondisi perekonomian Tanah Air yang goyah akibat merebaknya wabah membuat kapasitas fiskal pemerintah menjadi sangat terbatas. Saat ini pemerintah sudah melonggarkan patokan defisit fiskalnya sebesar 5,07% untuk tahun 2020. 



Sebenarnya bisa saja Pemerintah menggunakan skema Public Private Partnership (PPP) atau lebih dikenal dengan skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Namun lagi-lagi, di tengah ancaman perlambatan ekonomi global seperti ini korporasi akan cenderung menahan pengeluarannya untuk investasi karena fokus mereka saat ini adalah cash flow.

Di sisi lain industri perbankan di tengah ketatnya likuiditas juga akan semakin selektif dalam menyalurkan kredit. Itu artinya semua kembali ke pemerintah apakah mampu membuat swasta ikut berpartisipasi.



Salah satu cara untuk menarik minat swasta sebenarnya dengan memberikan insentif maupun garansi. Namun kembali lagi ruang yang terbatas dan banyaknya prioritas menjadi kendala selain memastikan bahwa investasi yang dilakukan adalah untuk kepentingan publik secara nasional.

Saat ini Pemerintah Pusat melalui Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) telah menganggarkan dana senilai Rp 90 miliar untuk konsorsium dalam rangka melakukan studi terhadap Covid-19. 

Tantangan kedua yang dihadapi oleh Indonesia adalah saat ini industri farmasi dalam negeri masih sangat bergantung pada impor bahan baku dari luar negeri terutama dari China dan India.

Ketergantungan bahan baku impor ini jelas jadi tantangan bagi Indonesia karena di tengah pandemi yang memicu berbagai negara melakukan lockdown maka rantai pasok terganggu. Kalaupun barang tersedia di suplier, belum tentu mereka mau menyalurkan ke Indonesia karena akan fokus pada kebutuhan domestik.

Aspek teknis juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan vaksin. Aspek teknis ini menyangkut metode pengembangan vaksin dan portofolio produk vaksin yang pernah dikembangkan. 

Ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam membuat vaksin. Mulai dari yang konvensional dengan melemahkan patogen sampai yang paling mutakhir dengan pendekatan rekayasa genetika atau protein rekombinan.

Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Jika menggunakan metode konvensional untuk melemahkan virus corona dan menggunakannya sebagai vaksin maka fasilitas produksi haruslah memiliki sertifikasi level keamanan yang tinggi. 

Memiliki fasilitas produksi dengan sertifikasi kemananan yang tinggi membutuhkan ongkos yang tinggi pula. Itulah mengapa banyak perusahaan farmasi global memilih untuk menggunakan pendekatan lain. 

Metode lain yang juga dikembangkan untuk membuat vaksin adalah dengan penggunaan materi genetik seperti RNA dan DNA. Secara produksi skala masal bisa jadi metode ini lebih menjanjikan. Namun sampai sekarang belum ada vaksin berbasis DNA dan RNA yang sudah mendapat persetujuan otoritas medis. Itu jadi tantangan lain.

Untuk teknologi sendiri walau masih ketinggalan sebenarnya Indonesia sudah mulai menggunakan teknologi yang terbilang advance untuk memproduksi vaksin hepatitis menggunakan pendekatan rekayasa genetika dengan memproduksi antigen hepatitis di sel ragi. Metode ini sudah dilakukan oleh PT Biofarma selaku perusahaan farmasi pelat merah.

Nama Produk VaksinJenis Vaksin
CampakVirus yang dilemahkan
Flubio Influenza HAAntigen based
Poliomyelitis Oral Monovalen Tipe 1Virus yang dilemahkan
Bivalen Type 1 & 3 Oral PoliomyelitisVirus yang dilemahkan
Hepatitis BDNA Recombinant Technology

Sumber : Website Biofarma

Namun tetap saja, virus corona yang kali ini adalah jenis virus baru. Walau penelitian terus dilakukan di berbagai penjuru dunia, masih sedikit sekali yang diketahui dari karakteristik virus sehingga masih butuh studi yang komprehensif untuk mengembangkan vaksin yang efektif.

Jumlah kasus secara global yang sudah mencapai 5 juta orang dan di Indonesia sendiri sudah lebih dari 20 ribu orang membuat berbagai aktivitas pengembangan vaksin mulai dari riset, uji klinis hingga produksi dilakukan secara bersamaan. 

Estimasi paling optimis untuk memproduksi vaksin corona paling cepat adalah 12-18 bulan. Sementara untuk vaksin normal saja mmebutuhkan waktu 8-15 tahun untuk penelitian hingga distribusi. 

TahapanWaktu NormalAkselerasi*
Total/Keseluruhan8-15 tahun12-18 bulan
Riset 2-4 tahun6 bulan
Persiapan preklinis2 tahun6 bulan
Uji klinis5 tahun1,5 tahun
Persetujuan1 tahun 6 bulan
Produksi/Manufacturing2 tahun 3-6 bulan
Distribusi2-6 bulan1 bulan

Sumber : New York Times, John Hopkins University, Council on Foreign Relation, CNBC Indonesia Research.

Namun, banyak ahli melihat bahwa timeline pengembangan vaksin tersebut terlalu optimistis. Ada beberapa faktor yang jadi tantangan dalam pengembangan vaksin terutama dalam kondisi seperti sekarang ini.

Kalau pun masalah teknologi dan ongkos pengembangan fasilitas produksi vaksin masih bisa disiasati, tantangan utama pengembangan vaksin corona terletak pada uji klinis. Pada fase ini kandidat vaksin akan diuji keamanan dan efektivitasnya dalam menangkal Covid-19. 

Proses uji klinis dilakukan dalam beberapa tahap dan menggunakan pendekatan ilmiah serta seringkali melibatkan hewan model agar uji yang dilakukan benar-benar dapat menghasilkan vaksin yang ampuh.

Tantangan lain yang juga paling penting adalah menciptakan vaksin yang efektif. Namun efektivitas vaksin juga sangat tergantung dari karakteristik patogen itu sendiri. Apakah patogennya mudah lolos atau tidak. Jika laju mutasi virus tinggi dan patogen berevolusi dengan cepat maka efektivitas suatu vaksin cenderung rendah.

Virus corona merupakan virus yang tergolong ke dalam RNA virus karena memiliki materi genetik berupa RNA. Menurut berbagai publikasi yang dimuat di Journal Plos One dan kajian yang dilakukan oleh John Hopkins University virus RNA memiliki laju mutasi yang tinggi dan berevolusi dengan cepat. Hal ini membuat pengembangan vaksin yang efektif jadi pekerjaan yang sangat menantang. 

Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa Indonesia bisa saja memproduksi vaksin Covid-19 sendiri. Namun tantangan yang dihadapi sangatlah besar.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular