
Defisit APBN 2020 Naik Lagi Jadi 6,27% Atau Rp 1.028 T
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
18 May 2020 15:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kembali mengubah postur APBN 2020 dari yang disampaikan di dalam Perpres 54 Tahun 2020. Defisit APBN 2020, yang tadinya sebesar 5,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), naik menjadi 6,27% terhadap PDB.
Seperti diketahui, Perpres No. 54/2020 adalah peraturan yang berisi tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan perubahan postur APBN Tahun Anggaran 2020 ini berubah karena ada program pemulihan ekonomi nasional.
"Kami akan melakukan revisi Perpres dan menyampaikan ini ke Banggar dan Komisi XI DPR untuk memperesentasikan desain pemulihan ekonomi dan dampak postur APBN 2020," kata Sri Mulyani melalui video conference, Senin (18/5/2020).
Namun saat ini, seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang melakukan reses hingga 15 Juni 2020.
Adapun Sri Mulyani merinci, pertumbuhan ekonomi pada 2020 diproyeksikan di kisaran minus 0,4% sampai positif 2,3%. Dari sebelumnya pada Perpres 54/2020 yang sebesar 2,4%.
Kemudian inflasi diperkirakan 2% hingga 4%. Dari yang sebelumnya diproyeksikan menyentuh 3,9%. Sementara untuk nilai tukar rupiah, dari Perpres 54/2020 yang sebesar Rp 17.500/US$ direvisi menjadi Rp 14.900/US$ hingga Rp 15.500/US$.
Adapun harga minyak Indonesia (ICP), dipatok US$ 30 - US$ 35 per barel. Sebelumnya dalam Perpres 54/2020 dipatok sebesar US$ 38 per barel.
Sementara lifting minyak dan gas mengalami penurunan dari sebelumnya yang tertuang di dalam Perpres 54/2020. Dengan lifting minyak 695.000-725.00 barel per hari, angka ini turun dari Pepres 54/2020 yang sebesar 735.000 barel per hari.
Sementara lifting gas hanya menjadi 990.000 sampai 1.050.000 barel setara minyak per hari. Dari sebelumnya sebesar 1.064.000 barel setara minyak per hari.
"Harga minyak terkoreksi ke bawah US$ 30 hingga US$ 35, di Perpres [54/2020] US$38 dan APBN awal US$ 63. Lifting minyak dan gas lebih mengelami penurunan di dalam APBN awal atau di dalam Perpres," jelas Sri Mulyani.
Dengan demikian, pendapatan negara juga akan terkoreksi dari sebelumnya Rp 1.760,9 triliun menjadi Rp 1.691,6 triliun. Dengan rinician belanja perpajakan sebesar Rp 1.404,5 triliun dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 286,6 triliun.
Belanja negara juga terkoreksi dari sebelumnya Rp 2.613,8 triliun, naik menjadi Rp 2.720,1 triliun. Dengan rincian, belanja pemerintah pusat Rp 1.959,4 triliun dan transfer ke daerah Rp 760,7 triliun.
Dari hasil ini, didapatlah defisit anggaran 6,27% atau sebesar Rp 1.028,5 triliun, dari sebelumnya pada Perpres 54/2020 sebesar 5,07% terhadap PDB atau sebesar Rp 852,9 triliun.
"Ini sudah menampung beragai hal yang dimasukkan, tambahan subsidi untuk UMKM, diskon listrik diperpanjang tiga bulan jadi 6 bulan. Bansos tunai diperpanjang hingga Desember dengan bantuan menurun Rp 300 ribu," kata Sri Mulyani.
(wed/wed) Next Article Defisit APBN Berpotensi Melebar di Atas Target?
Seperti diketahui, Perpres No. 54/2020 adalah peraturan yang berisi tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan perubahan postur APBN Tahun Anggaran 2020 ini berubah karena ada program pemulihan ekonomi nasional.
Namun saat ini, seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang melakukan reses hingga 15 Juni 2020.
Adapun Sri Mulyani merinci, pertumbuhan ekonomi pada 2020 diproyeksikan di kisaran minus 0,4% sampai positif 2,3%. Dari sebelumnya pada Perpres 54/2020 yang sebesar 2,4%.
Kemudian inflasi diperkirakan 2% hingga 4%. Dari yang sebelumnya diproyeksikan menyentuh 3,9%. Sementara untuk nilai tukar rupiah, dari Perpres 54/2020 yang sebesar Rp 17.500/US$ direvisi menjadi Rp 14.900/US$ hingga Rp 15.500/US$.
Adapun harga minyak Indonesia (ICP), dipatok US$ 30 - US$ 35 per barel. Sebelumnya dalam Perpres 54/2020 dipatok sebesar US$ 38 per barel.
Sementara lifting minyak dan gas mengalami penurunan dari sebelumnya yang tertuang di dalam Perpres 54/2020. Dengan lifting minyak 695.000-725.00 barel per hari, angka ini turun dari Pepres 54/2020 yang sebesar 735.000 barel per hari.
Sementara lifting gas hanya menjadi 990.000 sampai 1.050.000 barel setara minyak per hari. Dari sebelumnya sebesar 1.064.000 barel setara minyak per hari.
"Harga minyak terkoreksi ke bawah US$ 30 hingga US$ 35, di Perpres [54/2020] US$38 dan APBN awal US$ 63. Lifting minyak dan gas lebih mengelami penurunan di dalam APBN awal atau di dalam Perpres," jelas Sri Mulyani.
Dengan demikian, pendapatan negara juga akan terkoreksi dari sebelumnya Rp 1.760,9 triliun menjadi Rp 1.691,6 triliun. Dengan rinician belanja perpajakan sebesar Rp 1.404,5 triliun dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 286,6 triliun.
Belanja negara juga terkoreksi dari sebelumnya Rp 2.613,8 triliun, naik menjadi Rp 2.720,1 triliun. Dengan rincian, belanja pemerintah pusat Rp 1.959,4 triliun dan transfer ke daerah Rp 760,7 triliun.
Dari hasil ini, didapatlah defisit anggaran 6,27% atau sebesar Rp 1.028,5 triliun, dari sebelumnya pada Perpres 54/2020 sebesar 5,07% terhadap PDB atau sebesar Rp 852,9 triliun.
"Ini sudah menampung beragai hal yang dimasukkan, tambahan subsidi untuk UMKM, diskon listrik diperpanjang tiga bulan jadi 6 bulan. Bansos tunai diperpanjang hingga Desember dengan bantuan menurun Rp 300 ribu," kata Sri Mulyani.
(wed/wed) Next Article Defisit APBN Berpotensi Melebar di Atas Target?
Most Popular