Internasional

AS-China di Laut China Selatan, Raja Malaysia Turun Gunung

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
18 May 2020 15:25
FILE- In this Jan. 11, 2019, file photo, Pahang state Crown Prince Tengku Abdullah arrives for a private event at a hotel in Kuala Lumpur. King Sultan Muhammad V shocked the nation by announcing his abdication in January 2019, days after returning from two months of medical leave. The 49-year-old sultan from eastern Kelantan state only reigned for two years as Malaysia's 15th king and didn't give any reason for quitting. Sultan Abdullah Azlan Shah succeeded his ailing 88-year-old father on Jan. 15, in a move seen as paving the way for him to become the next king. (AP Photo)
Foto: Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah (AP Photo)
Jakarta, CNBC IndonesiaRaja Malaysia Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah mengatakan bahwa negeri Jiran harus memperhatikan pergerakan oleh negara-negara dengan kekuatan besar lain di Laut China Selatan.

Dalam pidato parlementernya di Dewan Rakyat pada Senin (18/5/2020), Raja mengatakan bahwa strategi pertahanan Malaysia perlu mempertimbangkan pentingnya diplomasi pertahanan, kebijakan luar negeri yang pragmatis, perjanjian internasional, dan posisi geopolitik internasionalnya di kawasan Asia Pasifik.



"Peningkatan aktivitas oleh kekuatan besar di Laut Cina Selatan baru-baru ini perlu diperhatikan," ujar Raja, dikutip dari Channel News Asia. "Oleh karena itu, Malaysia harus selalu peka terhadap domain maritim, sambil menyusun strategi yang mendukung aspirasi geopolitik kami."

China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, tetapi klaim tersebut tumpang tindih oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam. Amerika Serikat dan sekutunya juga menentang klaim teritorial China tersebut.

AS telah meminta Negara Tirai Bambu tersebut untuk menghentikan "taktik intimidasi" di Laut China Selatan. Mereka juga menuduh China mendorong kehadirannya di perairan yang disengketakan, sementara negara lain sedang sibuk dengan pandemi COVID-19.

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein menyerukan agar tenang mengenai Laut China Selatan dan menegaskan kembali komitmen Malaysia untuk perdamaian di perairan yang disengketakan tersebut.

Seruan tersebut terjadi setelah adanya laporan bahwa kapal survei pemerintah China "menandai" kapal eksplorasi yang dioperasikan oleh Petronas di Laut China Selatan.

Dalam sebuah pernyataan pada tanggal 23 April lalu, Hishammuddin mengatakan: "Karena kompleksitas dan sensitivitas masalah ini, semua pihak harus bekerja sama untuk menjaga perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Laut Cina Selatan dan meningkatkan upaya untuk membangun, mempertahankan dan meningkatkan saling kepercayaan dan keyakinan."

"Hanya karena kami belum membuat pernyataan publik mengenai hal ini tidak berarti kami belum mengerjakan semua yang disebutkan di atas, kami memiliki komunikasi yang terbuka dan berkelanjutan dengan semua pihak yang relevan, termasuk Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat," tambah Hishammuddin.

Malaysia bukan satu-satunya negara yang menyatakan keprihatinan atas masalah ini. Pada 6 Mei, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan kegiatan yang terjadi di Laut China Selatan baru-baru ini berpotensi meningkatkan ketegangan pada saat dilakukannya upaya kolektif global dalam memerangi COVID-19.

Marsudi menggarisbawahi pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan untuk memastikan kebebasan navigasi dan penerbangan berlebihan. Ia juga mendesak semua pihak untuk menghormati hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

[Gambas:Video CNBC]




(sef/sef) Next Article AS & China Debat Sengit Soal Laut China Selatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular