
Angkat hingga Pecat PNS, Kuasa Baru Jokowi
Monica Wareza, CNBC Indonesia
17 May 2020 08:32

Pembina Instansi Harus Mengevaluasi Jabatan Fungsional di Lingkungannya
Instansi pembina JF di dalam Pasal 99 ayat (1) PP 17/2020, disebutkan merupakan kementerian, lembaga nonkementerian, atau keskretariatan lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan fungsinya ditetapkan menjadi instansi suatu JF.
Intansi pembina juga sebagai pengelola JF yang menjadi tanggung jawabnya untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesional jabatan.
Kini pembina instansi juga harus menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan. Sebelumnya di dalam PP 11/2017, ketentuan ini belum berlaku.
Dengan demikian, di dalam PP 17/2020, instansi pembina memiliki tugas dengan beberapa di antaranya adalah menyusun pedoman formasi JF, membina penyelenggaraan pelatihan fungsional pada lembaga pelatihan, menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di bidang tugas JF, menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan, dan sebagainya.
Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pada Bidang Tertentu Tidak Bisa dari Kalangan Non-PNS
Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) utama dan JPT madya bisa diisi dari kalangan non-PNS. Namun beberapa JPT di bidang tertentu, harus dari kalangan PNS.
Di dalam Pasal 106 ayat (2) PP 17/2020, disebutkan, Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) utama dan JPT madya tertentu di bidang rahasia negara, pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam, tidak dapat diisi dari kalangan non-PNS. Sementara di aturan sebelumnya, aturan ini bisa hanya dengan penetapan Presiden.
Artinya, untuk yang ingin menduduki JPT utama dan JPT madya pada bidang yang dimaksud Pasal 106 ayat (2), harus dari kalangan PNS.
Kendati demikian, ketentuan pada ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan.
Sementara, pengangkatan pada JPT dari kalangan PNS untuk JPT utama, JPT madya, dan JPT pratama dapat dikecualikan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan presiden. Di mana aturan ini tertuang dalam Pasal 107 ayat (2) Pasal 17/2020.
Sementara pada Pasal 108, untuk dapat diangkat dalam JPT dari kalangan non-PNS, bisa diduduki oleh JPT utama dan JPT madya. Dapat dikecualikan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Presiden. Sebelumnya aturan ini tidak berlaku.
Mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi Bisa dilakukan Antar-instansi
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) melalui mutasi, kini bisa dilakukan dari satu JPT ke JPT yang lain dalam satu instansi maupun antar instansi. Serta dapat melakukan uji kompetensi di antara pejabat pimpinan tinggi lainnya.
Hal pengisian JPT yang dijabarkan di atas, tertuang dalam Pasal 132 ayat (1) di dalam PP 17/2020. Di aturan sebelumnya, pengisian JPT melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain, dapat dilakukan melalui uji kompetensi di antara pejabat pimpinan tinggi, hanya dapat dilakukan di dalam satu instansi.
Adapun, persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian RI, setelah mengendurkan diri dari dinas aktif, dan bisa menduduki pada JPT utama dan JPT Madya. Hal ini tertuang di dalam Pasal 159.
Di peraturan sebelumnya, JPT dari TNI dan Polri bisa menduduki pada tiga jenis jabatan tinggi, yakni: JPT utama, JPT Madya, dan JPT Pratama.
Pengembangan Karier dan Pengembangan Kompetensi di Lingkungan PNS
Di dalam Pasal 178, pengembangan karir PNS yang dilakukan melakukan melalui mutasi dan/atau promosi dalam dilakukan hanya dengan melalui penugasan, tanpa ada penugasan khusus seperti yang ada di dalam peraturan sebelumnya.
Kemudian di dalam Pasal 202 ayat (1) , dijelaskan bahwa penugasan sebagaimana dimaksud pasal 178, merupakan penugasan PNS untuk melaksanakan tugas jabatan di lingkungan instansi pemerintah atau di luar instansi pemerintah dalam jangka waktu tertentu.
Lalu, ditambahkan satu klausa baru sebelumnya tidak ada pada PP 11/2017. Klausa baru tersebut tertuang pada ayat (1a) yang berbunyi, penugasan sebagaimana dimaksud pada pasal 178 dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi.
Dalam Pasal 203 ayat (3) tentang pengembangan kompetensi di lingkungan PNS, disebutkan setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi, dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan.
Pemerintah kemudian, menambah klausa baru, pada ayat (4a), yang sebelumnya peraturan ini tidak ada.
Adapun isi pasal 203 ayat (4a) berbunyi, pengembangan kompetensi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (corporate university).
Ketentuan PNS yang Diberhentikan Tidak Hormat
PNS yang melanggar kewajiban diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS. Di aturan sebelumnya, PNS yang melanggar kewajiban masih diberhentikan dengan hormat.
Berikut isi keseluruhan Pasal 254 PP 17/2020 yang berisi tentang Pemberhentian karena pelanggaran disiplin:
Pada Pasal 254 ayat (1), PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD.
Serta PNS juga harus mengundurkan diri sebagai PNS saat ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota, oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
"Pengunduran dri tidak dapat ditarik kembali dan PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS," begitu bunyi Pasal 254 ayat (2) dan (3).
Adapun pemberhentian dengan hormat sebagai PNS yang dimaksud pada ayat (3) berlaku terhitung mulai akhir bulan sejak PNS bersangkutan ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, dan sebagainya oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
Sementara, PNS yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS. Aturan ini tertuang pada Pasal 254 ayat (4).
(sef/sef)
Instansi pembina JF di dalam Pasal 99 ayat (1) PP 17/2020, disebutkan merupakan kementerian, lembaga nonkementerian, atau keskretariatan lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan fungsinya ditetapkan menjadi instansi suatu JF.
Intansi pembina juga sebagai pengelola JF yang menjadi tanggung jawabnya untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesional jabatan.
Kini pembina instansi juga harus menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan. Sebelumnya di dalam PP 11/2017, ketentuan ini belum berlaku.
Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pada Bidang Tertentu Tidak Bisa dari Kalangan Non-PNS
Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) utama dan JPT madya bisa diisi dari kalangan non-PNS. Namun beberapa JPT di bidang tertentu, harus dari kalangan PNS.
Di dalam Pasal 106 ayat (2) PP 17/2020, disebutkan, Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) utama dan JPT madya tertentu di bidang rahasia negara, pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam, tidak dapat diisi dari kalangan non-PNS. Sementara di aturan sebelumnya, aturan ini bisa hanya dengan penetapan Presiden.
Artinya, untuk yang ingin menduduki JPT utama dan JPT madya pada bidang yang dimaksud Pasal 106 ayat (2), harus dari kalangan PNS.
Kendati demikian, ketentuan pada ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan.
Sementara, pengangkatan pada JPT dari kalangan PNS untuk JPT utama, JPT madya, dan JPT pratama dapat dikecualikan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan presiden. Di mana aturan ini tertuang dalam Pasal 107 ayat (2) Pasal 17/2020.
Sementara pada Pasal 108, untuk dapat diangkat dalam JPT dari kalangan non-PNS, bisa diduduki oleh JPT utama dan JPT madya. Dapat dikecualikan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Presiden. Sebelumnya aturan ini tidak berlaku.
Mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi Bisa dilakukan Antar-instansi
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) melalui mutasi, kini bisa dilakukan dari satu JPT ke JPT yang lain dalam satu instansi maupun antar instansi. Serta dapat melakukan uji kompetensi di antara pejabat pimpinan tinggi lainnya.
Hal pengisian JPT yang dijabarkan di atas, tertuang dalam Pasal 132 ayat (1) di dalam PP 17/2020. Di aturan sebelumnya, pengisian JPT melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain, dapat dilakukan melalui uji kompetensi di antara pejabat pimpinan tinggi, hanya dapat dilakukan di dalam satu instansi.
Adapun, persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian RI, setelah mengendurkan diri dari dinas aktif, dan bisa menduduki pada JPT utama dan JPT Madya. Hal ini tertuang di dalam Pasal 159.
Di peraturan sebelumnya, JPT dari TNI dan Polri bisa menduduki pada tiga jenis jabatan tinggi, yakni: JPT utama, JPT Madya, dan JPT Pratama.
Pengembangan Karier dan Pengembangan Kompetensi di Lingkungan PNS
Di dalam Pasal 178, pengembangan karir PNS yang dilakukan melakukan melalui mutasi dan/atau promosi dalam dilakukan hanya dengan melalui penugasan, tanpa ada penugasan khusus seperti yang ada di dalam peraturan sebelumnya.
Kemudian di dalam Pasal 202 ayat (1) , dijelaskan bahwa penugasan sebagaimana dimaksud pasal 178, merupakan penugasan PNS untuk melaksanakan tugas jabatan di lingkungan instansi pemerintah atau di luar instansi pemerintah dalam jangka waktu tertentu.
Lalu, ditambahkan satu klausa baru sebelumnya tidak ada pada PP 11/2017. Klausa baru tersebut tertuang pada ayat (1a) yang berbunyi, penugasan sebagaimana dimaksud pada pasal 178 dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi.
Dalam Pasal 203 ayat (3) tentang pengembangan kompetensi di lingkungan PNS, disebutkan setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi, dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan.
Pemerintah kemudian, menambah klausa baru, pada ayat (4a), yang sebelumnya peraturan ini tidak ada.
Adapun isi pasal 203 ayat (4a) berbunyi, pengembangan kompetensi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (corporate university).
Ketentuan PNS yang Diberhentikan Tidak Hormat
PNS yang melanggar kewajiban diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS. Di aturan sebelumnya, PNS yang melanggar kewajiban masih diberhentikan dengan hormat.
Berikut isi keseluruhan Pasal 254 PP 17/2020 yang berisi tentang Pemberhentian karena pelanggaran disiplin:
Pada Pasal 254 ayat (1), PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD.
Serta PNS juga harus mengundurkan diri sebagai PNS saat ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota, oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
"Pengunduran dri tidak dapat ditarik kembali dan PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS," begitu bunyi Pasal 254 ayat (2) dan (3).
Adapun pemberhentian dengan hormat sebagai PNS yang dimaksud pada ayat (3) berlaku terhitung mulai akhir bulan sejak PNS bersangkutan ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, dan sebagainya oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
Sementara, PNS yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS. Aturan ini tertuang pada Pasal 254 ayat (4).
(sef/sef)
Next Page
Pemberhentian PNS Sementara karena Hukum
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular