
Melihat Kurva Covid-19 RI, Benar Sudah Melengkung Pak Luhut?
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
15 May 2020 10:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemenko Perekonomian telah melakukan pengkajian awal mengenai kehidupan normal yang kemungkinan bisa dimulai pada Juni 2020. Sementara, sampai saat ini kasus positif coronas terus bertambah setiap harinya.
Pada Rabu, 13 Mei 2020 lalu, mencetak rekor terbaru kasus positif corona di Indonesia. Dalam sehari, ada tambahan 689 orang yang terkena corona. Sehingga total positif corona mencapai 15.438 orang.
Sehari kemudian, atau tepatnya Kamis, 14 Mei 2020, pukul 12.00 WIB, ada penambahan 568 orang, yang membuat kasus positif covid-19 mencapai 16.006 orang.
Lantas, jika kondisi demikian apakah memungkinkan untuk bisa menjalankan skenario hidup normal a la pemerintah, yang akan memulai kehidupan normal dimulai Juni 2020?
Ekonom Senior INDEF Dradjad H. Wibowo mengatakan, melihat angka pertumbuhan ekonomi Kuartal I -2020 yang hanya mencapai 2,97%, memang cukup membuat pemerintah harus khawatir.
"Padahal, pemerintah sangat memprioritaskan ekonomi. Karena itu tidak heran jika wacana berdamai dengan corona dan pelonggaran PSBB muncul. Masalahnya, apakah data covid-19 mendukung pelonggaran tersebut?" kata Dradjad melalui siaran tertulisnya, Jumat (15/5/2020).
Drajadd secara khusus melakukan analisis sederhana, menggunakan metode moving average (MA) dalam penularan covid-19 di Indonesia dan DKI Jakarta.
Asal tahu saja metode MA ini banyak dipakai oleh pelaku pasar keuangan. Tujuannya untuk 'menghaluskan' fluktuasi jangka pendek dari data, dan sekaligus mempertajam trend atau siklus jangka panjang. "MA ini makanan sehari-hari bagi analisis pasar," kata Dradjad.
Dradjad kemudian menghitung berdasarkan simple moving average (SMA) dan exponential moving average (EMA). Dengan periode yang dipakai 5-14 hari.
"Alasannya, masa inkubasi rata-rata SARS-COV-2 sekitar 5 hari, dan periode isolasi yang disarankan adalah 14 hari. EMA biasanya lebih kuat dibandingkan SMA," jelas Dradjad.
Dari kurva MA ini kemudian kata Dradjad bisa memberi gambaran sangat awal, apakah pelonggaran layak dipertimbangkan atau tidak. Pasalnya, ada indikator yang lebih penting diketahui.
Indikator itu diistilahkan Dradjad dengan huruf 'R'. Di mana R ini akan menunjukkan berapa banyak orang yang tertular dari satu orang yang terinfeksi sebelumnya, di dalam populasi yang rentan tertular (susceptible).
Sayangnya, kata Dradjad, indikator R ini tidak diperlihatkan kepada publik oleh Gugus Tugas Covid-19. Padahal di negara-negara lain seperti di Hong Kong, Jerman, dan bahkan Singapura data ini diperbolehkan dilihat oleh masyarakat luas.
"Dari analisis MA, terlihat jelas kurva jumlah kasus positif covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda melandai, apalagi turun. Untuk Indonesia, baik rata-rata 5 harian maupun 14 harian, kurvanya masih 'mendongak'. Trennya naik. Ini baik dari SMA maupun EMA," ucapnya.
Kata Dradjad, di DKI Jakarta tanda-tanda melandai sudah mulai muncul, tapi masih rentan. Kemungkinan dalam 7-14 hari ke depan, baru bisa diyakini seperti apa trennya.
"Jadi, data nasional sama sekali tidak mendukung pelonggaran PSBB dalam waktu dekat ini. Sementara untuk DKI, kita harus lihat dulu data beberapa hari ke depan," kata Dradjad melanjutkan.
Menurut Dradjad tanpa tahu perkembangan harian berapa banyak orang yang tertular atau yang digunakan Dradjad dengan huruf R, Indonesia hanya mampu meraba-raba di kegelapan.
Untuk pelonggaran R, kata Dradjad harus kurang dari satu. Artinya penyebaran virus relatif terkendali. Pun setelah R diketahui, Indonesia harus punya protokol baru, yang kemudian disebut sebagai 'the new normal'.
"Protokol ini harus spesifik. Misalnya, bagaimana aturan jaga jarak di Pasar Tanah Abang, restoran dan kafe, supermarket, tukang cukur, ojol, kaki lima hingga pasar tradisional," jelas Dradjad.
"Intinya, kita perlu hati-hati, ilmiah dan matang persiapannya sebelum melonggarkan PSBB. Agar, pandemi covid-19 tidak meledak lagi, yang justru makin tinggi daya rusaknya terhadap sektor kesehatan, ekonomi dan kehidupan bangsa keseluruhan," kata Dradjad.
Luhut Sebut Grafik Mulai Melengkung
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yakin angka kasus positif virus corona akan menurun dari hari ke hari. Keyakinannya itu berasal dari data dalam beberapa hari ke belakangan. Namun, kenyataannya rekor-rekor kasus baru justru terus terjadi, kemarin rekor 689 kasus baru terjadi dalam sehari setelah sebelumnya 533 kasus baru per hari.
"Data yang kami dapat, kelihatan Covid-19 di beberapa tempat udah mulai melengkung," kata Luhut dalam konferensi pers virtual penyerahan bantuan donasi dari Bank DBS, Kamis (14/5).
Jika kondisi ini terus membaik dari hari ke hari, maka Luhut berencana untuk kembali menghidupkan geliat ekonomi. Terutama di berbagai daerah yang kasusnya kecil tanpa spesifik menjelaskannya. Namun, daerah-daerah yang ia sebut adalah kawasan wisata utama di Indonesia.
"Jadi saya pikir kalau udah bisa tercapai nggak terlalu lama dari sekarang ini, dan kalau ini terjadi maka kami akan rencanakan pelonggaran di beberapa tempat. Bali, Manado, mungkin Batam yang kasusnya sangat kecil," sebutnya.
Namun, Luhut enggan gegabah, karena masih terus memantau perkembangan ke depannya.
"Tentu subjek pada perkembangan dari Covid-19, 2 minggu ke depan. Kalau liat data-data tadi, hari ini angkanya membaik lagi dari kemarin. Tentu ya kita sangat yakin ini terjadi," paparnya.
(dru) Next Article Jokowi Soal Covid-19 di 2020: WHO Bingung, Kita Juga Bingung!
Pada Rabu, 13 Mei 2020 lalu, mencetak rekor terbaru kasus positif corona di Indonesia. Dalam sehari, ada tambahan 689 orang yang terkena corona. Sehingga total positif corona mencapai 15.438 orang.
Sehari kemudian, atau tepatnya Kamis, 14 Mei 2020, pukul 12.00 WIB, ada penambahan 568 orang, yang membuat kasus positif covid-19 mencapai 16.006 orang.
Ekonom Senior INDEF Dradjad H. Wibowo mengatakan, melihat angka pertumbuhan ekonomi Kuartal I -2020 yang hanya mencapai 2,97%, memang cukup membuat pemerintah harus khawatir.
"Padahal, pemerintah sangat memprioritaskan ekonomi. Karena itu tidak heran jika wacana berdamai dengan corona dan pelonggaran PSBB muncul. Masalahnya, apakah data covid-19 mendukung pelonggaran tersebut?" kata Dradjad melalui siaran tertulisnya, Jumat (15/5/2020).
Drajadd secara khusus melakukan analisis sederhana, menggunakan metode moving average (MA) dalam penularan covid-19 di Indonesia dan DKI Jakarta.
![]() |
![]() |
Asal tahu saja metode MA ini banyak dipakai oleh pelaku pasar keuangan. Tujuannya untuk 'menghaluskan' fluktuasi jangka pendek dari data, dan sekaligus mempertajam trend atau siklus jangka panjang. "MA ini makanan sehari-hari bagi analisis pasar," kata Dradjad.
Dradjad kemudian menghitung berdasarkan simple moving average (SMA) dan exponential moving average (EMA). Dengan periode yang dipakai 5-14 hari.
"Alasannya, masa inkubasi rata-rata SARS-COV-2 sekitar 5 hari, dan periode isolasi yang disarankan adalah 14 hari. EMA biasanya lebih kuat dibandingkan SMA," jelas Dradjad.
Dari kurva MA ini kemudian kata Dradjad bisa memberi gambaran sangat awal, apakah pelonggaran layak dipertimbangkan atau tidak. Pasalnya, ada indikator yang lebih penting diketahui.
![]() |
![]() |
Indikator itu diistilahkan Dradjad dengan huruf 'R'. Di mana R ini akan menunjukkan berapa banyak orang yang tertular dari satu orang yang terinfeksi sebelumnya, di dalam populasi yang rentan tertular (susceptible).
Sayangnya, kata Dradjad, indikator R ini tidak diperlihatkan kepada publik oleh Gugus Tugas Covid-19. Padahal di negara-negara lain seperti di Hong Kong, Jerman, dan bahkan Singapura data ini diperbolehkan dilihat oleh masyarakat luas.
"Dari analisis MA, terlihat jelas kurva jumlah kasus positif covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda melandai, apalagi turun. Untuk Indonesia, baik rata-rata 5 harian maupun 14 harian, kurvanya masih 'mendongak'. Trennya naik. Ini baik dari SMA maupun EMA," ucapnya.
Kata Dradjad, di DKI Jakarta tanda-tanda melandai sudah mulai muncul, tapi masih rentan. Kemungkinan dalam 7-14 hari ke depan, baru bisa diyakini seperti apa trennya.
"Jadi, data nasional sama sekali tidak mendukung pelonggaran PSBB dalam waktu dekat ini. Sementara untuk DKI, kita harus lihat dulu data beberapa hari ke depan," kata Dradjad melanjutkan.
Menurut Dradjad tanpa tahu perkembangan harian berapa banyak orang yang tertular atau yang digunakan Dradjad dengan huruf R, Indonesia hanya mampu meraba-raba di kegelapan.
Untuk pelonggaran R, kata Dradjad harus kurang dari satu. Artinya penyebaran virus relatif terkendali. Pun setelah R diketahui, Indonesia harus punya protokol baru, yang kemudian disebut sebagai 'the new normal'.
"Protokol ini harus spesifik. Misalnya, bagaimana aturan jaga jarak di Pasar Tanah Abang, restoran dan kafe, supermarket, tukang cukur, ojol, kaki lima hingga pasar tradisional," jelas Dradjad.
"Intinya, kita perlu hati-hati, ilmiah dan matang persiapannya sebelum melonggarkan PSBB. Agar, pandemi covid-19 tidak meledak lagi, yang justru makin tinggi daya rusaknya terhadap sektor kesehatan, ekonomi dan kehidupan bangsa keseluruhan," kata Dradjad.
Luhut Sebut Grafik Mulai Melengkung
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yakin angka kasus positif virus corona akan menurun dari hari ke hari. Keyakinannya itu berasal dari data dalam beberapa hari ke belakangan. Namun, kenyataannya rekor-rekor kasus baru justru terus terjadi, kemarin rekor 689 kasus baru terjadi dalam sehari setelah sebelumnya 533 kasus baru per hari.
"Data yang kami dapat, kelihatan Covid-19 di beberapa tempat udah mulai melengkung," kata Luhut dalam konferensi pers virtual penyerahan bantuan donasi dari Bank DBS, Kamis (14/5).
Jika kondisi ini terus membaik dari hari ke hari, maka Luhut berencana untuk kembali menghidupkan geliat ekonomi. Terutama di berbagai daerah yang kasusnya kecil tanpa spesifik menjelaskannya. Namun, daerah-daerah yang ia sebut adalah kawasan wisata utama di Indonesia.
"Jadi saya pikir kalau udah bisa tercapai nggak terlalu lama dari sekarang ini, dan kalau ini terjadi maka kami akan rencanakan pelonggaran di beberapa tempat. Bali, Manado, mungkin Batam yang kasusnya sangat kecil," sebutnya.
Namun, Luhut enggan gegabah, karena masih terus memantau perkembangan ke depannya.
"Tentu subjek pada perkembangan dari Covid-19, 2 minggu ke depan. Kalau liat data-data tadi, hari ini angkanya membaik lagi dari kemarin. Tentu ya kita sangat yakin ini terjadi," paparnya.
(dru) Next Article Jokowi Soal Covid-19 di 2020: WHO Bingung, Kita Juga Bingung!
Most Popular