Rakyat RI Bisa Hidup Normal Mulai Juni? Kayaknya Susah...

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 May 2020 11:39
Ilustrasi Pulang Kerja (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Pulang Kerja (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia masih belum usai berperang melawan wabah yang diakibatkan oleh infeksi virus corona (Covid-19). Skenario hidup normal mulai bulan Juni pun tampaknya masih susah untuk diwujudkan.

Indonesia menjadi salah satu negara yang terjangkit wabah Covid-19 dari 185+ negara dan teritori di dunia. Hingga Rabu (13/5/2020) jumlah orang yang positif terjangkit Covid-19 di Tanah Air mencapai 15.438.

Kasus pertama Covid-19 di dalam negeri secara resmi diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret lalu. Itu artinya wabah Covid-19 sudah merebak di dalam negeri selama 73 hari. Sudah lebih dari dua bulan ekonomi RI dirongrong oleh musuh tak kasat mata (virus corona).

Pada minggu ke-2 dan ke-3 April, banyak wilayah di Indonesia yang mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketika lonjakan kasus yang signifikan terjadi. Roda perekonomian Tanah Air dipaksa melambat untuk melawan virus. 

Wabah membuat pariwisata, transportasi, perhotelan dan restoran menjadi sektor yang paling pertama terdampak. Jumlah pelancong anjlok, transportasi tak beroperasi dengan kapasitas normal, hotel sepi tamu dan omzet restoran pun menurun signifikan. Hal ini memicu terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pada April saja Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI mencatat sudah ada 2 juta karyawan dirumahkan dan terkena PHK. Tak hanya itu ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 juga anjlok signifikan dengan mencatatkan pertumbuhan 2,97% (yoy).

Ekonomi RI sudah menderita dan berdarah-darah selama pandemi ini berlangsung. Sempat tersiar kabar jumlah kasus infeksi di dalam negeri mengalami penurunan dan skenario keluar dari PSBB disiapkan. Ada skenario Juni dipatok sebagai bulan awal untuk kembali memulai hidup normal. 

Mengingat ini sudah memasuki pertengahan Mei, hidup normal yang didambakan datang bulan Juni nanti tampaknya akan susah diwujudkan walau keramaian mulai terpantau di ibukota beberapa hari terakhir. 

Pasalnya jumlah kasus baru di dalam negeri yang awalnya dikatakan menurun justru malah melonjak akhir-akhir ini. Kemarin saja ada tambahan kasus baru sebanyak hampir 700 orang yang dinyatakan positif Covid-19. 

Selain itu kurva pertambahan jumlah kasus Covid-19 periode harian Indonesia juga sedikit berbeda polanya dengan negara-negara lain terutama yang sudah mencapai bahkan melalui puncak dari wabah. Sampai saat ini Indonesia diyakini belum mencapai puncak wabah.



Jika dicermati, pertambahan jumlah kasus per hari di Tanah Air cenderung fluktuatif, sehingga susah untuk mengambil kesimpulan sedang berada di fase mana Indonesia saat ini. 

Lebih lanjut, jumlah tes yang dilakukan Indonesia dibanding negara-negara lain bahkan negara ASEAN pun masih terbilang yang paling rendah. Hal ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa kurva kasus RI cenderung kurang konklusif jika dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama yang sudah melewati masa puncak wabah.


 
Indonesia masih perlu meningkatkan jumlah sampel yang perlu dites untuk Covid-19 mengingat ukuran populasi yang besar dan mobilitas yang tinggi terutama di episentrum dan zona merah wabah agar didapatkan hasil yang lebih konklusif. 

Beberapa negara lain sudah melewati fase puncak wabah. Di Eropa ada Spanyol, Italia, Perancis, dan Jerman yang sudah melaporkan penurunan kasus baru yang signifikan. Keempat negara ini dinyatakan mencapai fase puncak pada awal April lalu.

Strategi lockdown terbukti berhasil menekan jumlah pertambahan kasus baru di negara-negara Eropa ini. Sejak diterapkannya lockdown keempat negara Eropa ini membutuhkan waktu kurang lebih dua pekan untuk sampai ke fase puncaknya dan butuh waktu 1 bulan untuk pertumbuhan kasus menurun secara signifikan. 



Beralih ke Asia, China sebagai negara yang terjangkit pertama kali juga menjadi negara yang pertama kali melaporkan telah melewati fase puncak. China mencapai fase puncak wabah pada pertengahan Februari lalu. 

China merupakan negara pertama yang menerapkan lockdown. Pada 23 Januari ketika kasus infeksi Covid-19 sudah lebih dari 500, pemerintah pusat China memutuskan untuk menutup akses dari dan ke Wuhan dan beberapa kota lain di Provinsi Hubei, China bagian tengah. 

Sebagai negara pertama yang menerapkan lockdwon, China berhasil mencapai fase puncaknya terhitung sejak diterapkannya karantina dalam kurun waktu tiga minggu. Sementara untuk mencapai kondisi 'aman' yang ditandai dengan penurunan kasus secara signifikan China membutuhkan waktu 3 pekan. Lockdown pun dicabut di China memasuki pekan kedua April 2020.  



Masih dari kawasan Asia, kali ini beralih ke Korea Selatan. Berbeda dengan China dan Eropa yang menerapkan lockdown, Negeri Ginseng lebih memilih melakukan tes masal Covid-19 dan contact tracing.

Korea Selatan menjadi negara yang banyak dipuji atas penanganan wabahnya. Pasalnya jumlah kasus infeksi Covid-19 di Korea melonjak pada 18 Februari. Namun dengan tes yang dilakukan secara masif dan social distancing hanya butuh waktu kurang dari satu minggu untuk mencapai fase puncak.

Kasus pun berhasil ditekan di level 10.000 sampai saat ini oleh Korea. Ya, jumlah kasus benar-benar berhasil ditekan karena adanya deteksi dini yang memungkinkan seseorang yang teridentifikasi positif bisa langsung diisolasi.



Korea menjadi negara yang belajar banyak dari pedihnya lockdown, saat wabah MERS masuk ke negara itu beberapa tahun silam. Protes keras dari warga membuat Negeri KPOP itu menghindari lockdown yang juga ongkos ekonominya sangatlah besar.  

Jika berkaca dari kasus-kasus di atas, maka sebenarnya miris melihat realita di Indonesia. Penerapan PSBB pun terlihat kurang berdampak signifikan. Sekarang malah ada rencana dilonggarkan. 

Pelonggaran terlalu dini sebenarnya dikhawatirkan justru akan memicu timbulnya gelombang kedua wabah. Lihat saja AS, China dan Korea Selatan yang baru-baru ini melonggarkan pembatasannya melaporkan terjadinya kenaikan jumlah kasus baru.

Jadi, hidup normal bulan Juni nampaknya akan sangat susah diwujudkan. Sekarang saja sudah pertengahan Mei, Indonesia masih belum bisa disimpulkan melalui fase puncak. Apalagi jika berkaca pada negara-negara yang berhasil 'menjinakkan' corona periode 'aman' biasanya membutuhkan rentang waktu 3 minggu hingga lebih dari 1 bulan.


Sebelumnya Presiden Jokowi mengimbau masyarakat untuk hidup berdamai dengan virus corona. Pihak istana menjelaskan maksud Jokowi 'berdamai' dengan virus corona mengandung arti untuk tidak menyerah dan beradaptasi menyesuaikan pola hidup di tengah pandemi. 

Namun kata 'berdamai' di sini harus dimaknai dengan sangat hati-hati. Berdamai bukan berarti lengah atau bahkan menyerah. Namun jika melihat penangkal antivirusnya berupa vaksin dan obat belum ditemukan serta butuh waktu yang lama, memang mau tak mau kita semua harus terbiasa bahwa virus ada di sekitar kita. Sekali lagi ini bukan alasan untuk tidak waspada. itu yang perlu dicatat.

Di samping mencoba berdamai, pemerintah juga sebaiknya melakukan intervensi di sektor kesehatan masyarakat lebih gencar lagi. Fokus pada tes masif dan contact tracing disamping menyembuhkan yang sudah terjangkit. 

Koordinasi pusat dan daerah perlu lebih diperkuat untuk menciptakan sinergi. Setiap kebijakan haruslah jelas, tegas dan terukur. Harus konsisten juga. Selama ini beberapa kebijakan yang diambil terkadang justru kontraproduktif. Sudah tentu hal ini harus dihindari karena bisa menimbulkan kebingungan di kalangan publik. 

Pada tataran teknis, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat masih perlu untuk menggalakkan protokol wabah terutama di fasilitas umum seperti pengukuran temperatur, penyediaan chamber disinfektan, penggunaan masker saat bepergian dan menerapkan pola hidup higienis. 

Morgan Stanley dalam sebuah kajiannya mengatakan Indonesia akan menjadi runner up untuk kategori negara Asia ex Japan (AxJ) yang ekonominya cepat pulih setelah China.

Eksposur Indonesia ke resesi global terlihat dari porsi ekspor terhadap PDB masih relatif rendah, dan cenderung bertumpu pada permintaan domestik menjadi keunggulan Indonesia untuk bertahan dari gempuran. Namun skenario Indonesia jadi juara dua ini menggunakan asumsi jika wabah mencapai puncak pada kuartal II-2020. 

Jika lewat dari itu, maka ekonomi Indonesia bisa semakin tidak tertolong. Oleh karena itu sekali lagi yang perlu ditegaskan adalah fokus kita bersama untuk saat ini tak lain dan tak bukan adalah memerangi virus. Harus fokus ke sana! Untuk hal-hal yang lain ditunda terlebih dulu dan yang terpenting jangan grusa-grusu.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(twg/twg) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular