
Pengusaha Transportasi Klaim Bakal Banyak PHK, Ada Apa?
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
13 May 2020 15:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Para pengusaha sektor transportasi mengaku mulai kehabisan napas. Semua tak lepas dari pandemi virus corona baru penyebab Covid-19.
Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengatakan, sejak sebulan masa pandemi Covid-19 di Indonesia, angkutan laut untuk penumpang sudah mengalami penurunan sebesar 50%-70%.
Selanjutnya, penurunan itu juga ditambah lagi dengan adanya kebijakan PSBB dan pembatasan pergerakan orang. Dia mencatat, jumlah arus penumpang anjlok hampir menyentuh nol, atau turun hampir 100%.
"Sedangkan biaya operasional kapal tetap berjalan, termasuk biaya investasi berupa pokok dan bunga pinjaman bank," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/5/20).
Dia menambahkan, di sektor angkutan kontainer, dalam sebulan terakhir telah mengalami penurunan volume cargo karena dampak dari pembatasan operasional sektor industri di beberapa tempat. Di tengah situasi yang terjadi tersebut, pelaku usaha angkutan kontainer mengalami kesulitan pembayaran tagihan dari pelanggan.
Di sisi lain, operasional perusahaan harus tetap dijaga agar berjalan dengan baik terutama yang terkait dengan faktor keselamatan. Sementara itu, turunnya harga minyak dunia juga sangat berdampak pada sektor angkutan migas dan pelayaran lepas pantai (offshore).
Sebagian besar perusahaan minyak melakukan efiensi. Hal itu berdampak pada pelayaran, salah satunya adalah dengan meninjau ulang harga sewa kapal hingga turun 30%-40%.
"Beberapa sektor angkutan laut tersebut sudah merasakan himpitan yang besar seiring tekanan dari dampak Covid-19 yang melumpuhkan sebagian sektor ekonomi," kata Carmelita.
Karena itu dia berharap pemerintah bisa segera merealisasikan relaksasi pinjaman akibat tekanan Covid-19. Ia meminta pemerintah segera memformulasikan stimulus dunia usaha yang lebih masif guna menekan dampak Covid-19.
Pemerintah dan OJK diharapkan agar memperluas basis debitur yang mendapatkan restrukturisasi kredit. Sehingga tidak terbatas pada debitur dengan plafond pinjaman Rp 10 miliar.
"Harus ada langkah cepat tepat dan berkesinambungan, dengan risiko yang terukur. Dan itu tidak bisa ditunda lagi, harus segera dilakukan, untuk melengkapi paket kebijakan pemerintah sebelumnya seperti stimulus pajak," ujarnya.
Jika tidak, menurutnya kondisi negatif cashflow yang dialami saat ini dalam waktu dekat akan mengakibatkan perusahaan berhenti beroperasi. Selanjutnya, dampak yang lebih parah adalah akan banyak korban PHK.
"Perlu diingat bahwa membangun kembali industri pelayaran memerlukan waktu yang lama dan industri pelayaran merupakan infrastruktur maritim yang menjadi tulang punggung bagi negara maritim seperti Indonesia," kata Carmelita.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja. Ia bilang, pemerintah harus mengambil langkah cepat jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.
"Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas," urainya di Jakarta, Rabu (13/5/20).
Sejumlah perusahaan bahkan tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan. Belum lagi dampak langsung kepada industri pendukung seperti airport, airnav dan penyelenggara avtur yang tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai.
"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," kata Denon.
Dia menilai sudah saatnya pemerintah menambah stimulusnya dari sekitar 2,5% terhadap PDB menjadi 5-10% terhadap PDB. Dia memberikan gambaran, tekanan pada bisnis transportasi tercermin melalui angka pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 yang hanya tumbuh sebesar 2,97%.
"Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi," ungkapnya.
(miq/miq) Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini
Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengatakan, sejak sebulan masa pandemi Covid-19 di Indonesia, angkutan laut untuk penumpang sudah mengalami penurunan sebesar 50%-70%.
Selanjutnya, penurunan itu juga ditambah lagi dengan adanya kebijakan PSBB dan pembatasan pergerakan orang. Dia mencatat, jumlah arus penumpang anjlok hampir menyentuh nol, atau turun hampir 100%.
Dia menambahkan, di sektor angkutan kontainer, dalam sebulan terakhir telah mengalami penurunan volume cargo karena dampak dari pembatasan operasional sektor industri di beberapa tempat. Di tengah situasi yang terjadi tersebut, pelaku usaha angkutan kontainer mengalami kesulitan pembayaran tagihan dari pelanggan.
Di sisi lain, operasional perusahaan harus tetap dijaga agar berjalan dengan baik terutama yang terkait dengan faktor keselamatan. Sementara itu, turunnya harga minyak dunia juga sangat berdampak pada sektor angkutan migas dan pelayaran lepas pantai (offshore).
Sebagian besar perusahaan minyak melakukan efiensi. Hal itu berdampak pada pelayaran, salah satunya adalah dengan meninjau ulang harga sewa kapal hingga turun 30%-40%.
"Beberapa sektor angkutan laut tersebut sudah merasakan himpitan yang besar seiring tekanan dari dampak Covid-19 yang melumpuhkan sebagian sektor ekonomi," kata Carmelita.
Karena itu dia berharap pemerintah bisa segera merealisasikan relaksasi pinjaman akibat tekanan Covid-19. Ia meminta pemerintah segera memformulasikan stimulus dunia usaha yang lebih masif guna menekan dampak Covid-19.
Pemerintah dan OJK diharapkan agar memperluas basis debitur yang mendapatkan restrukturisasi kredit. Sehingga tidak terbatas pada debitur dengan plafond pinjaman Rp 10 miliar.
"Harus ada langkah cepat tepat dan berkesinambungan, dengan risiko yang terukur. Dan itu tidak bisa ditunda lagi, harus segera dilakukan, untuk melengkapi paket kebijakan pemerintah sebelumnya seperti stimulus pajak," ujarnya.
Jika tidak, menurutnya kondisi negatif cashflow yang dialami saat ini dalam waktu dekat akan mengakibatkan perusahaan berhenti beroperasi. Selanjutnya, dampak yang lebih parah adalah akan banyak korban PHK.
"Perlu diingat bahwa membangun kembali industri pelayaran memerlukan waktu yang lama dan industri pelayaran merupakan infrastruktur maritim yang menjadi tulang punggung bagi negara maritim seperti Indonesia," kata Carmelita.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja. Ia bilang, pemerintah harus mengambil langkah cepat jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.
"Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas," urainya di Jakarta, Rabu (13/5/20).
Sejumlah perusahaan bahkan tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan. Belum lagi dampak langsung kepada industri pendukung seperti airport, airnav dan penyelenggara avtur yang tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai.
"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," kata Denon.
Dia menilai sudah saatnya pemerintah menambah stimulusnya dari sekitar 2,5% terhadap PDB menjadi 5-10% terhadap PDB. Dia memberikan gambaran, tekanan pada bisnis transportasi tercermin melalui angka pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 yang hanya tumbuh sebesar 2,97%.
"Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi," ungkapnya.
(miq/miq) Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini
Most Popular