
EBRD Peringatkan Negara Berkembang Soal Dampak Ekonomi Corona

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank pembangunan Eropa memperingatkan bahwa krisis virus corona (COVID-19) akan menyebabkan pukulan ekonomi "besar-besaran" di tahun ini pada zona investasinya yang sudah tertekan akibat jatuhnya harga komoditas.
Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD) meramalkan bahwa hampir 40 ekonomi negara tempatnya beroperasi akan menyusut rata-rata 3,5% tahun ini akibat wabah COVID-19. Namun ekonomi negara-negara itu diperkirakan bakal rebound 4,8% tahun depan.
Lembaga ini juga memperingatkan bahwa penurunan mungkin menjadi lebih dalam jika aturan jarak sosial (social distancing) bertahan lebih lama lagi dari yang diantisipasi.
"Krisis telah menjadi pukulan besar dan keluar dari itu akan sama menantangnya," kata Kepala Ekonom EBRD Beata Javorcik dalam laporan prospek terbaru bank, sebagaimana dilaporkan AFP, Rabu (13/5/2020).
"Ini bukan saatnya untuk terlibat dalam nasionalisme ekonomi dan proteksionisme, tetapi waktu untuk membentuk masa depan yang lebih baik melalui komitmen internasional terhadap perdagangan bebas, mitigasi perubahan iklim, dan kerja sama ekonomi," tambahnya.
Lebih lanjut, EBRD memperingatkan bahwa prediksi pertumbuhan itu akan bergantung sepenuhnya pada keadaan yang disebabkan oleh krisis kesehatan global yang terjadi dan juga harga komoditas, terutama minyak.
Lembaga itu juga memperingatkan mungkin akan ada "dampak ekonomi, politik dan sosial jangka panjang yang signifikan" yang dapat memperdalam tekanan pada pertumbuhan.
"Jika jarak sosial tetap di tempat lebih lama dari yang diantisipasi, resesi mungkin jauh lebih dalam, di mana tingkat output per kapita 2019 tidak tercapai lagi untuk beberapa tahun mendatang," kata EBRD.
Perkiraan terbaru EBRD mengasumsikan negara-negara secara bertahap keluar dari penguncian (lockdown) global dan pembatasan perjalanan, diikuti dengan kembali ke kehidupan normal di paruh kedua tahun ini.
Menurut proyeksi EBRD, hampir semua ekonomi negara tempatnya beroperasi akan menyusut tahun ini. Kecuali Mesir, Turkmenistan dan Uzbekistan. Di mana ekonomi yang paling parah penurunannya adalah Kroasia, Latvia dan Lithuania, dengan penurunan sekitar 7% tahun ini.
Di Eropa selatan, Yunani dan Siprus masing-masing diprediksi mengalami penurunan 6% akibat merosotnya pariwisata, sementara produk domestik bruto (PDB) Turki turun 3,5%. Di sisi lain, ekonomi Rusia diproyeksikan turun 4,5% karena jatuhnya harga minyak.
"Rusia (menghadapi) guncangan ganda pandemi virus corona,yang telah memukul permintaan global, dan runtuhnya perjanjian untuk membatasi produksi minyak, yang secara bersama-sama menyebabkan harga minyak turun secara substansial dan mengakibatkan perlambatan tajam dalam aktivitas," kata EBRD.
"Dengan ekonominya yang masih bergantung pada minyak, penurunan harga minyak merupakan hal yang signifikan, terutama mengingat sedikitnya stimulus fiskal yang diperlukan untuk mengimbangi dampak pandemi."
EBRD merupakan bank yang berbasis di London yang didirikan pada tahun 1991 untuk membantu negara-negara bekas blok Soviet beralih ke ekonomi pasar bebas. Tetapi kini bank telah memperluas jangkauannya.
Lembaga ini sekarang berinvestasi di negara-negara berkembang mulai dari Eropa tengah dan timur, hingga Asia Tengah, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
(res/res) Next Article Pertumbuhan Ekonomi 2019: Cahaya di Ujung Terowongan
