
Mal Mau Dibuka, Pengusaha Sudah Siap-Siap!
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 May 2020 08:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Kajian awal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian soal pemulihan ekonomi, antara lain mulai dibukanya mal 8 Juni 2020, mendapat respons pelaku usaha ritel. Saat mal dibuka maka yang terlibat adalah pengusaha pengelola mal dan para ritel penyewa ruang usaha di mal.
Pelaku usaha ritel penyewa tempat mal selama ini tergabung dalam Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengaku siap dengan wacana pemerintah. Namun, Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, mengingatkan tidak mudah untuk kembali pada keadaan normal di masa-masa awal pembukaan nanti.
"Prinsipnya kalau dibuka kita akan buka. Memang problem kita karena tenant nggak bisa kayak dulu, baik dari segi perusahaan ada masalah, kena pendanaan jadi banyak hal untuk pembukaan ini," kata Budihardjo kepada CNBC Indonesia, Senin (11/5/2020).
Pemerintah akan membagi rencana kehidupan normal menjadi beberapa fase. Pembukaan toko, pasar dan mal rencananya akan dibuka pada 8 Juni atau fase 2 sementara sejumlah usaha dengan kontak fisik seperti salon dan spa akan dibuka pada fase 3, yakni pada 15 Juni 2020.
Untuk seluruh kegiatan ekonomi rencananya akan dibuka pada Akhir Juli/Awal Agustus. Pengawasan ketat dan evaluasi secara berkala akan dilakukan sampai vaksin bisa ditemukan dan disebarluaskan.
Langkah itu sebenarnya sangat berisiko, jika memilih hidup damai bersama COVID-19. Di sisi lain ada risiko roda ekonomi tidak berputar dalam jangka waktu yang lama.
"Kita harus siapkan untuk hidup bersama Covid-19. Artinya, kesehatan dan ekonomi berjalan bareng, itu harus dilakukan. Kami dari Asosiasi fasilitasi SOP-SOP yang diperlukan pemerintah. Bantu memikirkan, rumuskan standar operasi kita udah punya masukan terhadap mall. Kita harap kerjasama koordinasi ke depannya," katanya.
Namun, ia menggarisbawahi koordinasi di antara pengambil kebijakan pun harus jelas. Sehingga tidak timbul kebingungan di lapangan.
"Paling dikhawatirkan nanti saat dibuka, ada ketidaksinkronan atas dan bawah. (Misalnya) tiba-tiba Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) tahu-tahu melakukan penutupan atau penyegelan. Kita kadang-kadang sudah ikuti semua protokoler kesehatan, tapi ternyata nanti dipertanyakan," katanya.
Keberadaan petugas dalam menegur pedagang yang tidak menutup bisnisnya saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) misalnya. Ia menilai perlu cara yang lebih humanis dalam memprosesnya.
"Harusnya ada yang sifatnya pembinaan. Karena kondisi ini baru (terjadi), jadi perlu proses dan waktu," sebutnya.
Dari segi kesiapan, pusat perbelanjaan juga memiliki segudang cara kerja yang disiplin. Artinya, ketika ada instruksi dari pemerintah kepada pelaku usaha, maka biasanya lebih mudah tersampaikan.
"Kalau pusat perbelanjaan kan mandiri. Mal paling siap karena punya SOP (Standar Operasional Prosedur) rapi. Jadi ketika penerapan protokol saat PSBB, suhu bisa dijalankan, security lobi infrastruktur bisa siap," katanya.
(sef/sef) Next Article Tak Ada Lagi Mal Baru di Jakarta, Kota Ini Malah Tambah Lagi
Pelaku usaha ritel penyewa tempat mal selama ini tergabung dalam Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengaku siap dengan wacana pemerintah. Namun, Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, mengingatkan tidak mudah untuk kembali pada keadaan normal di masa-masa awal pembukaan nanti.
Pemerintah akan membagi rencana kehidupan normal menjadi beberapa fase. Pembukaan toko, pasar dan mal rencananya akan dibuka pada 8 Juni atau fase 2 sementara sejumlah usaha dengan kontak fisik seperti salon dan spa akan dibuka pada fase 3, yakni pada 15 Juni 2020.
Untuk seluruh kegiatan ekonomi rencananya akan dibuka pada Akhir Juli/Awal Agustus. Pengawasan ketat dan evaluasi secara berkala akan dilakukan sampai vaksin bisa ditemukan dan disebarluaskan.
Langkah itu sebenarnya sangat berisiko, jika memilih hidup damai bersama COVID-19. Di sisi lain ada risiko roda ekonomi tidak berputar dalam jangka waktu yang lama.
"Kita harus siapkan untuk hidup bersama Covid-19. Artinya, kesehatan dan ekonomi berjalan bareng, itu harus dilakukan. Kami dari Asosiasi fasilitasi SOP-SOP yang diperlukan pemerintah. Bantu memikirkan, rumuskan standar operasi kita udah punya masukan terhadap mall. Kita harap kerjasama koordinasi ke depannya," katanya.
Namun, ia menggarisbawahi koordinasi di antara pengambil kebijakan pun harus jelas. Sehingga tidak timbul kebingungan di lapangan.
"Paling dikhawatirkan nanti saat dibuka, ada ketidaksinkronan atas dan bawah. (Misalnya) tiba-tiba Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) tahu-tahu melakukan penutupan atau penyegelan. Kita kadang-kadang sudah ikuti semua protokoler kesehatan, tapi ternyata nanti dipertanyakan," katanya.
Keberadaan petugas dalam menegur pedagang yang tidak menutup bisnisnya saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) misalnya. Ia menilai perlu cara yang lebih humanis dalam memprosesnya.
"Harusnya ada yang sifatnya pembinaan. Karena kondisi ini baru (terjadi), jadi perlu proses dan waktu," sebutnya.
Dari segi kesiapan, pusat perbelanjaan juga memiliki segudang cara kerja yang disiplin. Artinya, ketika ada instruksi dari pemerintah kepada pelaku usaha, maka biasanya lebih mudah tersampaikan.
"Kalau pusat perbelanjaan kan mandiri. Mal paling siap karena punya SOP (Standar Operasional Prosedur) rapi. Jadi ketika penerapan protokol saat PSBB, suhu bisa dijalankan, security lobi infrastruktur bisa siap," katanya.
(sef/sef) Next Article Tak Ada Lagi Mal Baru di Jakarta, Kota Ini Malah Tambah Lagi
Most Popular