Awas, Gelombang Kedua Serangan Corona Bisa Lebih Mengerikan!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 May 2020 13:42
Kasus COVID-19 Turun Drastis, Spanyol Buka Lockdown. AP/Alvaro Barrientos
Foto: Kasus COVID-19 Turun Drastis, Spanyol Buka Lockdown. AP/Alvaro Barrientos
Namun pembukaan kembali perekonomian yang terlalu cepat juga sangatlah berbahaya. Pasalnya saat ini penangkal dari virus baik itu vaksin maupun obat masih belum ditemukan. Ditambah masih banyak negara lain yang masih berada di fase eksponensial membuat potensi terjadinya gelombang kedua wabah menjadi ancaman paling serius.

Hal ini pun disorot oleh ahli epidemiologi Ben Cowling, seorang profesor di School of Public Health at the University of Hong Kong. ″ ... Saya pikir untuk memiliki timeline akan jadi sangat menantang. Tidak ada negara yang ingin membuka terlalu dini, dan kemudian menjadi negara pertama yang memiliki gelombang kedua yang besar," kata Cowling kepada CNBC International pertengahan April lalu.

"Saya pikir itu akan sangat sulit karena kita tahu bahwa bahkan negara-negara yang mengatasi gelombang pertama mereka, mereka akan mendapat tantangan dari negara-negara lain yang masih mengalami gelombang pertama mereka atau bahkan mengalami gelombang kedua, yang bisa mulai sekarang di Cina," tambah Cowling.

Walau kasus infeksi virus corona tampaknya telah meruncing di negara-negara seperti Cina dan Singapura, keduanya melaporkan lebih banyak kasus yang diimpor dari luar negeri setelahnya.

"Ini benar-benar akan sangat sulit, saya pikir pengujian menjadi sangat penting, tetapi juga masih perlu disertai dengan pembatasan sosial . Jadi itu mungkin bukan pembukaan penuh, bahkan pada bulan Juni atau Juli," ujarnya mengutip CNBC International.

"Tapi pelajaran lain dari Hong Kong, Singapura dan tempat lain di Asia adalah bahwa kasus impor benar-benar dapat menyebabkan masalah besar bagi pengendalian epidemi lokal," Cowling memperingatkan.

Berkaca dari Singapura, Negeri Singa sebelumnya mendapat pujian global atas intervensi awalnya pada bulan Januari yang telah berhasil menyebabkan infeksi mereda. Namun Singapura kembali mengalami ledakan jumlah kasus secara mendadak.

"Di Singapura, mereka memilih (uji dan lacak) sebagai prioritas, dan tampaknya berfungsi dengan baik sampai ada banyak dan banyak kasus impor yang menyebabkan masalah untuk pengujian dan penelusuran," jelas Cowling.

Menurut Cowling, pelajaran dari Singapura adalah bahwa menguji kasus dan melacak kontak tetap penting, tetapi perlu ada pembatasan sosial sebagai bagian dari exit strategy.

"Kalau tidak, ada bahaya bahwa tes dan penelusuran akan bekerja dengan baik untuk suatu periode, tetapi kemudian akan kewalahan dengan kasus impor," katanya. Itulah sebabnya ada tantangan nyata untuk menekan angka, karena tes dan penelusuran akan menjadi kurang efektif jika lonjakan kasus gelombang kedua terjadi.

Apa yang dikhawatirkan Cowling tampaknya sudah mulai terlihat tanda-tandanya. Kekhawatiran tersebut pun mulai terlihat dari data perkembangan terbaru kasus Covid-19 yang mulai meningkat di beberapa negara.

Di AS misalnya. Sejak awal Mei Paman Sam telah memperbolehkan beberapa wilayah mulai membuka kembali pertokoan seperti di Texas. Ternyata laju penambahan pasien baru di AS sedikit meningkat selepas pelonggaran social distancing. Sejak 5-8 Mei, Tim Riset CNBC Indonesia mencatat terjadi kenaikan kasus baru berturut-turut sebesar 1,66%, 1,9%, 2,12%, dan 2,38%.

Kenaikan kasus tak hanya terjadi di AS, di beberapa negara lain juga ada kekhawatiran serupa. Di Korea Selatan, kasus corona agak meningkat karena penyebaran di sebuah klub malam yang menyebabkan 34 orang terinfeksi. Ini terjadi usai pemerintah Negeri Ginseng melonggarkan aturan pembatasan sosialnya.

Sementara di Kota Wuhan (China) yang merupakan ground zero penyebaran virus corona, terdapat satu pasien lagi setelah belum lama ini ibu kota Provinsi Hubei itu dinyatakan bebas corona. Pasien baru itu tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).

Reuters melaporkan, pihak berwenang China juga sudah mewanti-wanti akan kemungkinan terjadinya second wave outbreak. Kali ini yang disorot adalah salah satu kota di Provinsi Jilin Timur Laut China yang direklasifikasi menjadi zona merah alias berisiko tinggi.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular