Cerita Tiga Menteri yang 'Ngomel' ke Gubernur Anies, Duh!

Lidya Julita Sembiring & Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
08 May 2020 03:55
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghadiri peluncuran program DP O Rupiah Samawa (Solusi Rumah Warga) di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Jum'at (12/10). Masyarakat Ber KTP DKI Jakarta dapat mendaftar untuk membeli rumah Dp 0 Rupiah melalui Aplikasi Kredit Hunian yang dapat diakses pada 1 November 2018. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga menteri dalam Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Joko Widodo secara terpisah memaparkan sejumlah masalah perihal penyaluran bansos oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah pimpinan Gubernur Anies Baswedan.

Ketiganya, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Juliari Batubara, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

Ketika menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020), Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah pusat memutuskan menanggung bantuan sosial baik dalam bentuk sembako dan bantuan sosial tunai (d/h bantuan langsung tunai/BLT) di Jakarta.

"PMK [Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan] yang DKI (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) cover 1,1 juta warganya, nggak punya anggaran dan minta pemerintah pusat covering untuk 1,1 juta warganya," kata Sri Mulyani.

Ia pun mempertanyakan apakah penyebaran sembako dan BLT itu sudah selesai dan tepat sasaran atau belum. Untuk itu, Sri Mulyani menegaskan Kementerian Sosial (Kemensos) harus turun langsung memastikan seluruh hak masyarakat terpenuhi.

"Presiden minta sebelum lebaran 100 persen sudah harus terkirim dan utamanya Jabodetabek yang kebijakannya tidak boleh mudik dan harus dapat bansos," ujarnya.

Juliari pun menyebut penyaluran bansos oleh Pemprov DKI Jakarta tidak sesuai dengan kesepakatan awal antara pemerintah pusat dengan Pemprov DKI Jakarta. Ia mengaku telah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di DKI Jakarta. Lalu ditemukan ada warga penerima bansos Kemensos sama dengan penerima bansos DKI Jakarta. Akibatnya terjadi kekacauan di lapangan

"Pada saat ratas [rapat terbatas] terdahulu, kesepakatan awalnya tidak demikian. Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover bantuan yang tidak bisa di-cover oleh Pemprov DKI Jakarta," katanya dilansir cnnindonesia.com, Kamis (7/5/2020).

Juliari mengatakan, awalnya pemerintah pusat hanya akan menyalurkan bansos kepada warga yang tidak menerima bantuan Pemprov DKI Jakarta. Jumlahnya sekitar 1,3 juta kepala keluarga.

Menko PMK Muhadjir Effendy juga turut serta menyoroti penyaluran bansos oleh Pemprov DKI Jakarta. Dia mengaku sempat menegur Anies terkait data program bansos yang diberikan pemerintah pusat kepada warga DKI Jakarta imbas pandemi Covid-19.

"Itu [bansos] sekarang problemnya data, termasuk di DKI yang sekarang kita bantu ini problemnya data. Belum lagi sinkronisasi dan koordinasi, misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik-menarik ini, cocok-cocokan data, bahkan kemarin saya dengan pak gubernur agak tegang, agak saya tegur keras pak gubernur," kata Muhadjir.



Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono buka suara perihal polemik bansos di DKI Jakarta. Menurut dia, masalah ini tak lepas dari utang pemerintah pusat kepada Pemprov DKI Jakarta dalam wujud dana bagi hasil (DBH) alias dana perimbangan.

"Awalnya Rp 6 triliun lebih lalu rasionalisasi akhirnya jadi Rp 5,2 triliun. Ini ditagih pak gubernur (Anies Baswedan) ke menteri keuangan, dari situ disanggupi separuhnya saja, Rp2,6 triliun (diberikan pada 23 April 2020). Nah karena kondisi seperti ini, ya enggak cukup," kata Mujiyono, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (7/5/2020).

"Itu diharapkan masuk semua. Kalau pemerintah pusat memenuhi membayar dana perimbangan untuk DKI Jakarta sesuai target dan ontime, DKI Jakarta saya rasa enggak akan kesulitan (dalam penyaluran dana bansos)," lanjutnya.

Lebih lanjut, Mujiyono melihat kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta saat ini hanya cukup untuk menggaji ASN (Aparatur Sipil Negara) serta bansos. Sementara ada kebutuhan terkait penanganan Covid-19, seperti ventilator dan alat rapid test.

Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta hanya bisa mendapatkan pemasukan dana dari pemerintah pusat. Ini karena pemprov tidak bisa menerbitkan pinjaman daerah, berbeda dari pemerintah pusat yang bisa mengajukan pinjaman luar negeri. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI juga menurun karena pandemi.

Gubernur DKI Jakarta, Anies BaswedanFoto: Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan


"Dana bansos enggak gede-gede amat lho. Sementara dari BTT (belanja tidak tetap) saja perubahan kedua sebesar Rp844 miliar. DKI Jakarta seharusnya punya. Cuma itu kita tidak tahu, ini kemungkinan makin tidak bagus, PAD enggak bagus," kata Mujiyono.

Dia mengatakan, PAD dipungut dari berbagai sektor termasuk sektor hiburan lewat pajak hiburan. Namun, selama PSBB, pajak hiburan yang masuk hanya sebesar 3 persen dan setop semua di Mei 2020. Mujiyono memproyeksikan jika Juni atau Juli 2020 PSBB dikendurkan dan ekonomi membaik, DKI Jakarta akan memiliki pemasukan lagi.

Menurut dia, langkah Pemprov DKI Jakarta mengatasi keterbatasan itu dengan menagih utang dana perimbangan pada pemerintah pusat layak dilakukan.

"Kalau saya jadi Gubernurnya, saya akan ngomong gitu, 'Tagihan ini enggak dibayar, kalau gitu elu yang handle rakyat Jakarta'," ujarnya terkekeh.

Pemprov DKI Jakarta belum memberikan pernyataan terkait hal ini. Namun, pada pekan lalu, Anies menyinggung perihal penyaluran bantuan sosial di Ibu Kota. Menurut dia, sudah 1,2 juta keluarga yang dijangkau oleh bantuan tersebut.


"Alhamdulillah sudah terdistribusi dengan baik. Apakah sempurna? Tidak," kata Anies dalam konferensi pers yang ditayangkan via akun YouTube Pemprov DKI Jakarta, Jumat (1/5/2020).

"Ada 1,6% dari distribusi yang sampai kepada orang yang tidak berhak, lalu dikembalikan," imbuhnya.

Anies mengatakan, salah distribusi itu lantaran ada kesalahan data penerima bantuan. Kendati begitu, Ia menilai pencapaian itu tetap perlu diapresiasi.

"Dalam waktu yang cukup singkat bisa mendistribusikan 98,4% pada keluarga yang tepat menurut saya itu suatu langkah yang harus kita apresiasi karena tidak mudah. Hanya 1,6% ini jadi bahan kita untuk mengkoreksi ke depan," pungkas Anies.

[Gambas:Video CNBC]





(miq/dru) Next Article Kasus Covid-19 di RI Bertambah 802 Hari ini, DKI Terbanyak!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular