
Sederet Fakta Program Pensiunan PNS & TNI/Polri Tidak Efektif
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 May 2020 10:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan program pensiun PNS, TNI, dan Polri untuk menjamin perlindungan kesinambungan di hari tua tidak efektif. Berikut faktanya.
BPK berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, jaminan pensiunan yang tidak efektif itu terjadi pada 2018 sampai Semester I-2019. Di mana program pensiunan tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), KemenPANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero).
Dari catatan BPK, penyelenggara jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas, serta belum disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan yang berlaku.
"Pemerintah belum menetapkan peraturan pelaksanaan terkait dengan jaminan pensiun PNS sesuai dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yaitu paling lambat 2 tahun sejak UU diundangkan," tulis BPK dikutip Selasa, (5/5/2020).
Dalam pelaksanaan pengelolaan pensiun, masih terdapat permasalahan, yakni belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun. Sejak 1974, pemerintah selaku pemberi kerja pensiun belum menetapkan berapa besaran iuran.
Pemerintah juga belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait dengan pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, sesuai amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Di mana dalam UU BPJS tersebut mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
"Akibatnya pelaksanaan program pensiun saat ini belum dapat menjamin kesejahteraan pensiunan PNS, TNI, dan Polri sebagaiana diamanatkan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan UU 40 tentang SJSN," jelas BPK.
BPK juga menyoroti bahwa pemerintah tidak lagi mewajibkan badan penyelenggara untuk menyampaikan laporan aktuaris sebagai bagian dari laporan berkala yang harus disampaikan kepada pemerintah.
Tidak adanya laporan aktuaris itu membuat pengelolaan risiko keuangan negara belum mempertimbangkan kewajiban pemerintah atas perhitungan aktuaria dalam program jaminan Pensiun PNS, TNI, dan Polri.
"Akibatnya, adanya risiko peningkatan belanja pensiun di masa depan yang akan berdampak pada penurunan manfaat pensiun, peningkatan iuran sampai dengan keberlangsungan program jaminan pensiun bagi PNS, TNI, dan Polri," kata BPK.
Untuk diketahui, sesuai dengan amanat Undang-undang UU No.40 Tahun 2000 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyebutkan Taspen dan Asabri harus dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan atau yang sekarang dikenal sebagai BP Jamsostek.
Pasal 65 ayat I UU Nomor 24 Tahun 2011 menyebutkan Taspen dan Asabri harus menyelesaikan peta jalan transformasi paling lambat 2014. Kemudian, pengalihan keduanya paling lambat dilakukan pada 2029 mendatang.
(dru/dru) Next Article Mungkin Nggak Pensiunan Bisa Dapat Rp 1 Miliar?
BPK berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, jaminan pensiunan yang tidak efektif itu terjadi pada 2018 sampai Semester I-2019. Di mana program pensiunan tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), KemenPANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero).
Dari catatan BPK, penyelenggara jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas, serta belum disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan pengelolaan pensiun, masih terdapat permasalahan, yakni belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun. Sejak 1974, pemerintah selaku pemberi kerja pensiun belum menetapkan berapa besaran iuran.
Pemerintah juga belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait dengan pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, sesuai amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Di mana dalam UU BPJS tersebut mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
"Akibatnya pelaksanaan program pensiun saat ini belum dapat menjamin kesejahteraan pensiunan PNS, TNI, dan Polri sebagaiana diamanatkan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan UU 40 tentang SJSN," jelas BPK.
BPK juga menyoroti bahwa pemerintah tidak lagi mewajibkan badan penyelenggara untuk menyampaikan laporan aktuaris sebagai bagian dari laporan berkala yang harus disampaikan kepada pemerintah.
Tidak adanya laporan aktuaris itu membuat pengelolaan risiko keuangan negara belum mempertimbangkan kewajiban pemerintah atas perhitungan aktuaria dalam program jaminan Pensiun PNS, TNI, dan Polri.
"Akibatnya, adanya risiko peningkatan belanja pensiun di masa depan yang akan berdampak pada penurunan manfaat pensiun, peningkatan iuran sampai dengan keberlangsungan program jaminan pensiun bagi PNS, TNI, dan Polri," kata BPK.
Untuk diketahui, sesuai dengan amanat Undang-undang UU No.40 Tahun 2000 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyebutkan Taspen dan Asabri harus dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan atau yang sekarang dikenal sebagai BP Jamsostek.
Pasal 65 ayat I UU Nomor 24 Tahun 2011 menyebutkan Taspen dan Asabri harus menyelesaikan peta jalan transformasi paling lambat 2014. Kemudian, pengalihan keduanya paling lambat dilakukan pada 2029 mendatang.
(dru/dru) Next Article Mungkin Nggak Pensiunan Bisa Dapat Rp 1 Miliar?
Most Popular