Terungkap, Alasan Menteri ESDM soal Harga BBM Belum Turun

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
05 May 2020 08:00
Menteri ESDM Arifin Tasrif (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri ESDM Arifin Tasrif (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan meski harga minyak dunia turun, tapi harga bahan bakar minyak (BBM) tidak bisa serta merta turun. Banyak pertimbangan untuk menurunkan harga BBM.

Selama 13 tahun terakhir menurutnya setiap harga minyak anjlok karena kondisi krisis, biasa akan kembali rebound dalam tiga bulan. Misalnya pada krisis tahun 2008 harga minyak anjlok sampai US$ 38 per barel, lalu kembali normal menjadi US$ 70 per barel.



Akan tetapi kondisinya saat ini berbeda, di mana ada pandemi corona (COVID-19) yang diikuti oleh perang harga minyak antara Rusia, Arab Saudi, dan non Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Arifin mengatakan masih akan terus menunggu realisasi pemotongan produksi minyak global oleh negara-negara OPEC dan Non OPEC.

Seperti diketahui Mei - Juni ada rencana pemangkasan produksi sebesar 9,7 juta barel. Lalu pemotongan produksi Juli -Desember 7,7 juta barel, dan Januari - April 2021 sebesar 5,8 juta barel.

"Di sisi lain, Covid-19 terjadi penurunan karena kebijakan lockdown dan melemahnya ekonomi sehingga demand menurun. Penurunan ini harga minyak sampai US$ 22 per barel bahkan pernah minus US$ 37 per barel karena tidak ada demand kemudian storage penuh," kata Arifin dalam Raker virtual dengan Komisi VII DPR RI, Senin, (4/05/2020).

Menurutnya penurunan harga BBM sudah dilakukan sebelum adanya pandemi dan perang crude crude antara OPEC dan Non OPEC. Ia juga menyebut harga BBM Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN masih murah.

"Kita bisa lihat dibandingkan degan Filipina, bensin setara pertalite dijual dengan harga Rp 10.000/liter, kemudian di Laos Rp 14.000/liter," paparnya.

Lebih lanjut ia menerangkan rata-rata BBM nasional turun 26,4%, dengan rincian rata-rata penjualan bensin turun 29,8% dan rata-rata volume penjualan minyak solar 18,7%. Anjloknya konsumsi ini membuat operating cost terdampak menjadi lebih tinggi, disamping anjloknya kurs yang juga menjadi pukulan telak.

"Kita memperkirakan harga minyak akan rebound dikisaran US$ 40 per barel di akhir tahun. Untuk itu kami masih mencermati perkembangan dalam Mei dan Juni ini.

Arifin menuturkan bahwa baru pertama kali ini sejak 2008 terjadi Mean Of Platts Singapore (MOPS) di bawah minyak mentah Indonesia (ICP). Bagaimana gasoline yang sudah diproses harganya di bawah minyak mentah.



Sebagai badan usaha, kata Arifin, Pertamina yang memiliki stok BBM melimpah telah memberikan diskon. "Kita harus merespon output sumur-sumur kita, kalau sumur setop, start lagi hilang kapasitasnya. Dan berikan dampak yang berat buat KKKS. Kemudian juga dampak rupiah," jelasnya.

Dalam kondisi sulit ini, Kementerian ESDM juga memperhatikan kemampuan Pertamina dan keuangannya. Arifin meminta agar diberikan pengertian dan dukungan, ia sangat mengerti dorongan untuk menurunkan harga BBM namun penyerapan sangat terbatas dan Pertamina harus menjaga keberlanjutan produksi.

"Stok Pertamina tinggi dan Pertamina harus jaga keberlanjutan produksi," kata Arifin.

[Gambas:Video CNBC]




(sef/sef) Next Article Anomali Harga BBM dan Minyak Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular