
Ini Dia Kandidat Obat & Vaksin Corona, Semoga Cespleng!
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 May 2020 14:33

Pengembangan obat dan vaksin memang membutuhkan waktu yang lama. Jurnal ilmiah ternama di dunia yakni Nature meramal pengembangan vaksin paling cepat membutuhkan waktu 12-18 bulan.
Jika saat ini rata-rata kandidat obat maupun vaksin masih berada di tahap awal maupun uji klinis tahap pertama, maka paling cepat vaksin dan obat bisa dikembangkan pada akhir 2020. Lama juga ya? Memang itu pun sudah yang paling cepat, mengingat pengembangan vaksin secara normal membutuhkan waktu 2-5 tahun bahkan.
Dengan perlombaan untuk menemukan racikan paling mujarab penangkal Covid-19 yang sekarang terjadi, seorang peneliti senior yang berasal dari Fudan University mengingatkan bahwa cepat saja tidak cukup. Aspek keselamatan (safety) adalah hal yang paling utama dalam pengembangan vaksin.
Dalam sebuah artikelnya di Jurnal Nature, Shibo Jiang seorang peneliti virologi senior di Fudan University menggarisbawahi, sebelum vaksin Covid-19 digunakan untuk manusia, regulator harus memastikan tingkat keamanan kandidat vaksin ini terhadap beberapa strain virus lain dan juga harus diuji dulu dengan menggunakan berbagai jenis hewan model.
Hal ini berarti bahwa menunggu vaksin menjadi tersedia memang akan memakan waktu yang lama. Di sisi lain pemerintah di berbagai negara juga sudah kewalahan menangani pandemi Covid-19.
Namun menurut Jiang, menciptakan vaksin yang aman dan poten untuk Covid-19 adalah hal yang mutlak mengingat tingkat mortalitas pandemi ini cenderung rendah (<10%), tetapi memiliki laju transmisi yang tinggi.
Hal ini berbeda dengan penyakit Ebola yang mematikan dengan tingkat mortalitas lebih dari 50% bahkan ada yang 90% di negara tertentu tetapi tingkat penularannya lebih terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa vaksinasi akan lebih tertarget pada kasus Ebola ketimbang Covid-19 yang kadang penderitanya pun tak menunjukkan gejala sama sekali.
Dalam artikelnya tersebut Jiang menyarankan tiga hal. Pertama, regulator harus terus mewajibkan pengembang untuk menguji obat dan atau vaksin terhadap hewan model terlebih dahulu dan melihat apakah ada dampak buruknya.
Kedua regulator dan juga pengembang obat dan atau vaksin harus benar-benar mencermati apakah ada antibodi anti-corona lain yang dimiliki oleh sukarelawan yang sehat sebelum mereka berpartisipasi dalam uji klinis.
Ketiga Jiang juga menyarankan para pendana proyek pengembangan obat dan atau vaksin juga menggelontorkan dana lebih banyak untuk melakukan tes yang sesuai guna mendukung kelancaran pengembangan obat maupun vaksin itu sendiri.
Lebih lanjut Jiang juga meminta setiap pihak untuk tetap waspada karena virus corona dapat bermutasi dan menjadi wabah baru lagi yang artinya obat maupun vaksin yang sebelumnya ditemukan bisa saja menjadi sia-sia.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah, progress perkembangan obat dan atau vaksin Covid-19 yang saat ini terjadi selain dipicu oleh perkembangan sains dan teknologi juga harus dilandasi dengan aspek yang keamanan. Bagaimanapun juga aspek keamanan merupakan faktor nomor wahid dalam pengembangan obat. Intinya jangan grusa-grusu...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Jika saat ini rata-rata kandidat obat maupun vaksin masih berada di tahap awal maupun uji klinis tahap pertama, maka paling cepat vaksin dan obat bisa dikembangkan pada akhir 2020. Lama juga ya? Memang itu pun sudah yang paling cepat, mengingat pengembangan vaksin secara normal membutuhkan waktu 2-5 tahun bahkan.
Dengan perlombaan untuk menemukan racikan paling mujarab penangkal Covid-19 yang sekarang terjadi, seorang peneliti senior yang berasal dari Fudan University mengingatkan bahwa cepat saja tidak cukup. Aspek keselamatan (safety) adalah hal yang paling utama dalam pengembangan vaksin.
Hal ini berarti bahwa menunggu vaksin menjadi tersedia memang akan memakan waktu yang lama. Di sisi lain pemerintah di berbagai negara juga sudah kewalahan menangani pandemi Covid-19.
Namun menurut Jiang, menciptakan vaksin yang aman dan poten untuk Covid-19 adalah hal yang mutlak mengingat tingkat mortalitas pandemi ini cenderung rendah (<10%), tetapi memiliki laju transmisi yang tinggi.
Hal ini berbeda dengan penyakit Ebola yang mematikan dengan tingkat mortalitas lebih dari 50% bahkan ada yang 90% di negara tertentu tetapi tingkat penularannya lebih terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa vaksinasi akan lebih tertarget pada kasus Ebola ketimbang Covid-19 yang kadang penderitanya pun tak menunjukkan gejala sama sekali.
Dalam artikelnya tersebut Jiang menyarankan tiga hal. Pertama, regulator harus terus mewajibkan pengembang untuk menguji obat dan atau vaksin terhadap hewan model terlebih dahulu dan melihat apakah ada dampak buruknya.
Kedua regulator dan juga pengembang obat dan atau vaksin harus benar-benar mencermati apakah ada antibodi anti-corona lain yang dimiliki oleh sukarelawan yang sehat sebelum mereka berpartisipasi dalam uji klinis.
Ketiga Jiang juga menyarankan para pendana proyek pengembangan obat dan atau vaksin juga menggelontorkan dana lebih banyak untuk melakukan tes yang sesuai guna mendukung kelancaran pengembangan obat maupun vaksin itu sendiri.
Lebih lanjut Jiang juga meminta setiap pihak untuk tetap waspada karena virus corona dapat bermutasi dan menjadi wabah baru lagi yang artinya obat maupun vaksin yang sebelumnya ditemukan bisa saja menjadi sia-sia.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah, progress perkembangan obat dan atau vaksin Covid-19 yang saat ini terjadi selain dipicu oleh perkembangan sains dan teknologi juga harus dilandasi dengan aspek yang keamanan. Bagaimanapun juga aspek keamanan merupakan faktor nomor wahid dalam pengembangan obat. Intinya jangan grusa-grusu...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Pages
Most Popular