
Ini Dia Kandidat Obat & Vaksin Corona, Semoga Cespleng!

Data kompilasi John Hopkins University CSSE menunjukkan, jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 per hari ini mencapai angka 3.507.265. Korban meninggal tercatat mencapai 247.491 jiwa.
Menurut catatan World Economic Forum (WEF) saat ini ada lebih dari 70 vaksin Covid-19 sedang dalam pengembangan. Namun setidaknya ada 19 jenis perawatan (treatment) pandemi Covid-19 yang mencakup vaksin, obat, dan terapi non-obat yang terbilang paling progresif.
Sebanyak 10 jenis merupakan obat-obatan, dua merupakan terapi non-obat dan sisanya merupakan kandidat vaksin. Berbagai obat-obatan digunakan sebagai anti Covid-19 terutama obat yang menyasar virus dengan materi genetik RNA seperti HIV. Untuk itu Kaletra yang digunakan sebagai obat HIV pun diujikan terhadap Covid-19.
Jenis obat yang menghambat respons peradangan berlebihan seperti Actemra dan Kevzara untuk arthritis juga diujikan sebagai kandidat obat Covid-19, mengingat beberapa pasien Covid-19 menunjukkan adanya respon imun berupa peradagangan yang hebat.
Namun calon terkuat obat Covid-19 jatuh pada Remdesivir yang merupakan antivirus produksi Gilead Science. Remdesivir sebelumnya sempat diujikan pada berbagai penyakit seperti Ebola, SARS & MERS dan menunjukkan hasil cukup menjanjikan.
Uji klinis Remdesivir yang melibatkan lebih dari 300 pasien Covid-19 di AS akhir April lalu menunjukkan bahwa obat ini terbilang manjur sehingga lebih dari 50% pasien yang diinjeksikan obat ini secara intravena sembuh dalam kurun waktu 14 hari.
Untuk jenis penanganan Covid-19 non-obat yang kini juga dikembangkan adalah menggunakan plasma pasien Covid-19 yang sembuh. Di dalam plasma darah tersebut terdapat antibodi yakni semacam protein yang berperan dalam menetralkan virus sehingga diharapkan mampu menyembuhkan pasien lain yang masih menderita Covid-19.
Sementara untuk vaksin sendiri, saat ini yang digadang-gadang sebagai kandidat terkuat adalah mRNA-1273 produksi Moderna. Secara umum berbagai penanganan ini kini sedang didorong untuk diuji secara klinis di berbagai negara di dunia.
Nama | Perusahaan | Jenis | Status |
Remdesivir | Gilead Science | Obat | Repurposed Experimental |
Hydroxychloroquine/Chloroquine | Various | Obat | Repurposed |
Actemra (tocilizumab) | Roche | Obat | Repurposed |
Kevzara (sarilumab) | Sanofi, Regeneron Pharmaceuticals | Obat | Repurposed |
Jakavi (ruxolitinib) | Novartis, Incyte | Obat | Repurposed |
Kaletra (lopinavir/ritonavir) | Abbvie | Obat | Repurposed |
RhACE2 APN01 | Apeiron Biologics | Obat | Eksperimental |
Camostat mesylate | University of Aarhus | Obat | Repurposed |
IFX-1 | Inflarx | Obat | Eksperimental |
Aspirin, Clopidogrel, Rivaroxaban, Atorvastatin, Omeprazole | Imperial College London | Obat | Eksperimental |
Convalescent Plasma | Various | Terapi bukan obat | Penggunaan terbatas |
NKG2D-ACE2 CAR NK Cells | ChangQing Sidemu Biotech | Terapi bukan obat | Eksperimental |
mRNA-1273 | Moderna | Vaksin | Eksperimental |
NVX-CoV2373 | Novavax | Vaksin | Eksperimental |
LV-SMENP | Shenzen Geno Medical Institute | Vaksin | Eksperimental |
BCG Tubercolusis Vaccine | Murdoch Children Institute | Vaksin | Repurposed |
INO-4800 | Inovio Pharmaceuticals | Vaksin | Eksperimental |
AD5-nCoV | Cansiona Biological & Beijing Institute of Biotech | Vaksin | Eksperimental |
ChAdOx1 | University of Oxford | Vaksin | Eksperimental |
Sumber : World Economic Forum CNBC Indonesia Research
Nama | Deskripsi | Perkembangan |
Remdesivir | Pernah diuji untuk Ebola, SARS & MERS | Menuju uji klinis tahap lanjut |
Hydroxychloroquine/Chloroquine | Sebelumnya digunakan untuk Malaria | Uji klinis di berbagai negara di dunia |
Actemra (tocilizumab) | Antibodi monoklonal untuk rheumatoid arthritis | Uji klinis di Perancis selama 28 hari pengamatan |
Kevzara (sarilumab) | Antibodi monoklonal untuk inflammatory arthritis | Uji klinis dan rilis data efektivitas obat akhir April |
Jakavi (ruxolitinib) | Obat untuk penyakit autoimun | Hasil uji awal keluar Juni 2020 |
Kaletra (lopinavir/ritonavir) | Obat untuk HIV | Hasil awal diperkirakan keluar Mei 2020 |
RhACE2 APN01 | Obat berbasis protein | Hasil uji awal akan diumumkan September 2020 |
Camostat mesylate | Obat untuk pankreasitis | Fase uji klinis kedua dengan hasil direncanakan rilis Desember 2020 |
IFX-1 | Obat berbasis antibodi monoklonal | Hasil uji awal direncanakan rilis pada Oktober 2020 |
Aspirin, Clopidogrel, Rivaroxaban, Atorvastatin, Omeprazole | Obat kardioprotektif | Sudah dilakukan uji terhadap 3.000 pasien di Inggris pada 31 Maret 2020 |
Convalescent Plasma | Penggunaan plasma darah pasien sembuh Covid-19 | Dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia |
NKG2D-ACE2 CAR NK Cells | Terapi donor sel imun via injeksi intravena | Sedang dalam periode observasi 28 hari |
mRNA-1273 | Vaksin berbasis asam nukleat | Percobaan ditargetkan selesai 1 Juni 2020 |
NVX-CoV2373 | Vaksin berbasis protein dengan teknologi nano | Percobaan terhadap 130 orang dewasa mulai pertengahan Mei, hasil Juli 2020 |
LV-SMENP | Vektor yang mengkode antigen | Percobaan terhadap 100orang dewasa di China selesai 31 Juli 2020 |
BCG Tubercolusis Vaccine | Berhasil untuk menyembuhkan penyakit respirasi lain | Uji coba dilakukan Max Planck Institute |
INO-4800 | Vaksin menggunakan plasmid DNA | Hasil uji klinis rilis pada akhir musim panas dan bersiap produksi 1 juta dosis akhir tahun |
AD5-nCoV | Vektor virus | Fase I uji klinis akhir Desember 2020 dan fase II direncakana akhir Januari |
ChAdOx1 | Vektor adenovirus | Uji klinis mulai akan dilakukan pada Mei 2020 |
Sumber : World Economic Forum CNBC Indonesia Research
Pengembangan obat dan vaksin memang membutuhkan waktu yang lama. Jurnal ilmiah ternama di dunia yakni Nature meramal pengembangan vaksin paling cepat membutuhkan waktu 12-18 bulan.
Jika saat ini rata-rata kandidat obat maupun vaksin masih berada di tahap awal maupun uji klinis tahap pertama, maka paling cepat vaksin dan obat bisa dikembangkan pada akhir 2020. Lama juga ya? Memang itu pun sudah yang paling cepat, mengingat pengembangan vaksin secara normal membutuhkan waktu 2-5 tahun bahkan.
Dengan perlombaan untuk menemukan racikan paling mujarab penangkal Covid-19 yang sekarang terjadi, seorang peneliti senior yang berasal dari Fudan University mengingatkan bahwa cepat saja tidak cukup. Aspek keselamatan (safety) adalah hal yang paling utama dalam pengembangan vaksin.
Dalam sebuah artikelnya di Jurnal Nature, Shibo Jiang seorang peneliti virologi senior di Fudan University menggarisbawahi, sebelum vaksin Covid-19 digunakan untuk manusia, regulator harus memastikan tingkat keamanan kandidat vaksin ini terhadap beberapa strain virus lain dan juga harus diuji dulu dengan menggunakan berbagai jenis hewan model.
Hal ini berarti bahwa menunggu vaksin menjadi tersedia memang akan memakan waktu yang lama. Di sisi lain pemerintah di berbagai negara juga sudah kewalahan menangani pandemi Covid-19.
Namun menurut Jiang, menciptakan vaksin yang aman dan poten untuk Covid-19 adalah hal yang mutlak mengingat tingkat mortalitas pandemi ini cenderung rendah (<10%), tetapi memiliki laju transmisi yang tinggi.
Hal ini berbeda dengan penyakit Ebola yang mematikan dengan tingkat mortalitas lebih dari 50% bahkan ada yang 90% di negara tertentu tetapi tingkat penularannya lebih terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa vaksinasi akan lebih tertarget pada kasus Ebola ketimbang Covid-19 yang kadang penderitanya pun tak menunjukkan gejala sama sekali.
Dalam artikelnya tersebut Jiang menyarankan tiga hal. Pertama, regulator harus terus mewajibkan pengembang untuk menguji obat dan atau vaksin terhadap hewan model terlebih dahulu dan melihat apakah ada dampak buruknya.
Kedua regulator dan juga pengembang obat dan atau vaksin harus benar-benar mencermati apakah ada antibodi anti-corona lain yang dimiliki oleh sukarelawan yang sehat sebelum mereka berpartisipasi dalam uji klinis.
Ketiga Jiang juga menyarankan para pendana proyek pengembangan obat dan atau vaksin juga menggelontorkan dana lebih banyak untuk melakukan tes yang sesuai guna mendukung kelancaran pengembangan obat maupun vaksin itu sendiri.
Lebih lanjut Jiang juga meminta setiap pihak untuk tetap waspada karena virus corona dapat bermutasi dan menjadi wabah baru lagi yang artinya obat maupun vaksin yang sebelumnya ditemukan bisa saja menjadi sia-sia.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah, progress perkembangan obat dan atau vaksin Covid-19 yang saat ini terjadi selain dipicu oleh perkembangan sains dan teknologi juga harus dilandasi dengan aspek yang keamanan. Bagaimanapun juga aspek keamanan merupakan faktor nomor wahid dalam pengembangan obat. Intinya jangan grusa-grusu...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Kabar Gembira, WHO: Sudah Ada 20 Jenis Vaksin Anti Corona