
14.000 Pabrik Tetap Operasi Kala Corona, Ini Alasannya
Ratu Rina, CNBC Indonesia
28 April 2020 17:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Operasional pabrik di tengah pandemi Covid-19 masih menjadi Polemik. Kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinilai tidak sinkron saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah pusat ingin industri tetap operasi, tetapi daerah justru ingin sebaliknya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan Kemenperin menyatakan seluruh Industri harus tetap berjalan dengan memperhatikan protokol kesehatan sesuai Surat Edaran Menteri Perindustrian nomor 4 tahun 2020 tentang Kewajiban Pelaporan Bagi Usaha Perusahaan Industri Dan Perusahaan Kawasan Industri Yang Memiliki Izin Operasional Dan Mobilitas Kegiatan Industri.
"Isinya dalam masa darurat kesehatan, perusahaan tetap jalankan kegiatan usaha dengan IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri) baik kegiatan operasional pabrik, administrasi, maupun mobilitas industri," kata Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI secara virtual, Selasa (28/04/20).
Menurutnya, seluruh perusahaan yang mengajukan permohonan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri, akan dilakukan monitoring terlebih dahulu.
"Ini tentunya disambut baik beberapa industri dan sekarang sudah dikeluarkan izin 14.000 dari 40.000 sektor industri," ujar Sigit.
Sigit menjelaskan, kebijakan pemerintah daerah yang melarang beberapa industri tutup selama PSBB sangat berlawanan dengan kementerian. Pasalnya, ada beberapa industri yang kegiatan operasinya tidak bisa dihentikan secara tiba-tiba.
"Karena ada beberapa industri kalau ditutup maka investasinya besar sekali, seperti kaca, kalau tutup furnace-nya harus investasi besar lagi, demikian juga petrokimia, kalau mendadak akan terjadi peledakan karena prosesnya kontinyu," jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan, kebijakan pemerintah daerah yang mewajibkan kepada industri yang beroperasi untuk melakukan rapid test juga dinilai tidak sesuai.
"Ini tidak mudah apalagi yang padat karya seperti tekstil, karena IOMKI voluntary maka rapid test akan dibebankan kepada sektor industri yang jumlah karyawannya bisa 5.000 sampai 10.000, kemudian ketersediaan alat juga tidak mudah," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan Kemenperin menyatakan seluruh Industri harus tetap berjalan dengan memperhatikan protokol kesehatan sesuai Surat Edaran Menteri Perindustrian nomor 4 tahun 2020 tentang Kewajiban Pelaporan Bagi Usaha Perusahaan Industri Dan Perusahaan Kawasan Industri Yang Memiliki Izin Operasional Dan Mobilitas Kegiatan Industri.
"Isinya dalam masa darurat kesehatan, perusahaan tetap jalankan kegiatan usaha dengan IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri) baik kegiatan operasional pabrik, administrasi, maupun mobilitas industri," kata Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI secara virtual, Selasa (28/04/20).
Menurutnya, seluruh perusahaan yang mengajukan permohonan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri, akan dilakukan monitoring terlebih dahulu.
"Ini tentunya disambut baik beberapa industri dan sekarang sudah dikeluarkan izin 14.000 dari 40.000 sektor industri," ujar Sigit.
Sigit menjelaskan, kebijakan pemerintah daerah yang melarang beberapa industri tutup selama PSBB sangat berlawanan dengan kementerian. Pasalnya, ada beberapa industri yang kegiatan operasinya tidak bisa dihentikan secara tiba-tiba.
"Karena ada beberapa industri kalau ditutup maka investasinya besar sekali, seperti kaca, kalau tutup furnace-nya harus investasi besar lagi, demikian juga petrokimia, kalau mendadak akan terjadi peledakan karena prosesnya kontinyu," jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan, kebijakan pemerintah daerah yang mewajibkan kepada industri yang beroperasi untuk melakukan rapid test juga dinilai tidak sesuai.
"Ini tidak mudah apalagi yang padat karya seperti tekstil, karena IOMKI voluntary maka rapid test akan dibebankan kepada sektor industri yang jumlah karyawannya bisa 5.000 sampai 10.000, kemudian ketersediaan alat juga tidak mudah," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular