
Jokowi Tarik Isu Naker di Omnibus Law, Pengusaha Buka Suara
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
27 April 2020 20:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Presiden Jokowi menarik klaster ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Cipta Kerja (Ciptaker) disambut gembira buruh. Di sisi lain pengusaha menyambut dingin, bahkan mengusulkan pergantian nama RUU tersebut.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Sarman Simanjorang mengusulkan adanya perubahan nama. Ia menilai, gemuruh publik bisa diminimalisir dengan mengganti nama.
"Kami mengusulkan supaya nama RUU ini diganti saja agar menjadi RUU Kemudahan Berusaha dan Investasi," katanya saat rapat virtual dengan Panja RUU Cipta Kerja, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Sarman menyebut, nama RUU Cipta Kerja yang selama ini dibahas menimbulkan kecurigaan dari kalangan buruh. Yakni tujuan dibahasnya RUU ini hanya untuk kalangan pengusaha. Padahal, ia menilai tidak demikian.
"Sehingga fokus, tidak diributkan oleh teman-teman serikat pekerja dan terbangun opini bahwa RUU ini untuk kepentingan dunia usaha," ujar Sarman.
Selama ini, kalangan buruh sudah terang-terangan menolak bergulirnya pembahasan RUU Omnibus Law. Karena aturan-aturan di dalamnya dianggap merugikan buruh terutama di dalam klaster ketenagakerjaan.
"Dalam praktiknya kami lihat bahwa RUU ini terbangun di publik seolah bicara RUU Cipta Kerja artinya bicara nasib buruh, padahal ini ada 11 klaster. Hanya satu di antara 11," ucapnya.
Sarman menilai perubahan nama juga akan memudahkan aliran investasi untuk masuk ke dalam negeri. Apalagi, Indonesia juga memerlukan dana untuk memulihkan kondisi ekonomi yang luluh lantak akibat COVID-19.
Jika tidak ada inovasi regulasi, maka indeks kemudahan berinvestasi di Indonesia dinilainya masih akan stagnan.
"Kemudahan berusaha di Indonesia itu masih jauh dibanding negara Asia lainnya. Kita masih di 73 dari 190 negara, jauh lebih rendah dari Singapura di nomor 2, dan Malaysia di nomor 14, serta Thailand di nomor 21," papar Sarman yang juga menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta.
(hoi/hoi) Next Article Tak Kunjung Kelar, Upah Buruh Juga Masuk UU Omnibus Law
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Sarman Simanjorang mengusulkan adanya perubahan nama. Ia menilai, gemuruh publik bisa diminimalisir dengan mengganti nama.
"Kami mengusulkan supaya nama RUU ini diganti saja agar menjadi RUU Kemudahan Berusaha dan Investasi," katanya saat rapat virtual dengan Panja RUU Cipta Kerja, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Sarman menyebut, nama RUU Cipta Kerja yang selama ini dibahas menimbulkan kecurigaan dari kalangan buruh. Yakni tujuan dibahasnya RUU ini hanya untuk kalangan pengusaha. Padahal, ia menilai tidak demikian.
"Sehingga fokus, tidak diributkan oleh teman-teman serikat pekerja dan terbangun opini bahwa RUU ini untuk kepentingan dunia usaha," ujar Sarman.
Selama ini, kalangan buruh sudah terang-terangan menolak bergulirnya pembahasan RUU Omnibus Law. Karena aturan-aturan di dalamnya dianggap merugikan buruh terutama di dalam klaster ketenagakerjaan.
"Dalam praktiknya kami lihat bahwa RUU ini terbangun di publik seolah bicara RUU Cipta Kerja artinya bicara nasib buruh, padahal ini ada 11 klaster. Hanya satu di antara 11," ucapnya.
Sarman menilai perubahan nama juga akan memudahkan aliran investasi untuk masuk ke dalam negeri. Apalagi, Indonesia juga memerlukan dana untuk memulihkan kondisi ekonomi yang luluh lantak akibat COVID-19.
Jika tidak ada inovasi regulasi, maka indeks kemudahan berinvestasi di Indonesia dinilainya masih akan stagnan.
"Kemudahan berusaha di Indonesia itu masih jauh dibanding negara Asia lainnya. Kita masih di 73 dari 190 negara, jauh lebih rendah dari Singapura di nomor 2, dan Malaysia di nomor 14, serta Thailand di nomor 21," papar Sarman yang juga menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta.
(hoi/hoi) Next Article Tak Kunjung Kelar, Upah Buruh Juga Masuk UU Omnibus Law
Most Popular